Desakan demi desakan yang dilakukan Lembaga Survey Masyarakat (LSM) dan beberapa pengamat hukum di Kota Bogor mulai menemui titik terang, pasalnya berkas perkara ketiga tersangka kasus mark up anggaran pengadaan lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor diklaim mulai memasuki tahap akhir.
Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]
Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejaksaan Negeri (KeÂjari) Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto mengatakan, berkas perkaÂra penyiÂdikan yang d i l a ku k a n Kejari Kota Bogor sudah hampir ramÂpung dan memasuki tahap akhir, namun piÂhaknya tidak menyebutkan kapan akan melakukan penahanan kepada tiga orang tersangka yang telah ditetapkan oleh KeÂjaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor. “Terkait penanganan perkara angkahong, proses pemberkasan sudah memasuÂki tahap akhir,†ujarnya saat ditemui BOGOR TODAY kemarin.
Ia juga menambahkan, tahapan selanjutnya yakni mengenai penyÂerahan barang bukti dan tersangka kepada penuntut umum untuk ditindaklanjuti ketahap penuntutan. “Tim penyidik belum mengambil sikap untuk melakukan penahanan kepada tiga orang tersangka, namun terkait hal ini berkas ketiga tersangka sudah memasuki tahap akhir dan seÂcepatnya akan diselesaikan ke tahap penyerahan barang bukti dan penaÂhan tiga tersangka ini,†katanya, keÂmarin.
Terkait hal itu, pihaknya tidak menyebutkan kapan akan melakuÂkan penahanan kepada ketiga orang tersangka yang telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka. “Nanti akan kita lihat lebih lanjut, kita tidak bisa pastikan waktunya, yang jelas semuanya masih dalam tahap pemÂberkasan dan sudah hampir ramÂpung,†pungkasnya.
Kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanÂya kejanggalan dalam pembeÂlian lahan seluas 7.302 meter persegi milik Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014. Ternyata dalamnya telah terjadi transaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter perÂsegi. Dari 26 dokumen tanah yang diserahkan Angkahong kepada PemÂkot Bogor ternyata kepemilikannya beragam, mulai dari SHM, AJB hingÂga tanah bekas garapan.
Dengan dokumen yang berbeda itu, harga untuk pembebasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter perÂsegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar. empat orang tersangka dari kalangan bawah, yakni Hidayat YudÂha Priatna (Kepala Dinas Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), Hendricus AngkawiÂdjaja alias Angkahong (Pemilik tanah yang dikabarkan meninggal dunia) dan Roni Nasrun Adnan (dari tim apraissal tanah).
Sementara itu, Peneliti dan Dekan Fakultas Hukum, Universitas Pakuan Bogor, Mihradi mengatakan, lambatnya penyidikan kasus mark up anggaran pengadaan lahan reÂlokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua terbilang wajar, hal ini diÂkarenakan tidak mudah dalam menguak kasus yang melibatÂkan sejumlah pejabat tinggi di Kota Bogor.
“Penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa memang terbilang lamban, terkait hal ini masyarakat harus berÂsabar, karena tidak mudah untuk melengkapi berkas perkara yang saat ini masih dalam proses kajian Kejari maupun Kejati, semuanya harus sesÂuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana pada setiap unsur pasal perlu ditetapkan dua alat bukti untuk memperkuat alat bukti pada kasus ini,†ujarnya.
Mihradi juga mengatakan, selain empat orang yang saat ini ditetapkan menjadi tersangka patut diduga ada ‘permainan’ dari sejumlah ‘oknum’ di Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor ataupun di Dewan Perwakilan RakyÂat Daerah (DPRD) Kota Bogor. “Saya tetap positif thinking terkait dengan penyelidikan yang dilakukan pihak Kejari maupun Kejati. Selain empat tersangka, memang patut diduga ‘bau oknum’ lain yang terlibat, tetapi semua kita serahkan kepada Kejari maupun Kejati yang melihat kasus ini lebih dalam,†ujarnya.
Ia juga menambahkan, kasus ini memang layak menjadi sorotan publik melihat Pendapatan Asli DaeÂrah (PAD) Kota Bogor yang terbilang minim namun lahir Peraturan DaeÂrah (Perda) yang mengeluarkan porsi anggaran yang terbilang besar untuk pembelian lahan relokasi PKL. “SeÂcara logis harganya memang tidak masuk akal, dari luas tanah 7302 meÂter di Jambu Dua dihargai senilai Rp 43,1 Miliar,†katanya.
Selain itu pihaknya juga menÂgatakan, perlu dikaji ulang mengeÂnai status tanah yang menjadi objek tindak pidana tersebut. “Objek taÂnahnya juga harus dilihat, apakah statusnya Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau malah tanah tersebut benar-benar milik Pemkot Bogor. TiÂdak lucu apabila status tanah terseÂbut milik Pemkot tetapi dibeli lagi oleh Pemkot, kita lihat saja kinerja Kejari maupun Kejati apakah bisa menangani kasus ini atau a k a n menyerahkan kasus ini kepada Komisi PemberÂantasan Korupsi (KPK),†pungkasnya. (Yuska Apitya)