JAKARTA, TODAY — Badan Intelejen Negara (BIN) dan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan KeamanÂan (Kemenkopolhukam) RI menjadi institusi negara yang paling bertanggungjawab dalam tragedi ledakan bom di kawasan Thamrin, Sarinah, Jakarta Pusat.
Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso mengakui kecolongan. Ia mengatakan, investigasi insiden ledaÂkan dan serangan yang dilakukan sekelompok orang bersenjata api di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, memerlukan waktu. “Tak bisa dijawab langsung, nanti malah ngawur,†ucapnya kepada wartawan di sekitar loÂkasi kejadian di Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016).
Sutiyoso tak menjawab banyak saat ditanya apakah BIN dan kepolisian telah kecolongan terkait dengan aksi teror kali ini. “Terserahlah soal itu,†ujarnya.
Menurut dia, yang terpenting untuk dalam waktu dekat adalah menghindari tempat-tempat yang berpotensi bahaÂya. “Saat ini semua wilayah siaga satu. Aparat kepolisian, petugas intelijen, semuanya siaga,†tutur Sutiyoso.
Dia mengatakan pihaknya belum mengetahui pasti identitas kelompok yang melakukan teror bom dan seranÂgan tersebut. “Kami belum tahu. Itu juga butuh waktu untuk penyelidikan.â€
Pada 21 Desember 2015, Sutiyoso menyatakan Indonesia sedang dalam siaga satu ancaman terorisme. Hal ini merupakan buntut penangkapan sembiÂlan terduga teroris di beberapa daerah. Dia sempat mengimbau masyarakat berperan aktif dalam aksi pencegahan. “Kembali, kuncinya pada masyarakat. KaÂlau ada yang aneh atau tak lazim, harus cepat lapor kepada kami,†ujar Sutiyoso.
Jajaran kepolisian sejauh ini meÂmastikan pelaku pengeboman kemarin adalah Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Asia Tenggara binaan Abu Bakr Al-Bagdhadi.
Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian memastikan bahwa pelaku teroris di Gedung Cakrawala dan Jalan Thamrin Jakarta Pusat berhubungan dengan keÂlompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang berpusat di Raqqa. “Jaringan pelaku berhubungan dengan ISIS yang berpusat di Raqqa,†kata Tito di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/1/2016).
Di bawah Abu Bakr Al-Bagdhadi, ISIS mengubah strategi. Menurut Tito, mereka tak lagi menyerang di kawasan Suriah dan Irak, melainkan mulai meÂlebar ke seluruh dunia. ISIS, kata Irjen Tito, membuka cabang di seluruh dunia untuk melancarkan operasinya, seperti di Prancis, Turki dan Asia Tenggara.
Di Asia Tenggara saat ini tengah terÂjadi persaingan untuk merebutkan kursi pimpinan tertinggi ISIS. Salah satunya melibatkan kelompok Bahrum Naim. Pelaku teror di Jakarta hari ini meruÂpakan kelompok Bahrum Naim.
Nama Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo alias Naim pertama kali mencuat ke permukaan ketika diÂtangkap oleh Densus 88/Anti-Teror pada 9 November 2010. Saat itu Naim ditangÂkap bersama sejumlah barang bukti berupa ratusan butir amunisi ilegal.
Meskipun ditangkap oleh Densus, di persidangan yang digelar di PN SuraÂkarta, Naim tidak dijerat dengan UU TerÂorisme. Dia ‘hanya’ dijerat dengan DaruÂrat No 12/1951 tentang Kepemilikan Senjata Api dan Bahan Peledak. Putusan majelis hakim di PN Surakarta pada 9 Juni 2011 menjatuhkan vonis penjara 2 tahun 6 bulan terhadap Muhammad Naim karena tanpa kewenangan menyÂimpan 533 butir peluru laras panjang dan 32 butir peluru kaliber 9 mm.
Dalam persidangan Naim menolak disebut sebagai pemilik amunisi terseÂbut. Dia menyebutkan tas ransel hitam berisi ratusan amunisi tersebut sebagai barang titipan kenalannya yang berÂnama Purnomo Putro sejak pada tahun 2005. Purnomo hingga saat ini masuk DPO kepolisian atas dugaan terlibat keÂgiatan terorisme.
Namun demikian dalam tuntutan jaksa maupun vonis hakim, persoalan menyembunyikan informasi tentang keberadaan buron tersebut tidak perÂnah disebut. Dalam tuntutannya jaksa menuntut Naim dipenjara selama lima tahun hanya untuk pelanggaran menyÂimpan amunisi tersebut.
Setelah bebas dari penjara, Naim kembali berkiprah bersama jaringanÂnya. Dia kemudian diketahui bergabung dengan kelompok ISIS. Namanya sering muncul dalam pemberitaan hampir setiap kali ada WNI yang diketahui berÂgabung sebagai simpatisan ISIS.
Nama Naim semakin kuat disebut terÂkait hilangnya seorang mahasiswi semesÂter akhir di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Maret 2015 lalu. Siri Lestari, mahasiswi asal Demak, terakhir kali berkomunikasi dengan keluarga meÂminta kiriman uang Rp 3,5 juta untuk biaya perkuliahan. Namun setelah itu dia justru meninggalkan perkuliahan.
Sugiran, ayahnya, mendapat inforÂmasi bahwa Siti pindah kontrakan bersaÂma seorang lelaki bernama Bahrun Naim. Setelah didatangi, ternyata rumah konÂtrakan itupun telah kosong. Siti, kata SuÂgiran, memang pernah pulang ke rumah bersama seorang lelaki bernama Bahrun Naim yang diperkenalkan sebagai calon suaminya. “Terus terang saat itu kami tiÂdak setuju karena lelaki itu masih punya istri dan juga sudah punya anak. Kami dengar informasi saat ini Bahrun Naim itu sekarang suah berada di Suriah. Kami tidak tahu persis keberadaan Siti saat ini,†ujar Sugiran kepada wartawan saat itu.
(Yuska Apitya Aji)