Walikota BoÂgor, Bima Arya menÂgatakan bahwa posiÂsi Suharto sebagai Direktur PerÂencanaan dan Pembangunan Transportasi Jabodetabek, KeÂmentrian Perhubungan meruÂpakan tempat yang mampu menentukan pengembangan transportasi seJabodetabek.
“Iya, posisi pak Harto tenÂtunya sangat menentukan unÂtuk konsep pengembangan transportasi seJabodetabek,†singkat Bima saat ditemui BOÂGOR TODAY pada konfrensi pers CGM di Hotel 101 yang terletak di Jalan Surya Kencana Nomor 179-181, Kecamatan BoÂgor Tengah, Kota Bogor, Jumat (19/02/2016).
Bima mengatakan, Suharto telah menyatakan kesiapannya untuk memperhatikan segala kebutuhan di Kota Bogor. PemÂkot Bogor memang digadang-gadang sedang menyiapkan surat resmi untuk Mantan KeÂpala Bappeda Kota Bogor itu terkait dengan pembangunan LRT yang mendapat penolakan dari Bima Arya selaku Walikota Bogor. “Pak Harto pun siap unÂtuk memperhatikan apa yang dibutuhkan Kota Bogor,†tamÂbah Bima.
Ditanyakan mengenai surat resmi, Bima mengaku Pemkot Bogor belum memberikanÂnya kepada Suharto. “Sesegera mungkin kita sampaikan, minÂggu depan akan coba kita samÂpaikan soal LRT, Baranangsiang. Konsep pembangunan Kota BoÂgor arahnya kemana biar SuharÂto yang menyampaikan di forum rapat,†pungkasnya.
Sebelumnya, kebijakan Presiden Joko Widodo yang terÂtuang dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2015 Tentang PercepaÂtan LRT Terintegrasi Wilayah Penyangga Ibu Kota itu, berÂtentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Tata Kota dalam mengatasi kemacetan di pusat Kota Bogor.
“Ketika saya lihat presentasi awal proyek itu, saya langsung terpikir jiks proyek ini bertenÂtangan dengan RTRW dan Tata Kota kita, yang kaitannya erat dengan pengurangan beban di tengah kota,†kata Bima.
Bima mengaku sempat menÂgusulkan memindahkan rute LRT Cibubur-Bogor itu ke TaÂnah Baru, yang jauh dari pusat kota. “Saat itu juga saya sponÂtan mengusulkan (memindah) ke Tanah Baru saja. Tapi perÂsoalannya, Perpres ini harus diÂubah. Karena dalam peraturan itu bukan ke Tanah Baru, tapi ke Baranangsiang. Kemudian, jika ke Tanah Baru, kita harus bekerja keras untuk menyiapÂkan backup sistem. Jangan sampai nanti LRT masuk, tapi orang susah ke situ,†tukasnya.
Ingin lebih mudah, kata dia, jika memang proyek LRT ini akan masuk Kota Bogor pada Juni 2018, harus menyediakan infrastruktur atau backup sistem.
“Di sisi lain, ini bertentanÂgan dengan niat kita menggeÂser ke pinggir. Memang backup sistem lebih mudah di BarananÂgsiang, tapi saya khawatir agak panjang lagi prosesnya kalau kita tarik ke pinggir, akhirnya ada opsi, keduanya saja (Tanah Baru-Baranangsiang),†tamÂbahnya.
Kajian ulang pun perlu diÂlakukan jika merujuk pada opsi tersebut. “Ya, karena mobilitas warga antara Tanah Baru-Baranangsiang, akan ada stasiun-stasiun yang menjadi daya tarik orang di situ untuk berwirausaha. Kemudian tinggi tiang pancang rel LRT itu 35 meter, sedangkan Tugu Kujang sendiri 25 meter. Mau dibuat kamuflase apapun, saya tidak bisa membayangkan tiang panÂcang LRT itu mengganggu esÂtetika Tugu Kujang, makanya saya tidak setuju,†ungkapnya.
“Jadi nantinya, LRT yang melintas melalui Tol Jagorawi itu diupayakan tidak berakhir di Baranangsiang. Kita sudah koordinasi dengan KementeriÂan Perhubungan soal pemindaÂhan rencana stasiun LRT di BaÂranangsiang ke Kedunghlang. Sehingga, LRT masuk melalui Sentul City ke Tanah Baru dan ke Kedunghalang,†tambah SuÂharto.
Untuk melayani masyaraÂkat yang ada di pusat kota atau Baranangsiang, pihaknya mengusulkan menyelenggaraÂkan angkutan massal sejenis kereta trem. “Nantinya, untuk menuju ke Baranangsiang akan dilanjutkan dengan mengguÂnakan trem. Pemindahan StaÂsiun Baranangsiang ke KedungÂhalang/Tanah Baru ini, sudah berdasarkan kajian yang disÂetujui Wali Kota,†pungkasnya.
(Abdul Kadir Basalamah)