BOGOR, TODAYÂ – Lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat 56 industri rumahan yang sumber bahan bakunya harus impor terÂpaksa memangkas tingkat produksinya.
Kepala Dinas Koperasi UMKM PerindusÂtrian dan Perdagangan (Diskoperindag) KaÂbupaten Bogor, Azzahir mengungkapkan, 56 industri rumahan itu bergerak di produkÂsi sepatu, rajut dan makanan olahan.
“Kebanyakan produsen yang bahan bakunya harus diimpor,†jelasnya, Rabu (26/8/2015).
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Perdagangan Luar Negeri Diskoperindag, Jona Sijabat menjelaskan, selain bahan baku yang mahal, tingkat permintaan juga tidak sebanding dengan biaya produksi.
“Volume ekspor dilaporkan berkurang. Memang ada yang sudah menghentikan beberapa karyawan, tetapi itu bukan pemutusan hubungan kerja yang signifiÂkan atau besar-besaran,†ujar Jona, Rabu (26/8/2015).
Ia melanjutkan, pengurangan produkÂtivitas itu sudah dikabarkan karena lesuÂnya ekonomi bukan hanya berlangsung di Indonesia, namun juga negara-negara pengimpor.
“Yang berbahan baku 100 persen imÂpor pasti terdampak. Tapi masih ada yang berjalan dan mengurus ekspor perdana dalam kondisi seperti ini,†lanjutnya.
Contoh perusahaan yang sudah mengeÂfisiensi jumlah karyawan yakni produsen gitar.
“Semua tergantung pesanan juga. Alat musik itu sudah menurun, sehingga tidak butuh karyawan sebanyak seperti biasanÂya,†tutur Jona.
Meski begitu, ia tidak memiliki data resmi berapa pengekspor yang sudah meÂnyusutkan jumlah pegawainya.
“Soalnya, tidak semua produsen dan pengekspor terdaftar di kami. Ada perusaÂhaan yang terdaftar di tingkat pemerintahÂan provinsi dan pusat juga kan,†bebernya.
Ia berharap pemerintah pusat agar mengeluarkan kebijakan yang bisa mengÂhentikan naiknya kurs dollar. “Kalau krisis ini dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan bisa ada pembatalan order. Bisa terjadi pabrik yang merumahkan karyawannya. Bisa dibayangkan, satu industri padat karya di Bogor saja punya ribuan karyÂawan,†katanya.
Namun, masih ada pengekspor yang diuntungkan dari melemahnya rupiah karena penjualannya masih stabil. MisalÂnya ekspor ikan air tawar yang cenderung meningkat setiap tahunnya.
Pada 2014 lalu, nilai ekspor ikan hias Kabupaten Bogor mencapai 4,26 juta doÂlar AS atau Rp 46,9 miliar dengan kurs Rp 11.000.
Tahun ini, sekitar 5 juta ekor ikan hias dengan tujuan Jepang, Jerman, Iran, BeÂlanda, Arab Saudi, Thailand dan puluhan negara lain telah dikirim dengan nilai yang berkisar sebanyak tahun lalu.
“Pengiriman kami cenderung stabil dan tidak terpengaruh nilai mata uang. Dalam sehari masih melayani pengiriman ikan hias ke 2-3 negara dengan volume 5-30 boks,†kata Nova Widianto dari CV Maju Aquarium di Ciriung, Cibinong.
Tidak ada peningkatan biaya produksi, kendati diakuinya harga obat-obatan ikan imÂpor naik. Ongkos pengiriman melalui pesawat terbang pun masih terjangkau eksportir.
“Untuk bisnis ikan hias, permintaan melemah bukan karena nilai mata uang. Biasanya konsumen kami di Eropa menÂgurangi permintaan pada saat musim paÂnas,†katanya.
(Rishad Noviansyah)