Untitled-15KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah komando Agus Rahardjo, benar-benar tak kenal istilah manusia kebal hukum. Semua dibabatnya, termasuk Sugianto Kusuma alias Aguan, bos raksasa properti Agung Sedayu Group dan Agung Podomoro, dibuatnya bertekuk. Padahal, bertahun-tahun Aguan tak tersentuh hukum.

YUSKA APITYA AJI
[email protected]

Aguan bungkam setelah menjalani pemeriksaan selama kurang-lebih delapan jam di KPK, Rabu (13/4/2016) siang. Aguan diperiksa ter­kait dengan kasus suap reklamasi Teluk Jakarta yang menyeret anggota DPRD Jakarta, Mohamad Sanusi.

Aguan keluar dari Gedung KPK dengan pengawalan ketat ajudannya dan pihak kepolisian. Tak satu pun pertanyaan awak media dijawab. Aguan bergegas masuk ke mobil Toyota Alphard putih miliknya. Berke­meja batik ungu lengan panjang, Aguan tiba sekitar pukul 09:30 dan baru ke luar KPK pukul 18:00.

Pengusaha properti ini dicegah sejak awal April lalu. Direktorat Jenderal Imi­grasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membenarkan telah mengeluar­kan surat cegah tangkal terhadap seorang pengusaha pendiri Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, atas dugaan keterlibatan kasus suap reklamasi kepada anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanu­si. “Dia dicekal sejak Jumat, 1 April, hingga enam bulan ke depan,” kata Kepala Humas Imigrasi Kementerian Hukum Heru Santoso Ananta Yudha, kemarin.

Heru mengaku diminta KPK mencekal dua orang. Mereka adalah Direktur Utama PT Agung Podomoro Ariesman Widjaja dan Aguan, sang pemilik raksasa properti Indonesia. KPK mencurigai mereka terli­bat dalam skandal suap untuk memulus­kan rancangan peraturan daerah tentang reklamasi di Jakarta.

Saat ini Ariesman telah ditahan KPK. Dia diduga memberi uang Rp 1,14 miliar ke­pada Sanusi melalui orang kepercayaannya.

Tak hanya Aguan yang diperiksa. Staff khusus Gunernur DKI Jakarta, Sunny Tanu­widjaja juga digarap penyidik KPK. Sunny adalah orang dekat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, keluar lebih dulu, sekitar 15 menit, dari Aguan.

Sunny keluar dari ruang pemeriksaan dan langsung menemui wartawan yang menunggunya. Dia dicecar 12 pertanyaan oleh penyidik. “Ditanya yang simpel-simpel saja soal tugas dan fungsi saya di kantor Gubernur,” ujar Sunny, sebelum memasuki mobilnya.

BACA JUGA :  Jadwal Pertandingan Lengkap Timnas Indonesia di Piala Asia U-23 2024

Sunny masuk radar KPK sejak Februari lalu. Orang dekat Basuki sejak 2010 itu, menurut seorang penegak hukum, pernah menghubungi Aguan.

Sunny diindikasi menjanjikan sesuatu kepada Aguan. Februari itu, rancangan per­aturan daerah memang sedang dibahas di Badan Legislasi Daerah. Awalnya DPRD me­minta agar kontribusi tambahan cukup dia­tur dalam peraturan gubernur saja. Ahok sudah setuju soal ini. Namun belakangan DPRD justru ingin agar kontribusi tambahan diturunkan dari 15 persen menjadi 5 persen saja dikali nilai jual obyek pajak dikali lahan yang bisa dikomersialkan.

Sunny juga mengaku ditanya penyidik KPK soal tugasnya di Balai Kota. Sunny dice­car soal raperda terkait reklamasi yang kini dihentikan pembahasannya oleh DPRD. “Di­tanyakan juga soal itu (relasi eksekutif den­gan pengembang). Intinya saya menerima informasi dari pengembang dan saya me­nyampaikannya kepada Pak Gubernur dan eksekutif seputar usulan Raperda,” ujarnya.

