Untitled-18JAKARTA TODAY – Perkembangan inflasi tahun 2016 diperkirakan menghadapi resiko musim tanam yang mundur akibat pen­garuh El-Nino. Hal itu menjadi resiko karena akan memen­garuhi peningkatan harga beras, dan ko­moditas pangan lain­nya seperti bawang dan sayuran.

“Banyak kendala di sektor perta­nian. Selain dam­pak El-Nino juga masalah penyusutan lahan,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardodjo, Minggu(20/3/2016).

Tahun lalu, pertanian menyumbang porsi pada produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar 11 persen. BI, kata Agus, optimistis ta­hun ini inflasi dapat dijaga dalam rentang 4±1 persen. Berbagai upaya telah disiapkan untuk mencapai target itu. Diantaranya dengan optimal­isasi Toko Tani Indonesia, penguatan Lembaga Distri­busi Pangan Masyarakat (LPDM), dan memperpendek jalur tata niaga. Disamping itu ada beberapa faktor yang dapat mengurangi tekanan inflasi terutama kebi­jakan pemerintah untuk menurunkan harga kelompok administered price meliputi tarif listrik, BBM, dan elpiji. Kebijakan ini diyakini dapat diterapkan seiring penu­runan harga minyak dunia.

Terus meroketnya harga cabai dan bawang, mem­buat Badan Pusat Statistik (BPS) was-was. Lantaran, kenaikan harga kedua komoditas pangan ini bakal me­micu inflasi bulan ini. “Yah, kita takutkan inflasi bulan ini, karena harga cabai dan bawang cukup tinggi akhir-akhir ini,” papar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo di Jakarta, kemarin.

Sasmito mengatakan, ada kemungkinan terjadi in­flasi pada Maret. Karena, kenaikan harga sejumlah ba­han pangan, seperti cabai dan bawang merah. Namun demikian, Sasmito memperkirakan inflasi pada Maret bakal rendah. Dan, tidak tertutup kemungkinan deflasi karena jadwal panen di bulan ini. Harga beras yang sempat mengalami kenaikan pada Februari dipastikan akan kembali turun.

BACA JUGA :  Ada Efek Jika Minum Kopi Setelah Makan Daging? Simak Ini

“Mungkin inflasi tapi tidak begitu besar, yah mu­dah mudahan, Maret ini inflasi cenderung kecil, mudah mudahan bisa deflasi,” paparnya.

Untuk itu Sasmito berharap pemerintah terus menjaga harga pangan ini tetap stabil sehingga laju in­flasi bisa juga dikendalikan dengan baik. “Kalau pemer­intah bisa mengendalikan harga cabai dan bawang, laju inflasi kita juga bisa kendalikan, terutama bagaimana membuat supply nya cukup dari berbagai sumber dan harganya cukup terjangkau,” tandasnya.

Sebelumnya, BPS mengumumkan pada Februari 2015 tercatat deflasi 0,36%, yang dipengaruhi oleh tu­runnya harga bahan makanan seperti cabai dan dag­ing ayam, serta penurunan harga bahan bakar minyak (BBM).

Dengan terjadinya deflasi Februari, maka sepan­jang tahun kalender Januari-Februari 2015 masih ter­catat deflasi 0,61%, karena pada Januari juga sempat mengalami deflasi sebesar 0,24%. Sekali lagi, jangan pernah remehkan cabai dan bawang. Bulan depan mungkin ganti daging dan telur.

Bank Indonesia (BI) sendiri, diyakini masih punya ruang kembali melakukan pelonggaran kebijakan mon­eter.

Ekonom Bank Permata Joshua Pardede, hal terse­but akan sangat dipengaruhi oleh keputusan pemer­intah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada April 2016, mendatang. ”Saya pikir, ruang itu memang ada, tapi subjeknya seperti ini. Apakah nanti pemerintah jadi menurunkan harga BBM lagi atau tidak. Rencananya kan efektif per 1 April. Kalau itu turun, bisa jadi BI rate akan turun lagi,” jelasnya, Min­ggu (20/3/2016).

BACA JUGA :  Cah Kangkung Ikan Asin, Menu Makan Sederhana saat Tanggal Tua

Pun demikian, lanjut dia, BI akan lebih berhati-hati pastinya dalam mengambil keputusan tersebut meski­pun masih ada ruang pelonggaran. BI akan melakukan assesment dahulu atas dampak dari penurunan BI rate yang kini menjadi 6,75% atau turun 25 basis poin (bps) dari sebelumnya 7%. “Kita lihat dari press rilisnya BI sendiri memang mereka akan lebih berhati-hati lagi kedepanya. Karena penurunannya juga sudah 3 bulan berturut-turut ya. Dan saya pikir BI akan melakukan as­sesment dulu, atas dampak dari penurunan BI rate ini,” kata dia.

Selain adanya ruang pelonggaran yang masih memungkinkan, menurutnya ekspektasi dari The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) sendiri yang memang sudah diturunkan, menjadi faktor pendorong untuk BI malakukan penurunan rate. “Mereka, menurunkan ekspektasi kenaikan fed rate (suku bunga acuan AS), dari 4 kali menjadi 2 kali saja,” kata dia.

Dia menambahkan, dari sisi inflasi dan neraca perdagangan juga menjadi faktor domestik lain yang menjadi penentu naik turunnya BI rate. Seperti inflasi yang nantinya dipastikan akan meningkat ketika rama­dhan dan neraca perdagangan yang memang surplus, tapi cenderung menurun. “Jadi itu semua faktor yang harus diantisipsi oleh BI dan itu menjadi indikasi buat rupiah sendiri apakah nanti akan lebih stabil lagi kede­pannya atau tidak. Dan seperti yang saya bilang tadi, kalau ada ruang pelonggaran, itu akan dilakukan BI setelah ada keputusan pemerintah untuk menurunkan harga BBM,” tandasnya.

(Yuska Apitya/dtk)

============================================================
============================================================
============================================================