BOGOR, TODAY — Kementerian Pertahanan (Menhan) RI mewaÂjibkan pendidikan dan pelatihan (diklat) bela negara masuk ke dalam Kurikulum Wajib 2016. Program baru ini diklaim memiÂliki banyak manfaat, selain untuk mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran sikap dan perilaku menjunjung tinggi pentÂingnya aktualisasi negara, diklat bela negara ini merupakan upaya membangun karakter yang sadar akan hak dan kewajibannya.
Menteri Pertahanan RI RyÂamizard Ryacudu mengatakan, kebijakan ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mengÂhadapi multidimensionalitas anÂcaman yang membahayakan keuÂtuhan wilayah dan keselamatan bangsa. “Kita sinergitas dengan lembaga pendidikan seluruh InÂdonesia,†ujar Ryamizard usai meÂnutup program Diklat Bela Negara tingkat Nasional 2015, di UniversiÂtas Pertahanan, Sentul, KabupatÂen Bogor, Kamis (19/11/2015).
Menurut Ryamizard, ancaman terhadap sebuah negara saat ini, tidak lagi didominasi ancaman militer, tetapi sudah multidimensi dan berada di semua bidang keÂhidupan. Penanganannya tidak lagi hanya bertumpu pada TNI semata, akan tetapi menjadi uruÂsan kementerian/lembaga terkait. “Bahkan juga menjadi urusan seÂtiap warga negara sesuai peran dan profesinya,†ungkapnya.
Selain itu, pentingnya nilai-nilai bela negara ditanamkan pada lembaga pendidikan formil, denÂgan memasukan dalam kurikulum pendidikan di IndoneÂsia. Oleh karena itu, Ryamizard telah menyampaikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan, diklat bela negara dimasukkan ke kurikulum sekolah, mulai tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, SMP, SMA hingga perguÂruan tinggi. “Tentunya bobot pengenalan nilai-nilai bela negaÂranya beda dengan diklat bela negara tingkat nasional. Yang jelas bagaimana menimbulkan kebanggan menjadi anak bangÂsa, yang menghormati bendera merah putih, mencintai negara dan itu semua penting diterapkan sejak dini,†ujarnya.
Pemberian kurikulum bela negara di sekolah, diistilahkan RyÂamizard, menanam pohon. MenuÂrutnya, menanam sebuah pohon lebih bagus langsung dari bibitnya ketimbang dengan cara memoÂtong batangnya kemudian ditaÂnam. “Justru yang bagus menaÂnam itu dari bibit kemudian jadi pohon yang tumbuh jadi kuat,†jelas jenderal bintang empat purÂnawirawan TNI AD itu.
Sementara itu, Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan (PusÂdiklat) Bela Negara Kementerian Pertahanan RI Mayor Jenderal Hartind Asrin menambahkan piÂhaknya sudah mengusulkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi dan Kementerian Riset Teknologi tahun depan program diklat bela negara sudah bisa diterapkan di semua tingkatan pendidikan formil.
“Jadi nanti pelajaran diklat bela negara, di tingkat TK (TaÂman Kanak-kanak) kurikulumnya sudah ada. Masuknya kurikulum bela negara di tingkat TK, karena long term memorinya anak TK itu sangat bagus. Seperti di negara sahabat, seperti Singapura, merÂeka sudah diperkenalkan denÂgan sistem pertahanan negara, produk-produk alutsista, diajak menonton film tekait kondisi negara jika diserang dan sedang berperang. Bagaimana cara berÂjuang,†ungkapnya.
Sifat pendidikan bela negara di tingkat TK itu, jelas Hartind, lebih kepada jalan-jalan, bermain atau karya wisata. “Begitupun dengan di tingkat SD, pada prinÂsipnya kurikulum bela negara diterapkan tidak terlalu satu arah. Permainan, diskusi dan pemecahÂan masalah. Jadi di sini kita sudah membahas bagaimana metodoloÂgi pengajarannya, baik tingkat TK, SD, SMP dan SMA hingga tingkat perguruan tinggi,†tandasnya.
Ia memaparkan alasan haÂrus segera dilaksanakan program diklat bela negara masuk dalam kurikulum pendidikan di IndoneÂsia, karena berkaitan erat dengan program revolusi mental yang diÂcanangkan Presiden Jokowi.†Nah dalam konteks pertahanan impleÂmentasi revolusi mental adalah melalui bela negara,†paparnya.
(Yuska Apitya Aji)