angkot-demoBOGOR, TODAY - Fenomena jalan­an Kota Bogor tak seperti biasanya. Selasa (7/10/2015), hampir sepan­jang jalan protokol dan alternatif tak macet seperti hari biasanya. Bo­gor selalu dibanjiri angkot, kema­rin tampak lengang. Ratusan ang­kot dari beberapa trayek rupanya menggelar aksi mogok massal. Se­lain mogok, para sopir juga meng­gelar demo di Balaikota Bogor.

Ketua Asosiasi Pengemudi An­gkutan Kota Bogor Muhammad Gobin, mengatakan aksi mogok massal sopir angkot tersebut di­lakukan sebagai penolakan ter­hadap kebijakan Pemerintah Kota Bogor yang akan melarang angkot tidak berbadan hukum beropera­si, bahkan izin trayeknya dicabut atau dibekukan. “Pemkot memak­sa pemilik angkot harus masuk koperasi, CV, atau PT dengan alasan agar ber­badan hukum. Kalau tidak, izin akan dibeku­kan,” katanya.

Keberatan dan penolakan pemilik angkot dengan pemberlakuan angkot berbadan hukum disebabkan adanya rencana balik nama surat tan­da nomor kendaraan dan buku pemilik kendara­an bermotor atas nama koperasi. “Adanya badan hukum atas nama koperasi balik nama STNK dan BPKB sangat merugikan dan dikhawatirkan adan­ya penyalahgunaan nama,” ujar Gobin, yang juga pengemudi angkot 03 Baranangsiang-Bubulak.

Ratusan pengemudi angkot yang melaku­kan aksi mogok operasi tersebut adalah trayek 03 (Baranangsiang-Bubulak), 02 (Sukasari-Bubulak), 14 Pasir Kuda-Bubulak, dan 15 Setu Gede-Terminal Merdeka.

Pantauan BOGOR TODAY, puluhan sopir an­gkot memenuhi Balai Kota Bogor, Jl IR H. Juan­da, sejak pukul 10:00. Mereka menolak aturan angkutan kota (angkot) menjadi berbadan hu­kum dan dikelola oleh pemerintah.

BACA JUGA :  Timnas Indonesia Kontra Korea Selatan di 8 Besar Piala Asia U-23

Massa yang berdemo merupakan para sopir yang punya angkot sendiri, pengusaha angkot dan sopir yang bekerja di pengusaha an­gkot. Mereka berorasi sambil membawa span­duk bertuliskan “Kami pengusaha angkutan se-Bogor menolak balik nama STNK, BPKB dan izin trayek menjadi badan hukum”.

Salah satu sopir angkot, Ukap Sujay(40), mengaku menolak angkot memiliki badan hu­kum. “Kami jelas menolak karena ini merugikan. Sekarang pikir saja kalau punya rumah terus di­ambil orang, terima nggak?” kata Ukap.

Ukap menolak jika angkot dijadikan penye­bab macetnya jalan di Kota Bogor. Menurutnya kemacetan di sana karena banyaknya mobil pribadi. “Katanya angkot bikin macet, padahal macet karena kendaraan pribadi, ojek dan mo­bil preman,” ujar Ukap.

Enam perwakilan sopir angkot berada di dalam Balai Kota untuk proses mediasi dengan pihak pemda. Jika tuntutan mereka tidak di­penuhi, mereka akan tetap bertahan berdemo di Balai Kota sampai tuntutan dikabulkan.

Menurut penuturan para pendemo, di Bo­gor ada 9 koperasi miliki pengusaha yang ber­fungsi untuk mengatur angkot. Dengan adanya balik nama ini maka koperasi akan diambil alih pemerintah, baik itu STNK dan BPKB angkot juga akan dibalik nama. Sehingga pemerintah bisa lebih mudah mengatur angkot di Bogor.

BACA JUGA :  Seleksi Paskibraka Kota Bogor Dibuka, Pendaftaran Online Jaring 36 Siswa

Akibatnya terjadi penumpukan penumpang di beberapa titik. Penumpukan paling banyak terjadi di Stasiun Bogor, selain juga beberapa terminal pemberhentian angkutan umum di Kota Bogor. “Penumpukan penumpang banyak di Stasiun Bogor,” kata Rifai(30), warga Cibogor, Kota Bogor, Selasa (6/10/2015).

Penelusuran BOGOR TODAY, ada tiga trayek yang melakukan aksi mogok. Yaitu trayek 03 rute Bubulak-Baranang Siang, trayek 02 rute Sukasari-Bubulak, dan trayek 14 rute Bubulak-Ciawi. “Aksi mereka di beberapa titik, seperti di Terminal PGB dekat stasiun, daerah Ciomas, dan Balai Kota,” kata Rifai.

Aksi berjalan tertib karena dikawal petugas kepolisian. Sebagian angkot yang mengikuti demonstrasi memasangkan spanduk dan kar­ton di badan mobil. Demonstrasi sendiri terkait penolakan rencana pemerintah kota tentang angkot berbadan hukum.

Nasib serupa dialami Nur Rosiana Putri (20). Begitu turun dari kereta, Nur kebingun­gan mencari cara menuju Cimanggu. Dia syok karena angkot yang biasa mengantarnya pergi ke Cimanggu tidak ada. Nur juga tidak memi­liki alternatif lain untuk sampai ke tujuan. Alat transportasi berupa ojek pangkalan dirasa tidak sesuai dengan kantongnya. “Kalau nggak ada angkot saya bingung mau naik apa. Naik ojek mahal Rp 30 ribu,” ucap dia, sambil jalan kaki untuk memikirkan langkah selanjutnya.

(Rizky Dewantara|Yuska Apitya)

============================================================
============================================================
============================================================