DI tengah tren pelambatan pertumbuhan ekonomi, bank masih bisa berharap pertumbuhan bisnis dari segmen konsumsi, terutama kartu kredit. Alat gesek yang bisa membantu masyarakat membeli barang saat tidak memiliki uang tunai ini, diharapkan dapat meningkatkan bisnis perbankan. Bank Central Asia (BCA) misalnya, menargetkan jumlah kartu kredit yang beredar sampai akhir tahun ini mengalami kenaikan sebesar 9 persen.
Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]
Head Of Consumer Card BCA, Santoso bilang, perseroan menargetkan jumÂlah kartu yang beredar akhir tahun ini mencapai 2,72 juta kartu. Per awal September 2015, jumlah kartu kredit yang beredar mencapai 2,68 juta kartu.
Angka pertumbuhan kartu kredit ini, kata Santoso, menÂgalami kenaikan dibandingkan realisasi pertumbuhan kartu kredit tahun 2014 yang hanya sebesar 4%. Hal ini lantaran, masyarakat sudah lebih terÂedukasi dan lebih terinformasi mengenai aturan pembatasan pemilikan kartu kredit.
Seperti diketahui, Bank InÂdonesia mengeluarkan PeraÂturan Bank Indonesia (PBI) tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu. Nasabah yang memiÂliki pendapatan Rp 3 juta-Rp 10 juta hanya boleh memiliki maksimal dua dari bank penerÂbit kartu kredit. Lain soal jika nasabah memiliki pendapatan di atas Rp 10 juta.
Meski peraturan sudah lebih tersosialisasi kepada masyarakat, namun bank denÂgan kode emiten BBCA ini engÂgan menargetkan jumlah kartu kredit lebih tinggi lagi.
“Kami tidak akan terburu-buru dalan meningkatkan perÂtumbuhan bisnis ini. Karena kami ingin tetap menjaga agar bisnis kartu kredit lebih pruÂdent,†kata Santoso di Jakarta, Selasa (22/9).
Seiring meningkatnya jumÂlah kartu kredit yang beredar, bank yang terafiliasi dengan Grup Djarum ini juga memÂperkirakan terjadinya peningÂkatan transkasi.
Hingga akhir kuartal III- 2015, BCA memperkirakan pertumbuhan transaksi kartu kredit bisa tumbuh dikisaran 13%-14%. Pendorong utamanÂya, kata Santoso, adalah pengÂgunaan kartu kredit baru. SanÂtoso merinci, per Agustus 2015, terdapat peningkatan pengguÂnaan kartu kredit dibeberapa sektor seperti otomotif.
Menurutnya, hal ini terÂjadi karena masyarakat yang memiliki kendaraan bermoÂtor utamanya roda empat, ingin kendaraannya tetap terÂjaga dan terawat dengan baik. “Transaksi otomotif mengalaÂmi peningkatan untuk pembeÂlian sparepart. Mungkin ada pengereman pembelian mobil baru, tapi kendaraan tetap harus dirawat, jadi otomatis penggunaan kartu naik,†ucap Santoso.
Selain itu, katanya, volume transaksi kredit yang turut mengalami kenaikan adalah dari penggunaan untuk perÂjalanan atau travel dan juga sektor kesehatan. Namun, imÂbuh Santoso, dibeberapa sekÂtor industri seperti fesyen dan pembelian barang-barang maÂkanan dan minuman atau groÂceries, menglami penurunan yang cukup signifikan. “Ada beberapa industri defensif sepÂerti fesyen dan groceries. Ini karena daya beli masyarakat melemah, tapi ada juga sektor lain yang tetap tumbuh seperti health care dan otomotif,†ujar Santoso.
Hal ini mendorong tingÂginya volume transaksi kartu kredit BCA yang per bulanÂnya mencapai Rp 4 triliun. Kenaikan ini juga turut diikuti oleh kenaikan rasio kredit berÂmasalah atau non performing loan (NPL) kartu kredit.
Santoso bilang, per Agustus 2015, NPL kartu kredit BCA berada di level 1,7%. Per Mei, kata Santoso, NPL kartu kredit BCA berada di posisi 1,48%. Kenaikan NPL sekitar 20 basis poin ini, kata Santoso, dikareÂnakan kemampuan daya beli masyarakat yang mengalami penurunan dan lebih memilih untuk menabung.
Hingga akhir tahun, persÂeroan menargetkan NPL kartu kredit dapat dijaga dikisaran 1,5%. “Kenaikan NPL kartu kredit masih managable. TaÂhun lalu NPL kartu kredit hanÂya di 1,3%-1,4%. Karena secara periodikal, kami akan meningÂkatkan collection dan melakuÂkan write off,†katanya.
Catatan saja, jumlah kartu kredit yang tutup akibat ditÂerapkannya Peraturan Bank InÂdonesia (PBI) Nomor 14/2/2012 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu, di BCA hanya 2.000 kepÂing saja. Hingga Juni 2015, BCA mampu mengedarkan 97.000 kartu kredit baru. (KTN)