Sunny mengaku pernah membuat jadwal pertemuan antara Gubernur Ba­suki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan para pengembang. “Bukan cuma pengembang, kan biasanya Pak Ahok bisa ketemu mereka sendiri, kadang minta bantu saya jadwal­kan,” sebut Sunny.

Namun Sunny mengaku tidak mendapat pertanyaan dari penyidik mengenai kewa­jiban kontribusi yang diatur dalam Raperda yang dibahas.

Ada dua Raperda yang tengah dalam pembahasan namun dihentikan DPRD yakni Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 serta Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. “Oh enggak, itu nggak perlu saya, nggak termasuk,” ujarnya saat ditanya soal besaran kontri­busi.

Kepada wartawan, Sunny juga menye­but penyidik tidak menanyakan adanya aliran uang ke pihak eksekutif terkait suap yang menjerat M Sanusi dan Presdir Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. “Eng­gak ditanyakan soal itu,” katanya, singkat.

Total ada 12 pertanyaan yang diaju­kan penyidik KPK kepada Sunny. KPK juga memeriksa Aguan; Kadis Kelautan, Perta­nian, dan Ketahanan Pangan Pemprov DKI Jakarta, Darjamuni; Finance Director PT Agung Podomoro Land, Siti Fatimah; dan Komisaris Utama PT Pelindo II Lambock V Nahattands.

BACA JUGA :  Cek Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Kamis 18 April 2024

Isu miring beredar mengenai aliran dana dari pengusaha properti ke orang di lingkaran Gubernur DKI Basuki T Purnama atau Ahok. Uang itu kabarnya masuk lewat Sunny Tanuwidjaja kemudian didistribusi­kan, disebut-sebut untuk biaya kampanye. Isu miring ini sudah dibantah Ahok. Demiki­an juga Sunny. Usai diperiksa KPK, Sunny menepis isu miring itu. “Nggak, nggak,” jelas Sunny.

Dia juga menegaskan, soal aliran dana itu juga tak disinggung sama sekali oleh KPK. “Nggak, nggak ditanyakan,” urai dia.

Sunny malah seperti keheranan saat beberapa wartawan menyebut soal dana miliaran. “Apa itu ya?” tegas dia.

Sunny kembali menyampaikan tidak ada aliran dana dari pengusaha prop­erti untuk kampanye Ahok. Bila ada yang mengembuskan itu, staf khusus Ahok ini mengaku tak tahu.

Suap reklamasi Teluk Jakarta diduga tak hanya mengalir kepada Mohamad Sanusi. Tetapi juga kepada banyak anggota Dewan. Agar Rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mu­lus disahkan pada 6 April lalu, ada upaya mengerahkan kedatangan anggota Dewan supaya kuorum. “Saya ditawari Rp 100 juta oleh sesama anggota Dewan,” kata Fajar Si­dik, politikus Gerindra, Rabu (13/4/2016).

Inggard Joshua, anggota lain, menutur­kan bahwa informasi suap untuk memu­luskan rancangan tersebut sudah merebak sejak tahun lalu, persisnya sejak Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mulai mencan­tumkan kontribusi tambahan pengembang reklamasi sebesar 15 persen. “Waktu itu saya dengar ada uang Rp 5 miliar dibagi­kan,” ujar politikus NasDem itu.

Pengembang keberatan dengan kontri­busi tambahan itu karena mereka sudah di­wajibkan membangun 40 persen lahan tiap pulau untuk ruang terbuka hijau, jalan, dan taman, plus 5 persen untuk fasilitas khu­sus seperti rumah susun bagi pegawai pu­lau yang tak mampu membeli apartemen. Pengembang meminta DPRD menurunk­annya menjadi 5 persen dalam Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Ka­wasan Strategis Pantai Utara. (*)

============================================================
============================================================
============================================================