Lagi-lagi masyarakat menghadapi ancaman kenaikkan harga beras. Pasalnya, panen padi di sejumlah daerah saat ini terancam gagal akibat terganjal banjir.
Oleh : Rishad Noviansyah|Yuska Apitya
[email protected]
Produksi beras yang diperkiÂrakan mencapai 3 juta ton pada Februari 2016 pun berkurang. Kementerian PerÂtanian (Kementan) berjanji, segera turun langsung melihat dampak banÂjir di berbagai daerah.
“Februari-Maret ini adalah punÂcak panen padi. Beras ada sekitar 3 juta ton (Februari). Beberapa tempat saya dengar kena banjir, saya dituÂgaskan Pak Menteri (Amran SulaimÂan) mengunjungi semua lokasi,” kata Dirjen Tanaman Pangan Kementan, , di Jakarta, Senin (15/2/2016).
Bila banjir tak segera surut, padi yang sudah mau panen bakal terÂgenang dalam waktu lama dan bisa gagal panen.
Hasil berharap banjir yang meÂnyerang pada tahun ini tidak parah. Sebab, produksi beras nasional bakal terganggu bila banjir tak segera suÂrut. “Mudah-mudahan nggak berÂdampak luas,” tukas dia.
Dia mengaku telah berupaya menekan gagal panen akibat banjir dengan menormalisasi jaringan iriÂgasi, menyiapkan pompa-pompa unÂtuk membuang air, dan membangun sumur-sumur untuk menyerap air di daerah-daerah rawan banjir. “Kita sudah normalisasi jaringan irigasi, pompa sudah disiapkan, kita juga sudah membangun sumur dalam, sumur dangkal untuk daerah yang rawan banjir,” tutupnya.
Kementerian Pertanian mengÂklaim bahwa dampak banjir terhaÂdap produksi padi pada awal tahun ini tak signifikan. Menurut catatan Kementan, hanya 2.000 hektare (ha) sawah yang tergenang banjir pada Januari lalu, sementara untuk bulan Februari masih dalam pendataan, tapi juga diperkirakan tak signifikan. “Luas areal sawah yang tergenang banjir pada Januari 2016 di bawah 2.000 ha, nggak signifikan terhadap produksi,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan, Suwandi, Senin (15/2/2016).
Dengan perhitungan produktiÂvitas sebesar 5,1 ton per ha, maka produksi padi hanya berkurang sebeÂsar 10.200 ton akibat banjir. “Nggak signifikan sama sekali, dampaknya sangat kecil,” ujar Suwandi.
Berdasarkan perhitungannya, pada luas panen Januari mencapai 460.000 ha dan menghasilkan 2,4 juta ton gabah kering giling (GKG). “Lalu, Februari kita akan panen 5 juta ton GKG, Maret 12,6 juta ton GKG, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2015,” paparnya.
Sementara itu, Dirjen Tanaman Pangan Kementan, Hasil SembirÂing telah berupaya menekan gagal panen akibat banjir dengan menorÂmalisasi jaringan irigasi, menyiapkan pompa-pompa untuk membuang air, dan membangun sumur-sumur unÂtuk menyerap air di daerah-daerah rawan banjir. “Kita sudah normalisasi jaringan irigasi, pompa sudah disiapÂkan. Kita juga sudah membangun sumur dalam, sumur dangkal untuk daerah yang rawan banjir,” tutupnya.
Tak Sesuai Target
Sementara itu, realisasi produksi padi di Kabupaten Bogor tidak sesuai target. Dari 40 ribu hektare, sawah dengan target produksi 6,3 ton gaÂbah kering per hektare, hanya tereÂalisasi 33.313 hektare yang berhasil dipanen.
Kepala Dinas Pertanian dan KehuÂtanan (Distanhut) Kabupaten Bogor, Siti Nuryanti, menjelaskan, hingga saat ini produksi gabah kering baru mencapai 84.625 ton dari target 95.200 ton. “Ancaman terbesar kami di panen raya Februari adlaah banjir di sejumlah tempat, terutama kawasan Bogor Timur,†kata dia, keÂmarin.
Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Bogor menÂcatat, sawah-sawah itu terletak di kaÂwasan Jalan Tranyogi, Cariu. “Hanya sawah-sawah yang ada di pinggir jalan saja,†kata Kasi Perlindungan Tanaman Pangan, Chrisnayana, keÂmarin.
Chris menambahkan, sawah yang tergenang itu memiliki posisi di bawah permukaan drainase jalan. Vegetasi tanah di lahan yang lebih tinggi dari sawah di Tansyogi kurang baik. “Sudah banyak pohon tinggi yang ditebang. Tapi, gorong-gorong yang baru dibangun, posisinya lebih tinggi dari sawah. Akhirnya, sawah jadi run off,†lanjutnya.
Anjlok 20 Persen
Sementara itu, serangan el nino yang menyebabkan kekeringan di berbagai daerah sentra padi, teruÂtama pada Oktober 2015 lalu, memÂbuat produksi padi pada Januari 2016 ini anjlok 20%, dibanding periÂode yang sama tahun lalu.
Menurut data Kementerian PerÂtanian (Kementan), luas panen pada Januari 2016 hanya 460.000 hektar (ha), dan menghasilkan 2,4 juta ton gabah kering giling (GKG). Sedangkan pada Januari 2015, luas panen mencapai 560.000 ha dengan produksi 3 juta ton GKG. Artinya, ada penurunan produksi beras hingga 20%. “Luas panen Januari tahun ini turun akibat el nino tahun lalu,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi KeÂmentan, Suwandi, di Jakarta, Senin (15/2/2016).
Dia menjelaskan, berkurangÂnya luas panen hingga 100.000 ha ini merupakan akibat kekeringan pada Oktober 2015. Musim tanam padi terganggu karena petani tiÂdak memperoleh cukup air. Musim tanam pun bergeser, baru masuk pada November saat hujan muÂlai turun. “Oktober kemarin kan kekeringan akibat el nino, petani nggak dapat air. Jadi petani baru mulai tanam padi pada November, bergeser sedikit,” ujarnya.
Meski demikian, menurutnya, seÂcara keseluruhan dampak el nino tiÂdak begitu terasa, karena Kementan telah melakukan berbagai antisipasi dan meningkatkan luas tanam pada bulan-bulan sebelumnya, sehingga produksi beras tetap terjaga. “Walau el nino, luas tanam pada 2015 tetap lebih tinggi dibanding 2014,” tukas Suwandi.
Penurunan produksi pada Januari 2016, sambungnya, juga bakal tertuÂtup oleh peningkatan produksi pada Februari-Maret 2016 dibanding FebÂruari-Maret 2015. “Februari kita akan panen 5 juta ton GKG, Maret 12,6 juta ton GKG, lebih tinggi dibanding 2015,” pungkasnya. (*)