Oleh : Alfian Mujani Kondisi ekonomi nasional kian ambyar. Daya beli masyarakat semakin  nyungsep. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah berjalan tiga pekan, telah menghentikan roda perekonomian mendekati total. Pusat-pusat bisnis ritel berhenti. Bahkan sudah banyak yang menyatakan tutup secara permanen lantaran tak mampu lagi membiaya operasional usaha. Tabungan perusahaan tak mungkin lagi bisa mengcover biaya. Sementara income sudah lama menjauh, sejak pandemic Covid-19 merebak ke seluruh penjuru dunia. Maka, kepanikan baru muncul. Pemerintah—Indonesia, juga di negara lain—tampak gamang. Mereka mulai tak percaya diri menghadapi mahluk super nano yang mematikan ini. Saking paniknya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan menyerang China yang dianggap biangkeladi penyebaran Coronavirus. Sementara Presiden RI Joko Widodo memilih berdamai dengan Corona. Entah apa maksud berdamai itu? Dan, bagaimana hidup berdampingan secara harmonis dengan mahluk tak kasat mata dan mengancam jiwa itu? Yang pasti, Presiden Jokowi melalui para menteri terkait mulai melonggarkan PSBB. Bandara mulai dibuka lagi. Penumpang yang hendak mudikpun langsung membludak. Tetapi, mobil-mobil bus, travel, dan mobil pribadi yang hendak mudik diminta berputar balik untuk kembali ke Jakarta atau tempat asal si pemudik. Sungguh relaksasi PSBB yang membingungkan dan tebang pilih. Apakah relaksasi PSBB ini hanya untuk menyelamatkan perusahaan airline? Kepanikan babak pertama dalam mengatasi Coronavirus dari sisi medis ini belum juga reda, sudah muncul kepanikan baru yang lebih dahsyat lagi yakni menghadapi depresi ekonomi yang mulai menyesakkan dada, bahkan sudah mulai membunuh. Satu dua kasus kelaparan di tengah gelombang pandemic Covid-19 mulai muncul di media. Gelombang pemutusan hubungan kerja mulai bergemuruh. Banyak perusahaan tak mampu lagi membayar gaji dan membiayai operasional. Pilihannya hanya dua; merumahkan karyawan tanpa upah atau di-PHK? Jika dirumahkan tanpa upah, karyawan masih dapat biaya pengobatan dan tetap menjadi karyawan perusahaan. Begitu kondisi kembali normal, mereka bisa kembali bekerja seperti biasa. Jika pilihannya PHK, maka pekerja hanya dapat pesangon satu kali gaji karena memang perusahaan tak memiliki kemampuan untuk bayar pesangon sesuai UU.
BACA JUGA :  DPRD Kota Bogor Sahkan 2 Perda Sekaligus, Ini Rancangannya
============================================================
============================================================
============================================================