Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Bogor tahun anggaran 2016 mencatakan defisit mencapai Rp 800 miliar. Pemangkasan beberapa program di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) jadi solusi agar defisit tidak terlalu gendut.
Oleh : Rizky Dewantara
[email protected]
Sekretaris Daerah Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat mengungkapka, pembaÂhasan APBD 2016 masih alot lantaran defisit yang hampir mencapai setengah dari APBD tahun 2015 Kota Bogor sebeÂsar Rp 2,3 triliun.
“Sekarang semua Kepala SKPD masih membahasnya bersama deÂwan untk memangkas beberapa program supaya defisit bisa ditutÂup. Masih kami upayakan kok supaÂya segera selesai,†kata Ade Sarip, Selasa (17/11/2015).
Sementara Ketua Komisi C DPRD Kota Bogor, Yus Ruswandi justru menyalahkan Badan PerÂencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang kurang cakap dalam melakukan perhitungan hingga mengakibatkan defisit yang kelewat tinggi.
“Seharusnya ini dapat disÂelesaikan diawal dan bukan dalam pembahsan RABPD. Apalagi denÂgan batas waktu yang mepet, kita pun harus cepat menyelesaikanÂnya,†tegas politisi Golkar itu.
Sementara Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia meniÂlai, lambatnya Pemkot Bogor dalam membahas RAPBD telah berkonÂtribusi untuk memiskinkan rakyÂatnya. Karena, APBD merupakan otoritas parlemen.
“Tidak boleh ada transaksi keuangan diluar persetujuan DPRD. Artinya, karena tidak boleh transaksi, maka kesempatan maÂsyarakat menikmati pembangunan dan fasilitas pelayanan publik akan tertunda,†tukas Direktur Kopel, SyÂamsudin Alimsyah.
Ia berpendapat, tidak adanya kejelasan dari DPRD dan Pemkot Bogor dalam pembahasan RAPBD 2016, membuat anggota DPRD dan Walikota Bogor terancam tidak mendapatkan gaji selema enam buÂlan berturut-turut.
Pasalnya, kata dia, pemerintah pusat memberi batas waktu kepaÂda setiap pemerintah daerah agar mnyelesaikan pembahasan RABPD sebelum tanggal (31/11/2015), hal ini tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Syamsudin menegaskan, PemÂkot Bogor bisa tetap belanja sebeÂlum ada persetujuan DPRD Kota Bogor dan hal tersebut merupakan belanja rutin pegawai, kantor dan bencana ulang. Ia menambahkan, diluar itu tidak boleh, karena akan melanggar aturan.
“Kepala daerah memang dibenarkan menerbitkan peraturan Walikota tentang APBD tahun 2016 tanpa persetujuan DPRD. Namun jumlahnya harus mengikuti APBD tahun sebelumnya yang disetujui dalam bentuk perda,†bebernya.
Menurut Syamsudin, oleh sebab itu daerah-daerah yang APBDnya terlambat akan berdampak pada kepala daerah dan anggota DPRDÂnya, yang akan dikenakan hukuÂman berupa penahanan gaji atau selama 6 bulan tidak boleh terima gaji.
“Hal ini diatur dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014, disebutkan bahwa kepala daerah, wakil kepala daerah, dan anggota DPRD tidak akan menerima antara lain gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lain-lain selama enam bulan,†pungkasnya. (*)