Kemenristek Dikti terus bekerja mengindentifikasi kampus-kampus bermasalah yang diduga menjalankan praktik jual beli ijazah. Hingga 29 September kemarin, tercatat ada 243 kampus yang dinonaktifkan karena bermasalah.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Informasi soal kampus nonaktif ini diumumkan oleh Kopertis XII wilayah Maluku dan Maluku UtÂara 29 September lalu. Pengumuman ini dikutip deÂtikcom, Jumat (1/10/2015).
Dalam penjelasannya, KopÂertis XII menyatakan kampus-kampus yang dinonaktifkan belum tentu abal-abal, tapi bisa juga kampus berizin naÂmun melakukan pelanggaran.
“Adapun jenis pelanggaran kampus non-aktif: Masalah Laporan Akademik, masalah nisbah dosen/mahasiswa, masalah pelanggaran peraÂturan perundang-undangan, PDD/PJJ tanpa izin (kelas jauh), PRODI /PT tanpa izin, Penyelenggaraan kelas Sabtu- Minggu, Jumlah mahasiswa over kuota (PRODI Kesehatan/ kedokteran/dll), ijasah palsu/ gelar palsu, masalah sengÂketa/konflik internal, kasus mahasiswa, kasus dosen (misal dosen status ganda), peminÂdahan/pengalihan mahasiswa tanpa izin Kopertis,†demikian bunyi pengumuman tersebut.
Ada tiga sanksi bagi kampus yang melakukan pelanggaran. Sanksi ringan berupa surat perÂingatan, sanksi sedang berupa status nonaktif dan sanksi beÂrat berupa pencabutan izin. Jika suatu perguruan tinggi berstatus nonaktif, maka kamÂpus tersebut tak boleh menÂerima mahasiswa baru, tak boleh melakukan wisuda, dan tak boleh memperoleh layÂanan Ditjen Dikti dalam bentuk beasiswa, akreditasi, penguÂrusan NIDN, sertifikasi dosen, hibah penelitian, partisipasi kegiatan Ditjen Kelembagaan IPTEKDIKTI lainnya, serta layÂanan kelembagaan dari Ditjen Kelembagaan IPTEKDIKTI. Menristek Dikti Muhammad Nasir membenarkan soal data ini. “Betul, yang diumumkan Kopertis sekitar 200-an lebih itu,†ujarnya saat dihubungi detikcom, Kamis (1/10/2015). (*)