Menkeu-PersPEMERINTAH telah mengantungi identitas 6.519 Warga Negara Indonesia (WNI) yang menyimpan dana di luar negeri. Ribuan orang tersebut berada pada dua negara yang masuk kategori tax haven country. Akibat ulah para pengemplang pajak ini, potensi pendapatan negara hilang Rp180 triliun.

YUSKA APITYA AJI
[email protected]

Data yang kita miliki itu adalah 6.519 WNI,” ungkap Men­teri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Komisi XI, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/5/2016).

Bambang mengaku data yang dimiliki lengkap, mulai dari nama, paspor, nama perusahaan hingga nomor rekening dari WNI. Dengan demikian, maka pelacakan terha­dap WNI akan lebih mudah.

“Data yang masuk itu awalnya SPV (Special Purpose Vehicle) dengan rekening di bank pada negara tersebut. Nah, SPV itu pasti punya penanggung jawab, kita telusuri maka dapatlah nama dan paspornya,” jelas Menkeu.

Dua negara tersebut masih dira­hasiakan hingga saat ini. Data akan disampaikan kepada anggota dewan hanya dalam rapat tertutup. Ini ter­kait dengan kerahasiaan sumber dan data dari daftar wajib pajak yang bersangkutan. “Kita sudah memiliki data yang resmi, tapi mencakup rek­ening bank WNI di dua negara saja. Jadi memang belum lengkap. Namun saya belum dapat mengungkapkan negaranya,” papar Bambang.

Data ini berasal dari hasil inteli­jen, yang sebenarnya bersifat resmi. Proses ini sudah berlangsung cukup lama hingga kemudian data didapat­kan pada akhir tahun lalu. “Keber­hasilan tax amnesty itu tergantung data intelijen. Jadi itu data di luar negeri yang tidak bisa diakses, ter­masuk perbankan. Makanya karena tidak bisa data resmi, maka melalui intelijen,” pungkasnya.

BACA JUGA :  Minuman Segar dengan Sup Semangka Jelly yang Manis dan Creamy

Komisi XI DPR RI memang ten­gah mematangkan pembahasan Ran­cangan Undang-Undang (RUU) Pen­gampunan Pajak atau Tax Amnesty. Pemerintah dan BI dipanggil secara sekaligus.

Pemerintah diwakili Menkeu Bambang Brodjonegoro dan Wakil Menteri Mardiasmo, Direktur Jen­deral Pajak Ken Dwijugeastiadi, dan jajaran lainnya. Sedangkan dari Bank Indonesia (BI) diwakili oleh Guber­nur Agus Martowardojo dan Deputi Gubernur Ronald Waas.

Rapat dimulai pukul sekitar 15.30 WIB dipimpin oleh Ketua Komisi, XI Ahmadi Noor Supit. Sementara ang­gota yang hadir adalah 38 orang dari total 50 anggota Komisi XI yang me­wakili 10 fraksi.

“Agenda rapat kerja hari ini seb­etulnya bisa disatukan dengan pem­bahasan RUU Tax Amnesty, tetapi nampaknya secara khusus menden­gar dulu tentang beberapa hal dim­inta penjelasan,” ujar Ahmadi saat membuka rapat di Gedung DPR, Ja­karta, Senin (23/5/2016).

“Di antaranya target penerimaan berdasarkan perhitungan Kemenkeu dan BI. Jadi materinya yang kaitan­nya sangat erat dengan pembahasan RUU Tax Amnesty nanti malam dalam Panja. Kita tidak akan bahas satu per satu pasal,” paparnya.

Pemerintah menargetkan tam­bahan penerimaan negara dari ke­bijakan pengampunan pajak (tax amnesty) adalah sebesar Rp 180 triliun. Ini akan masuk dalam Ang­garan Pendapatan dan Belanja Neg­ara (APBN) 2016. “Jadi kasarnya ada sekitar Rp 180 triliun, tapi yang akan kita cantumkan di APBN-P adalah Rp 165 triliun,” kata Menkeu Bambang Brodjonegoro.

Bambang menjelaskan, Rp 180 triliun itu bersumber dari deklarasi dan repatriasi wajib pajak dengan dana di luar negeri dengan tarif rata-rata 4% atas dana Rp 3500 – Rp 4000 triliun yakni sebesar Rp 160 triliun. “Jadi 4% dikali target kita sekitar Rp 3500- 4000 triliun,” ujarnya.

BACA JUGA :  8 Kebiasaan Pagi yang Sederhana Bantu Bikin Bahagia dan Produktif Setiap Hari, Jangan Lupa Diterapkan

Kemudian deklarasi dari wajib pajak dengan dana di dalam negeri dengan tarif rata-rata 2% atas dana yang diperkirakan Rp 1000 triliun, yakni Rp 20 triliun. “Nah itu gamba­ran kasarnya. Kalau nanti kita upay­akan ada data orang yang berpartisi­pasi,” paparnya.

Meski demikian, Bambang me­nyatakan tambahan penerimaan negara bergantung dari tarif yang ditentukan oleh UU. Bila tarif lebih tinggi, maka tentunya tambahan penerimaan juga pastinya lebih be­sar. “Kembali lagi, besarnya peneri­maan negara bergantung terhadap tarif yang ditentukan,” tegas Bam­bang.

Sementara, Pemerintah dan BI berbeda perhitungan terkait dana WNI yang bisa ditarik lewat tax am­nesty atau pengampunan pajak. Pemerintah bersikukuh bahwa dana WNI di luar negeri lebih dari Rp 11.500 triliun. Data mengenai dana ini didapatkan beberapa waktu yang lalu. “Nilai dana WNI di luar negeri diperkirakan lebih dari PDB pada 2015. PDB kita waktu itu Rp 11.500 triliun,” ungkap Bambang.

Menurut Bambang, dana terse­but sudah terakumulasi sejak peri­ode 1970-an. Sehingga bukan hal mustahil ketika dana orang Indone­sia yang berada di luar negeri menca­pai angka belasan triliun. “Uang ini sudah terakumulasi sejak 1970-an,” imbuhnya.

============================================================
============================================================
============================================================