santoso_20160121_112235WASHINGTON, TODAY — Otori­tas Amerika Serikat (AS) mema­sukkan teroris asal Indonesia, Santoso, ke dalam daftar teroris global. AS juga memblokir se­luruh aset milik Santoso yang disebut sebagai pendukung ke­lompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ini.

Dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Rabu (23/3/2016), Departemen Luar Negeri (Deplu) AS menyatakan Santoso telah dimasukkan ke dalam daftar teroris global atau Specially Designated Global Ter­rorists (SDGT). Santoso yang berasal dari Poso, Sulawesi Tengah, ini sudah 3 tahun terakhir diburu polisi.

“Sebagai dampak dari penunjukan ini, seluruh prop­erti dalam yurisdiksi AS yang terkait dengan Santoso diblokir dan semua warga AS dilarang terlibat transaksi apapun dengan Santoso,” demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS.

Dalam daftar SDGT itu, San­toso disebut sebagai pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT), yang bertanggung jawab atas sejumlah pembunuhan dan penculikan di Indonesia dalam beberapa tahun tera­khir. MIT sendiri sudah masuk dalam daftar SDGT otoritas AS. “Langkah ini menjadi pemberi­tahuan kepada publik AS dan komunitas internasional bahwa Santoso secara aktif terlibat ter­orisme,” demikian disampaikan Deplu AS. Disebutkan juga bahwa dengan ma­suknya nama Santoso ke dalam SDGT, maka terbuka jalan bagi penegak hu­kum AS untuk menindak Santoso. “Ini memungkinkan adanya tindakan ter­koordinasi dari pemerintah AS dan ber­sama mitra internasional untuk mence­gah aktivitas teroris, termasuk dengan menolak akses bagi mereka ke dalam sistem keuangan AS dan memungkink­an tindakan tegas penegak hukum AS,” imbuh Deplu AS dalam statemennya.

Sementara itu, Markas Besar Polri menyebut pemerintah Amerika Serikat memasukkan Santoso ke dalam daftar teroris berdasarkan inisiatif sendiri.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Anton Charliyan, mengatakan Polri tidak mengusulkan nama pemimpin MIT itu untuk dima­sukkan ke dalam daftar teroris Paman Sam.

BACA JUGA :  Aniaya Ayah Kandung hingga Tak Sadarkan Diri, Anak Durhaka di Lampung Ditangkap

Karena itu, menurut Anton, peneta­pan Santoso sebagai teroris di Amerika Serikat membuktikan ancamannya su­dah berskala internasional. “Buktinya di tempat Santoso (Poso, Sulawesi Ten­gah) ada warga asing dari Uighur. Selain itu ada pendanaan juga dari ISIS,” kata Anton di Mabes Polri, Rabu (23/3/2016).

Santoso memang sudah lama dise­but polisi sudah berafiliasi kepada ISIS atau Negara Islam Irak dan Suriah. Hal itu juga nampak dalam video ancaman Santoso terhadap istana negara yang menyertakan bendera hitam khas ISIS.

Video tersebut diunggah oleh akun Facebook bernama Bahrun Naim Ang­gih Tamtomo, akhir 2015 lalu. Bahrun diyakini Polri berada di Suriah, menjadi petinggi ISIS yang mengotaki seran­gan teror di Thamrin, Jakarta, sebulan setelahnya.

Anton mengatakan pemerintah Indonesia, termasuk Polri, memang bekerjasama dalam pertukaran infor­masi dengan Amerika Serikat dalam penanggulangan terorisme. Karena itu, kata Anton, wajar saja jika Amerika Serikat memasukkan nama Santoso ke dalam daftar teroris. “Mungkin mer­eka punya data sendiri. Karena teror­isme ini kan kejahatan internasional,” ujarnya.

Penetapan status ini, kata Anton, adalah kewenangan masing-masing negara. Karena itu, tidak mungkin Polri meminta Amerika untuk menetapkan Santoso sebagai terduga teroris.

Kementerian Luar Negeri AS me­nyatakan Santoso dimasukkan dalam daftar Specially Designated Global Terrorists (SDGT). Semua orang yang masuk dalam SDGT akan dibekukan asetnya di AS. Selain itu, AS melarang warganya untuk berhubungan den­gan orang-orang dalam daftar ini serta memberikan mandat bagi aparat untuk melakukan tindakan hukum. “Sebagai hasil dari penetapan ini, semua prop­erti dalam yurisdiksi AS yang memiliki kepentingan dengan Santoso diblokir dan warga AS secara umum dilarang bertransaksi dengan Santoso,” bunyi pernyataan Kemlu AS.

BACA JUGA :  Libur Lebaran 2024 di Bogor Aja, Sahira Hotel Siapkan Promo Spesial Plus Tiket Rekreasi

Saat ini Santoso sendiri belum ber­hasil ditangkap dan masih bersembu­nyi di Pegunungan Biru, Poso, Sulawesi Tengah. Pria yang diduga bertanggung jawab atas serangkaian serangan teror­is itu kini diburu lewat operasi bersandi Tinombala, setelah operasi Camar Ma­leo yang digelar sepanjang 2015 gagal menangkapnya.

Tak Butuh Bantuan Asing

Meski belum juga berhasil menang­kap Santoso, Anton mengatakan Polri tidak berencana meminta bantuan pasukan Amerika Serikat yang sudah mengakui ancaman si teroris.

Buktinya, petugas belakangan terus menerus terlibat dalam baku tembak dengan kelompok Santoso. “Bantuan pasukan tidak, karena kita masih mam­pu. Kerjasama cukup pertukaran data saja, masalah bangsa dan negara kita selesaikan sendiri,” kata Anton.

Dia mengatakan, keberhasilan menangkap Santoso hanya soal waktu. Kini, teroris berjulukan Pak Bos itu su­dah terdesak di pegunungan yang ber­medan berat. “Orang luar negeri malah tidak akan mampu dihadapkan medan berat seperti ini,” kata Anton.

Soal ini, Ketua DPR Ade Komaru­din menilai, simpatisan ISIS Santoso alias Abu Wardah wajar masuk dalam daftar teroris yang harus diwaspadai dan diburu Amerika Serikat. Pemimpin Mujahidin Indonesia Timur itu dinilai membahayakan. “Mungkin Amerika melihat sudah di tingkat sangat berba­haya makanya dimasukkan dalam salah satu orang yang mengancam keamanan internasional,” kata Ade di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (23/3/2016).

Ade menuturkan, Pemerintah Joko Widodo serius menangani perkara Santoso. Dia juga meyakini adanya gebrakan dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang baru, Inspektur Jenderal Tito Karnavian. “Tito di BNPT akan ada ge­brakan. Kelompok Santoso tidak seper­ti yang didengungkan. Mereka bisa dia­tasi pemerintah, kepolisian dan TNI,” tandasnya.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================