muncang
Adu muncang merupakan cara kerajaan-kerajaan di Jawa untuk mengadu kesaktian. Dan daerah Sunda, menjadi wilayah yang dianggap memiliki jawara-jawara paling unggul untuk adu muncang. Foto : Istimewa.

BOGOR-TODAY.COM, BOGORMuncang atau biji kemiri tidak hanya digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan. Di masyarakat Sunda, biji yang memiliki tingkat kekerasan yang berbeda ini dijadikan bahan aduan yang terkenal dengan sebutan adu muncang.

Dalam praktiknya, ngadu muncang ini dilakukan dengan cara menyusun dua buah muncang milik dua pemain secara vertikal, lalu di atasnya disimpan bambu yang kanan kirinya dipegang oleh dua orang anak sehingga posisi muncang terjepit.

Muncang yang disusun untuk diadu diposisikan agar bagian yang terkuat tampak berurat dan saling berhadapan. Nantinya setelah muncang terjepit dan posisinya tidak berubah, bambu penjepitnya dipukul oleh benda keras, muncang yang pecah berarti dia kalah.

Seiring berjalannya waktu, peralatan mengadu muncang mengalami perkembangan. Kini mereka tak perlu lagi mencari dua bilah bambu dan orang yang memegang kedua sisinya ketika muncang dijepit.

Kini mereka telah membuat tempat untuk menjepit muncang, sehingga tidak perlu lagi ada anak lain yang memegangnya, hanya butuh seseorang untuk memukul bambu penjepit muncangnya saja.

Hal yang menarik, dalam adu muncang anak anak biasanya memiliki ritual tersendiri. Salah satu ritual yang paling umum adalah para pemiliknya akan merendam kemiri yang akan diadu ke dalam rendaman air cuka selama beberapa jam bahkan seharian.

Para pemiliknya percaya, hal ini dapat memperkuat kulit luar dari muncang aduan. Beberapa pemain bahkan berbuat ekstra dengan membersihkan dan menggosok permukaan kulit muncang dengan minyak hanyak untuk mempercantik tampilan.

BACA JUGA :  8 Penyebab Susah Turunkan Berat Badan, Simak Ini

Adu muncang memang permainan tradisional yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Namun kini, sayangnya permainan ini sering disalahgunakan oleh oknum yang menjadikannya menjadi arena judi.

Padahal permainan ini dimaksudkan untuk mengasah kebersamaan dan kerja keras anak. Hal ini karena pada zaman dahulu, anak-anak yang ingin memperoleh muncang harus berusaha memetiknya sendiri dari pohonnya yang tinggi.

Setelah itu mereka juga harus mengeluarkan buahnya, membersihkannya, sampai memolesnya hingga muncangnya terlihat bagus dan mengkilap. Jadi untuk memiliki muncang yang bagus, anak-anak perlu bekerja keras.

Bahkan dalam catatan sejarah, adu muncang merupakan cara kerajaan-kerajaan di Jawa untuk mengadu kesaktian. Dan daerah Sunda, menjadi wilayah yang dianggap memiliki jawara-jawara paling unggul untuk adu muncang.

Ngadu muncang memang salah satu permainan tradisional dari Indonesia, biasanya dimainkan oleh anak laki-laki pada musim kemiri. Namun bila membaca sejarah, adu muncang bukan hanya permainan di kala senggang.

Melansir koropak.co.id pada masa Kerajaan Sunda, ngadu muncang dijadikan sebagai alat menunjukan kesaktian. Siapa yang muncang atau kemirinya paling kuat, dipercaya dia punya kesaktian yang tinggi.

Dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam Jawa, Dr H.J. Graff hanya menulis sedikit mengenai permainan adu muncang. Dia hanya mencatat bahwa Sultan Agung, Raja Mataram Islam menggemari permainan adu muncang.

“Buah muncang beliau yang terbaik, terkuat, dan tidak terkalahkan,” tulis Graff.

BACA JUGA :  Ucapan Akhir Kepemimpinan Bima Arya dan Dedie Rachim: Hatur Nuhun Sadayana, Abdi Pamit

Bagi Ihya M Kulon dalam Adu Muncang Pilkada, permainan adu muncang yang dijadikan lomba, bisa dipastikan dimulai oleh Sultan Agung. Hal ini kemudian disebarkan ke seluruh tanah jajahan Kerajaan Mataram Islam kala itu, termasuk wilayah Priangan.

Kerajaan Sumedang Larang bahkan tercatat pernah menjadi daerah yang memiliki muncang atau buah kemiri paling kuat di Pulau Jawa. Muncang Sumedang Larang bisa mengalahkan muncang lainnya dalam sebuah acara adu muncang.

Sumber lain menyebutkan bahwa hal ini bisa dibuktikan di Museum Prabu Geusan Ulun yang berupa gamelan kuno dan antik. Bila kita menengok museum, di salah ruangan bernama Ruang Gamelan, ada seperangkat gamelan bergaya Jawa.

Di salah satu gamelannya, ada catatan bahwa gamelan tersebut merupakan hadiah dari Kerajaan Mataram Islam. Hal ini atas prestasi Kerajaan Sumedang Larang dalam adu muncang, hadiah itu bernama Gamelan Sari Oneng.

“Gamelan ini memang hadiah dari Mataram karena Sumedang menjadi jawara dalam adu muncang,” tutur Ny Lilis, seorang petugas museum.

Sayangnya, hingga kini tidak ada bukti fisik berupa muncang terkuat di daerah kekuasaan Mataram. Pasalnya, konon, muncang Sumedang yang memenangkan sayembara adu muncang ini diserahkan kepada Kerajaan Mataram.

Tetapi dengan fakta ini, permainan adu muncang telah menjadi bagian kehidupan masyarakat Priangan, termasuk para bangsawan dan keluarganya. Namun sangat disayangkan, kini warisan ini telah dilupakan oleh masyarakat. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================