SALAH satu cara membangkitkam kembali kejayaan Bogor kini dan mendatang, adalah hadirnya pemimpin yang senafas dengan dinamika kepemimpinan dan masyarakat di Bogor sekarang. Terutama, karena seluruh upaya membangkitkan kejayaan Bogor kini dan mendatang, juga memerlukan dukungan dari pemerintah Jawa Barat dan Pemerintah Pusat. Termasuk pemerintah otonom di sekitarnya.
Bang Sem Haesy
BAGI kita, seperti dikemukakan dalam artikel sebelumnya, sudah jelas merujuk pada nilai yang ditÂinggalkan Prabu Siliwangi dan Prabu Surawisesa di PakÂuan Pajajaran (yang terkorelasi dengan Galuh -Pajajaran), Pemimpin Jawa Barat kelak harus mencerminkan pesona dan persona kualitaÂtif dari insan berperadaÂban dan berkeadaban.
Pemimpin Jawa Barat harus merupakan sosok inÂsani yang bakal banyak menyelamatkan tata kehidupan sosial masyarakat dan bangsa. Ia konÂsisten menghargai nilai-nilai dasar kehidupan insaniah yang luhur, dalam kehidupan sehari-hari.
Dari sudut pandang ini, dan dari realitas manifestasi nilai-nilai kepeÂmimpinan Pakuan Pajajaran kini, rakyat Bogor tak akan kehilangan suÂluh ketika melihat fenomena perubaÂhan yang tengah terjadi dan menyiratÂkan kegelapan sosial. Tetapi, rakyat dan pemimpin Bogor tak boleh menÂjadi bagian dari kegelapan itu.
Sebagaimana pernah dilakukan Prabu Suryakancana, di tengah keÂadaan yang carut marut dan perilaku politik yang mengabaikan etika, inÂtelektual Bogor perlu mengingatkan siapa saja di sekelilingnya (DKI JaÂkarta, Jawa Barat, dan Banten) bahwa dalam kegelapan adab, tidak mustaÂhil, mereka yang menggunakan jalan licik – bisa saja tampil sebagai petingÂgi. Tapi, apabila hal itu terjadi, maka yang akan terjadi adalah kegelapan yang justru akan mematikan bangsa.
Dari Bogor perlu diteriakkan berÂbagai peringatan, bila kegelapan yang akan memayungi tiga wilayah kunci di sekitar Bogor, maka sangat sulit bagi orang cerdas, baik, bekerja keras dan bekerja ikhlas menjalani fungsi kepeÂmimpinannya secara baik pula.
Sangat sulit bagi yang sungguh patut memimpin bangsa menjadi pemimpin sungguhan. Karena yang sungguh memegang kebenaran seÂbenar-benarnya, akan terus dihadang dengan berbagai cara oleh mereka yang lebih suka menyembunyikan kebenaran dan selalu mencari pemÂbenaran. Amun di bumi, sagala-gala sarwa edan. Eta tandana, tahta teh dicokot ku jelema burung. Anu bener hese mah.. jadi raja bener. Anu bener-bener salalawasna nyekel benerna beÂbener kabener.
Bila hal itu terjadi, dari Bogor kita ingatkan, kelak di berbagai sudut negeri, panggung-panggung politik, akademik, dan ekonomi, bakal diÂkuasai oleh jelema burung. Sedikit sekali pemimpin yang baik mendapat panggung. Bila kemudian rakyat meÂmilihnya, begitu memimpin langsung disambar fitnah dan aneka serangan.
Kini, jaman sungsang. Pemimpin yang baik, pekerja keras, cerdas, dan berkomitmen menyejahterakan rakyÂat, selalu menjadi sasaran penzaliÂman. Tak habis-habis dizalimi.
Dari Bogor kita serukan: “Ari pamingpin teh mudu bener. Nyaho dibener, nyaho disalah. Nyaho diÂhade, nyaho dihenteu pihadeun. Ulah eudeuk digaweeun. Ari nyaho teu piÂhadeeun, teu pihadeeun ka nu diurus. Ulah bener bae pieun nu ngurus. Ulah hade pieun nu ngurus wungkul.â€
Pemimpin itu, kudu berani menÂegakkan kebenaran dan faham memÂbedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, serta berkemampuan menjadi teladan atas mereka yang dipimpin.