20151015_133925Menu ayam merupakan makanan yang biasa dijumpai di banyak tempat. Selain ayam goreng, yang cukup favorit dari menu unggas tersebut adalah ayam bakar. Ya, bisnis kuliner olahan ayam kian menjamur. Ini ditandai dengan makin banyaknya pelaku usaha terjun ke bisnis serupa. Salah satu pemainnya adalah Eddy Nugroho Eko Isprasetyo dengan bendera usaha Ayam Bakar Bang Juned di kawasan Bantarjati, Kota Bogor.

Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]

Eddy Nugroho men­gatakan, Ayam Bakar Bang Juned memulai de­butnya pada Juli 2013 den­gan memanfaatkan lapak di depan Masjid Arrahman, Bangba­rung, Kota Bogor. Dari lapak terse­but, pria yang sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan alat berat ini mampu mencetak omzet hingga be­lasan juta rupiah per bulan. Padahal, Eddy mendirikan usaha tersebut atas dasar ketidak sengajaan. Seperti apa?

Tidak mudah bagi Eddy dalam mengembangkan usahanya itu. Ia bercerita, sejumlah rintangan per­nah dihadapi sebelum akhirnya men­uai hasil yang cukup bagus seperti sekarang.

“Saya dulu kerja kantoran di pe­rusahaan alat berat selama empat tahun. Rutinitas padat bikin saya di­vonis Hepatitis A oleh dokter. Saya sempet istirahat setengah tahun dan masuk lagi bekerja. Pikiran saya ke­mudian bilang kenapa nggak berwi­rausaha saja ya,” ungkap Eddy ke­pada BOGOR TODAY.

Bisnis pakaian dipilihnya karena saat itu bertepatan dengan momen Idul Fitri sekitar 2012. Eddy meman­faatkan mobilnya untuk dijadikan out­let berjalan dan menjajakan pakaian di kawasan Taman Kencana. Omzetnya pun dibilang cukup menggiurkan.

“Tapi ternyata saya kurang cocok di bisnis baju. Saya manfaatkan inter­net untuk mencari info usaha yang cocok untuk saya. Kemudian terpikir buat buka usaha ayam potong. Saya buat kandang di samping rumah dan menjual 100 ekor ayam,” kata suami dari Devi Silvia Astusi itu.

Tidak hanya menjual untuk ke­butuhan rumah tangga, Eddy men­gatakan bahwa ayam potongnya ia ja­jakan pula ke restoran-restoran yang dekat dengan lokasi rumahnya. “Ke­mudian salah satu klien restoran ada yang mau untuk disuplay ayam oleh saya. 15 ekor ayam per hari harus saya kirim ke restoran itu,” terang dia.

Berhubung masih minim pengala­man, restoran yang Eddy datangkan ternyata menolak ayam kiriman Eddy. Bukan karena kualitas ayam­nya, melainkan berat bobot ayam­nya. “Saya baru tahu kalau ayam potong yang dikirim harus memiliki berat 9 ons. Sedangkan ayam yang saya jual kualitas bagus dengan bo­bot besar sekitar 1,3 kg. Akhirnya ayam yang saya kirim ditolak. Kalau didiamkan ayam ini akan hancur atau bau,” ceritanya.

Meski sedikit kecewa, Eddy rupan­ya tidak mau larut dalam kekecewaan tersebut. Ia kemudian mencari solusi agar ayam ini tetap terjual. Seperti biasa, Eddy memanfaatkan teknologi internet di smartphone-nya untuk mencari resep olahan ayam.

“Akhirnya kepikiran buka ayam ba­kar. Hari itu juga pas ditolak restoran, saya cari resep bumbu ayam bakar. Kemudian saya langsung aplikasikan. Kemudian, saya dan istri beranikan diri buka lapak seberang Masjid Ar­rahman Bangbarung,” katanya.

Lagi-lagi, usahanya tak semulus apa yang dibayangkan. Ia sempat dimaki-maki oleh konsumen karena ada bercak darah pada potongan ayam yang ia jajakan. “Ayam uku­ran besar ternyata mengolahnya lebih sulit. Kritik dari konsumen saya terima untuk diperbaiki. Saya terus perdalam lagi cara memasak dan mengolah ayam berukuran besar,” tandasnya.

Akhirnya, Eddy menemukan kom­posisi yang pas terhadap menu ayam bakarnya. Sejumlah konsumen pun kepincut membeli ayam bakar ola­han Eddy. Promosi mulut ke mulut dan sosial media membantu mencut­kan nama Ayam Bakar Bang Juned.

Dari awalnya hanya beberapa potong terjual, kini Eddy mengaku bisa menjual minimal 10 ekor per hari dengan omzet belasan juta ru­piah per bulan. “Order banyak ketika jelang makan siang. Kebetulan saya sediakan jasa pesan antar. Selain karyawan kantoran, Alhamdulillah sejumlah instansi seperti pemerin­tahan, perbankan dan perusahaan swasta lainnya kadang pesan nasi box dengan menu ayam bakar ke kami,” imbuhnya.

Eddy menjelaskan, bahwa kenapa konsumen harus memilih Ayam Ba­kar Bang Juned untuk ursan perut. “Kita punya nilai plus, misalnya ayam saya lebih besar ukurannya. Satu ekor ayam saya cuma potong menjadi empat bagian. Bisa diantar walaupun beli cuma satu potong. Kemudian, saya main dibumbu dan sambal. Saya jamin walau harga ca­bai naik, kualitas rasa pedasnya tidak akan berkurang. Rasanya juga tidak kalah karena bumbu mereap dan tekstur ayam bakar yang lembut,” tandasnya.

Di Ayam Bakar Bang Junes, kon­sumen bisa menyantapnya hanya dengan rogoh kocek mulai Rp15 ribu per potongnya hingga Rp58 ribu per ekor. “Kita buka jam 11:00 atau sata jam makan siang. Kadang-kadang jam tiga atau jam empat sudah habis, ucap dia.

Ke depan, Ayam Bakar Bang Juned memiliki obsesi untuk men­jadi sebuah restoran. Saat ini, usaha Eddy tersebut masih berupa lapak semi permanen di Jalan Kresna raya, Bantarjati, Kota Bogor atau belakang Masjid Arrahman.

“Saya ingin bisnis ini juga bisa bermanfaat bukan orang lain. Ban­yak yang menawarkan franchise. Tapi saya takut rasa akan berubah. Jangan sampai mengahncurkan rasa yang sudah dijaga selama ini. Secara profit memang menggiurkan, tapi belum. Paling saya berniat akan buka restoran,” pungkasnya.

(Apriyadi Hidayat)

============================================================
============================================================
============================================================