DSC_0116Mempertahankan budaya dan tradisi kelu­arga merupakan hal yang wajib dilakukan bagi Oei Sui Tian atau yang akrab dikenal dengan Dede Tanuwijaya. Ketua Satu Bi­dang Pelestarian Budaya Tionghoa Viaha Dhanagun (Hok Tek Bio) ini beranggapan, budaya bukan lah suatu hal yang bisa di perjual belikan namun bisa dilestarikan.

Oleh : Latifa Fitria
[email protected]

Ditemui di Vihara Mahabrahma (Pan Kho Bio), putra kedua dari lima bersaudara pasangan Oei Giok Pek- Wijaya dan Henny ini mengaku miris melihat perkem­bangan budaya saat ini. Pasalnya, tidak sedikit orang yang memanfaatkan budaya atau warisan leluhur menjadi wahana untuk meraup rupiah. “Sesungguhnya budaya itu merupakan hal yang wajib kita pertahankan dan lestarikan. Bukan untuk diperjual belikan.” Katanya.

BACA JUGA :  Patroli 3 Pilar, Situasi Malam Takbiran di Kota Bogor Kondusif

Akibat nilai komersil tersebut, lanjut Dede, akhirnya tidak sedikit budaya atau tradisi ritual yang melenceng. Sebab, hal-hal yang seharusnya dilakukan dalam sebuah ritual sudah tidak diperdulikan dan para pelakunya yang hanya berorientasi pada hasil atau untung yang didapatkan. “Karena mereka hanya me­mentingkan hasil akhir, tidak peduli dengan setiap prosesi yang sesungguhnya wajib dilakukan dalam mempertahankan keutu­han budaya itu sendiri.” tambah ayah empat anak ini.

Dilahirkan di Kota Bogor 54 tahun lalu, pria yang juga menja­bat sebagai Ketua Ritual Pan Kho Bio ini berekad untuk menerus­kan apa yang telah dilakukan orangtuanya sejak dulu. Oleh sebab itu, sampai saat ini Dede masih rutin melakukan berbagai ritual seperti mandi minyak, injak bara bahkan potong lidah atau tang­sin. Meski telah dikenal di berbagai wilayah sebagai satu-satunya orang yang konsisten mepertahankan budaya dengan seluruh isinya, Dede sama sekali tidak ingin mengambil keuntungan dari apa yang ia lakukan dan pertahankan itu. Sebab menurutnya, bu­daya bukanlah sesuatu yang bisa di perjual belikan.

BACA JUGA :  Kalap Makan Daging saat Lebaran, Coba 5 Makanan Ini yang Bisa Menurunkan Darah Tinggi

“Budaya tetap budaya. Kita tidak bisa memangkas atau mempersingkat ritual dan menam­bah ritual demi kepentingan atau keperluan pribadi. Sebab dalam hal ini kita berhubungan langsung dengan karuhun yang juga menjagab budaya sejak dulu. Yang penting dalam mem­pertahankan budaya adalah konsistensi dan apa adanya. Rejeki sudah ada yang mengatur. Asalkan tidak putus asa dan selalu mengeluh. ” pungkasnya.

============================================================
============================================================
============================================================