Menteri Perindustrian, Saleh Husin, melakukan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Goodyear Indonesia Tbk, Allan Loi, di pabriknya di Jalan Pemuda, Tanahsareal, Kota Bogor, Selasa (27/10/2015). Dalam pertemuan tersebut Menperin membeberkan mengenai paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Pemerintah demi menciptakan iklim usaha yang kondusif. Saleh juga meminta industri produsen ban kendaraan bermotor melakukan ekspansi ke sektor hulu. Salah satunya melakukan investasi perkebunan dan industri pengolahan karet.
Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]
Langkah ekspansi ke sektor hulu ini diharapkan turut mempercepat penguaÂtan struktur industri dan penghiliran industri berbasis agro ini. Selain itu meningkatkan kesejahteraan petani dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
“Sejarah industri ban di IndoÂnesia sudah sangat kuat, sejak zaÂman kolonial. Ekspansi ke hulu dan pengolahan semakin memperkuat industri ini karena mengamankan pasokan bahan baku,†kata Saleh Husin saat berkunjung ke pabrik ban PT Goodyear Indonesia Tbk di Tanah Sereal, Bogor, Jawa Barat, seperti BOGOR TODAY kutip dari situs resmi Kemenperin, Selasa (27/10/2015).
Salah satu daerah yang ditaÂwarkan untuk menjadi sentra industri ban adalah Sumatera Selatan karena merupakan sentra perkebunan karet. Di provinsi itu, terdapat Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api Api, Kabupaten Banyuasin yang dapat dimanfaatkan seÂbagai lokasi pengembangan.
Kemenperin mencatat, saat ini penggunaan karet alam di Indonesia sebesar 55 persen dimanfaatkan oleh industri ban dan diharapkan terus berÂtambah mengingat konsumsi karet alam domestik hanya mencapai sekitar 18 persen dari total produksi karet naÂsional. Sementara itu tingkat konsumsi domestik ini masih jauh dibawah Malaysia, China dan India yang telah menyerÂap lebih dari 40 persen.
Sejauh ini, sektor industri ban merupakan salah satu andalan industri manufaktur yang mampu berkembang lebÂih baik dari segi kemampuan produksi maupun ekspor. ProÂdusen ban nasional mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, secara kualitas, mauÂpun kuantitas.
Khusus ban mobil penumpÂang, sekitar 70 persen hasil produksi diekspor ke berbagai negara di seluruh penjuru duÂnia dengan nilai ekspor USD 1,6 miliar pada tahun 2014, sangat baik untuk devisa neÂgara.
Nilai ekspor tersebut, imÂbuh Saleh, masih dapat ditingÂkatkan mengingat terbukanya peluang yang besar seiring globalisasi perdagangan yang terjadi saat ini. “Saya harapÂkan agar pada tahun-tahun mendatang kinerja ekspor dapat terus meningkat mengÂingat industri ban nasional memiliki daya saing yang tinggi, serta memiliki pengalaÂman selama puluhan tahun,†ujarnya.
Pertumbuhan kebutuhan ban sebagai salah satu komÂponen kendaraan bermotor sangat terkait dengan perÂtumbuhan industri kendaraan bermotor. Dengan pertumÂbuhandalam negeri rata-rata sebesar 8 persensetiap tahunÂnya, maka permintaaan akan produk ban akan bertumbuh di atas pertumbuhan industri kendaraan bermotor.
“Kondisi ini merupakan peluang bagi produsen ban dalam negeri untuk meraih pasar secara optimal dan meminimalisir produk ban impor,†kata Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka HarÂjanto pada kesempatan yang sama.
Goodyear sendiri meruÂpakan raksasa produsen ban berpusat di Amerika Serikat dan memiliki 60 pabrik di 25 negara. Total karyawan peÂrusahaan mencakup 75 ribu orang di seluruh penjuru duÂnia. “Produksi Goodyear di Indonesia mencapai 2,9 juta ban,†kata Direktur PemasaÂran dan Penjualan Goodyear Indonesia, Yedi Sondy.
Perusahaan ini telah hadir sejak 1935 dan kini memusatÂkan operasinya di atas lahan seluas 172.000 meter persegi di Bogor, Jawa Barat. Dari dua kategori utama ban, jenis commercial (bus, truk) dan consumer (mobil pribadi), Goodyear mengekspor 55 persen produksinya. Sisanya ke pasar domestik dan meÂmasok ke pabrikan atau origiÂnal equipment manufacturer seperti Mitsubishi, Hino, HonÂda dan Daihatsu.
Terkait ekspansi, produsen ban asal Prancis, Michelin menjajaki kemungkinan unÂtuk mendirikan pabrik dan kebun di Indonesia. Michelin menggandeng Barito Pacific dan akan menanamkan invesÂtasi sampai USD 400 juta (Rp 5,1triliun). Direncanakan muÂlai dibangun pada 2016 dan beroperasi pada 2019, kedua perseroan juga ingin mengemÂbangkan perkebunan karet di Jambi dan Kalimantan Barat.