Oleh : Ahmad Agus Fitriawan

(Guru MTs. Yamanka Kec. Rancabungur Kab. Bogor)

Membaca tagline berita salah satu surat kabar harian “Tantangan Indonesia pada 2030, Bonus Demografi, Manfaat atau Mudarat?” (PR, 10/8/2018) Adalah menarik penasaran penulis untuk membaca dan menyimaknya. Ungkapan Peneliti Ramalis Sobandi dari Yayasan JaRI (Jaringan Relawan Independen), “keuntungan yang akan diterima Indonesia pada 2030 adalah melimpahnya usia produktif saat itu”. Lalu ia pun menambahkan, “apakah kita memang sudah siap menghadapi masa depan pada tahun 2030?, kita tidak siap dan gamang dengan perubahan sebab berkumpulnya masusia di tempat sempit”. Ungkapan pertanyaan peneliti JaRI pun kemungkinan sama dengan yang kita rasakan saat ini.

BACA JUGA :  Simak Agar Tak Jatuh Sakit, Hindari Konsumsi 2 Makanan Ini Saat Hujan

Bonus demografi sejatinya merupakan keuntungan atau peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Di Indonesia, fenomena ini diprediksi terjadi pada tahun 2030 mendatang.

Dibutuhkan kesadaran bersama, bahwa bonus demografi tidak jatuh dari langit atau secara otomatis bakal membawa keuntungan dan kontribusi positif, akan tetapi masih perlu upaya, membutuhkan usaha bahkan strategi handal agar ia berjalan pada arah kompas yang benar sesuai syarat-syaratnya. Secara fisik, keuntungan bonus demografi adalah ketersedian tenaga-tenaga kerja usia produktif sebagai sumber daya penopang utama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara.

BACA JUGA :  Bunuh Bayi yang Baru Dilahirkan, Siswi SMA di Cilacap Ditangkap

Adapun syarat yang harus dipenuhi guna meraih bonus tersebut selain tingkat kesehatan, kualitas pendidikan/ketrampilan memadai untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) yang optimal, juga terpenting ialah faktor lapangan pekerjaan dan pasar yang mutlak harus disediakan oleh pemerintah dan/atau kelompok usia produktif itu sendiri mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri dan lingkungan.

Untuk bisa memanfaatkan peluang bonus demografi, anak-anak Indonesia neo-milenial harus berani menempa dirinya menjadi sosok generasi masa depan, generasi pencipta. Merekalah yang nantinya menjadi penentu nasib bangsa, apakah akan menjadi bangsa besar atau sebaliknya, tetap menjadi negara miskin dan terbelakang.

============================================================
============================================================
============================================================