BOGOR TODAY – Kota Bogor memiliki tiga destinasi wisata baru. Ketiganya adalah Desa Tradisional Katulampa, Kawasan Kuliner Batu Tulis dan Festival Raden Saleh. Ketiga destiÂnasi wisata di atas merupakan potensi pusaka dan kebudayaan yang dimiliki Kota Bogor yang belum banyak diketahui oleh khalayak ramai.
Ketiganya merupakan temuan dari hasil riset mahasiswa Universitas Prasetiya Mulia, Jakarta. Demikian dijelaskan oleh Yudo HarÂtono, perwakilan Universitas Prasetya Mulya, Jakarta, saat bertemu dengan Walikota Bogor Bima Arya, Senin (18/4/2016) di Ruang Tamu Walikota Bogor.
“Potensi pusaka dan kebudayaan Kota BoÂgor dapat dimaksimalkan untuk city branding. Juga ada potensi lain yang dimiliki Kota Bogor yang masih belum dikenal khalayak ramai, salah satu Raden Saleh yang karya seninya terÂkenal hingga ke manca negara,†papar Yudo.
Bima Arya menyambut baik hasil paparan potensi destinasi wisata di atas. Kedepan, Bima mengharapkan dapat dimatangkan menjadi sebuah konsep yang siap di-launchÂing pada Hari Jadi Bogor (HJB). Bima berharap konsep yang ada nanti dikoordinasikan denÂgan Dinas Kebudayaan Pariwisata dan EkoÂnomi Kreatif Kota Bogor serta panitia Hari Jadi Bogor (HJB).
Nama besar Raden Saleh belum banyak diketahui masyarakat. Berdasarkan wikipeÂdia, Raden Saleh Sjarif Boestaman adalah peÂlukis Indonesia beretnis Arab-Jawa yang memÂpionirkan seni modern Indonesia. Lukisannya merupakan perpaduan romantisme yang sedang populer di Eropa saat itu dengan elemen-elemen yang menunjukkan latar beÂlakang Jawa sang pelukis.
Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paraÂdoks. Gambaran keagungan sekaligus kekejaÂman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas). EkspreÂsi yang dirintis pelukis Perancis Gerricault dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan keteganÂgan kritis antara hidup dan mati.
Raden Saleh terutama dikenang karena lukisan historisnya, Penangkapan Pangeran Diponegoro, yang menggambarkan peristiwa pengkhianatan pihak Belanda kepada PanÂgeran Diponegoro yang mengakhiri Perang Jawa pada 1830. Sang Pangeran dibujuk unÂtuk hadir di Magelang untuk membicarakan kemungkinan gencatan senjata, namun piÂhak Belanda tidak memenuhi jaminan kesÂelamatannya, dan Diponegoro pun ditangkap.
(Abdul Kadir Basalamah)