473012_620JAKARTA, TODAY — Badan Intelejen Negara (BIN) dan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keaman­an (Kemenkopolhukam) RI menjadi institusi negara yang paling bertanggungjawab dalam tragedi ledakan bom di kawasan Thamrin, Sarinah, Jakarta Pusat.

Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso mengakui kecolongan. Ia mengatakan, investigasi insiden leda­kan dan serangan yang dilakukan sekelompok orang bersenjata api di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, memerlukan waktu. “Tak bisa dijawab langsung, nanti malah ngawur,” ucapnya kepada wartawan di sekitar lo­kasi kejadian di Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016).

Sutiyoso tak menjawab banyak saat ditanya apakah BIN dan kepolisian telah kecolongan terkait dengan aksi teror kali ini. “Terserahlah soal itu,” ujarnya.

Menurut dia, yang terpenting untuk dalam waktu dekat adalah menghindari tempat-tempat yang berpotensi baha­ya. “Saat ini semua wilayah siaga satu. Aparat kepolisian, petugas intelijen, semuanya siaga,” tutur Sutiyoso.

Dia mengatakan pihaknya belum mengetahui pasti identitas kelompok yang melakukan teror bom dan seran­gan tersebut. “Kami belum tahu. Itu juga butuh waktu untuk penyelidikan.”

Pada 21 Desember 2015, Sutiyoso menyatakan Indonesia sedang dalam siaga satu ancaman terorisme. Hal ini merupakan buntut penangkapan sembi­lan terduga teroris di beberapa daerah. Dia sempat mengimbau masyarakat berperan aktif dalam aksi pencegahan. “Kembali, kuncinya pada masyarakat. Ka­lau ada yang aneh atau tak lazim, harus cepat lapor kepada kami,” ujar Sutiyoso.

Jajaran kepolisian sejauh ini me­mastikan pelaku pengeboman kemarin adalah Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Asia Tenggara binaan Abu Bakr Al-Bagdhadi.

Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian memastikan bahwa pelaku teroris di Gedung Cakrawala dan Jalan Thamrin Jakarta Pusat berhubungan dengan ke­lompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang berpusat di Raqqa. “Jaringan pelaku berhubungan dengan ISIS yang berpusat di Raqqa,” kata Tito di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/1/2016).

BACA JUGA :  Masyarakat Diberikan Pemahaman Epilepsi Oleh RSUD Leuwiliang

Di bawah Abu Bakr Al-Bagdhadi, ISIS mengubah strategi. Menurut Tito, mereka tak lagi menyerang di kawasan Suriah dan Irak, melainkan mulai me­lebar ke seluruh dunia. ISIS, kata Irjen Tito, membuka cabang di seluruh dunia untuk melancarkan operasinya, seperti di Prancis, Turki dan Asia Tenggara.

Di Asia Tenggara saat ini tengah ter­jadi persaingan untuk merebutkan kursi pimpinan tertinggi ISIS. Salah satunya melibatkan kelompok Bahrum Naim. Pelaku teror di Jakarta hari ini meru­pakan kelompok Bahrum Naim.

Nama Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo alias Naim pertama kali mencuat ke permukaan ketika di­tangkap oleh Densus 88/Anti-Teror pada 9 November 2010. Saat itu Naim ditang­kap bersama sejumlah barang bukti berupa ratusan butir amunisi ilegal.

Meskipun ditangkap oleh Densus, di persidangan yang digelar di PN Sura­karta, Naim tidak dijerat dengan UU Ter­orisme. Dia ‘hanya’ dijerat dengan Daru­rat No 12/1951 tentang Kepemilikan Senjata Api dan Bahan Peledak. Putusan majelis hakim di PN Surakarta pada 9 Juni 2011 menjatuhkan vonis penjara 2 tahun 6 bulan terhadap Muhammad Naim karena tanpa kewenangan meny­impan 533 butir peluru laras panjang dan 32 butir peluru kaliber 9 mm.

Dalam persidangan Naim menolak disebut sebagai pemilik amunisi terse­but. Dia menyebutkan tas ransel hitam berisi ratusan amunisi tersebut sebagai barang titipan kenalannya yang ber­nama Purnomo Putro sejak pada tahun 2005. Purnomo hingga saat ini masuk DPO kepolisian atas dugaan terlibat ke­giatan terorisme.

BACA JUGA :  Kebakaran Hanguskan Bangunan SD Negeri di Madina saat Jelang Sahur

Namun demikian dalam tuntutan jaksa maupun vonis hakim, persoalan menyembunyikan informasi tentang keberadaan buron tersebut tidak per­nah disebut. Dalam tuntutannya jaksa menuntut Naim dipenjara selama lima tahun hanya untuk pelanggaran meny­impan amunisi tersebut.

Setelah bebas dari penjara, Naim kembali berkiprah bersama jaringan­nya. Dia kemudian diketahui bergabung dengan kelompok ISIS. Namanya sering muncul dalam pemberitaan hampir setiap kali ada WNI yang diketahui ber­gabung sebagai simpatisan ISIS.

Nama Naim semakin kuat disebut ter­kait hilangnya seorang mahasiswi semes­ter akhir di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Maret 2015 lalu. Siri Lestari, mahasiswi asal Demak, terakhir kali berkomunikasi dengan keluarga me­minta kiriman uang Rp 3,5 juta untuk biaya perkuliahan. Namun setelah itu dia justru meninggalkan perkuliahan.

Sugiran, ayahnya, mendapat infor­masi bahwa Siti pindah kontrakan bersa­ma seorang lelaki bernama Bahrun Naim. Setelah didatangi, ternyata rumah kon­trakan itupun telah kosong. Siti, kata Su­giran, memang pernah pulang ke rumah bersama seorang lelaki bernama Bahrun Naim yang diperkenalkan sebagai calon suaminya. “Terus terang saat itu kami ti­dak setuju karena lelaki itu masih punya istri dan juga sudah punya anak. Kami dengar informasi saat ini Bahrun Naim itu sekarang suah berada di Suriah. Kami tidak tahu persis keberadaan Siti saat ini,” ujar Sugiran kepada wartawan saat itu.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================