Lelang proyek-proyek pemerintah, termasuk Badan Usaha Milik NegÂara (BUMN) memang tak pernah sepi dari perbincangan. Ada saja yang menyoal, banyak saja perkara yang disoalnya.
Soal proses tender di PT PLN (Persero), misalnya, diniÂlai rawan penyimpangan oleh kalanga DPR RI. Salah satu conÂtoh penyimpangan itu adalah pemenang proyek yang kemuÂdian memindahkan pekerjaan pada perusahaan lain atau di-subkontrakan. Ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) PLN dan Komisi VII DPR RI, di Gedung DPR, Kamis (28/1/2016).
“Yang saya dengar di PLN itu semua lelang online. Tapi yang terjadi banyak mafia di bawah. Karena lelang online masih bisa diÂpermainkan. Makanya saya menÂdukung sekali siapa pemenang lelang itu karena pernah terjadi. Misalnya saya pemenang, sama saya masih dilelang lagi di bawah,†kata salah anggota Komisi VII, MuÂhammad Nasir.
Dia menilai, sebagai perusaÂhaan besar dan melayani hajat hidup orang banyak, seharusÂnya PLN tak membiarkan prakÂtik-praktik percaloan dalam lelang bisa marak di lingkungannya.
“Itu kan lucu, kalau sudah menang terus dilelang lagi di bawah. Karena saya tahu PLN ngÂgak mau ambil pusing, yang pentÂing proposalnya jelas, lengkap. Kadang mereka hanya jadi calo, itu yang terjadi,†tandas Nasir.
Menanggapi hal tersebut, DirekÂtur Utama PLN, Sofyan Basir mengÂklaim sudah menerapkan aturan-aturan baru yang mempersempit ruang gerak makelar proyek di PLN. Salah satunya dengan memperketat pengalaman dan permodalan calon investor.
“Saya sepakat bahwa dengan pengalaman lama tadi, kami memÂbangun aturan baru agar yang datang itu betul-betul investor yang mempunyai modal, berpengalaÂman dan punya kapasitas. Itu yang kami harapkan. Mereka selama ini hanya sebagai penjual kontrak,†ujar Sofyan.
Selain itu, sambungnya, PLN kini juga tidak menerapkan pendaftaran lelang secara online untuk sejumlah proyek-proyek besar. “Memang MDU (material dasar utama) itu dengan online. Itu tendernya online, tapi untuk pembangkit besar tidak lagi online, karena ini tender internasiÂonal,†terang mantan direktur di BRI ini.
(Alfian Mujani|dtc)