JAKARTA, TODAY — Mantan Dirut PLN Dahlan Iskan, Selasa (16/6/2015) diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi DKI selama 9 jam. Dahlan mendapat 79 pertanyaan seputar pembangunan gardu induk PLN. Kasi Penkum Kejati DKI Waluyo menyebut Dahlan diminta keteranÂgan terkait posisinya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek pembangunan Gardu Induk PLN. “ Berkaitan dengan tupoksi beliau seÂlaku KPA dan selaku Dirut PLN,†kata Waluyo.
“Dianggap sudah selesai oleh penyidik dan diajukan 79 pertanÂyaan dan semuanya sudah dijawab dengan baik oleh Pak Dahlan. Jaksa penyidik berpendapat pemeriksaan hari ini sudah cukup dan mereka akan melakukan evaluasi dan menÂdalami jawaban-jawaban sehingga kalau sekiranya diperlukan, pemerÂiksaan tambahan akan dipanggil kembali. Pak Dahlan menyatakan siap kapan saja, akan memenuhi panggilan,†kata pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra di Gedung KeÂjati DKI, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (16/6/2015). Dahlan yang diperiksa mulai puÂkul 09.00 WIB, baru keluar dari ruang Pidsus pada pukul 18.05 WIB. DahÂlan sempat salat Dzuhur pada jeda pemeriksaan pukul 12.00 WIB. “Beliau kooperatif dalam menjawab pertanÂyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Pertanyaan-pertanyaanya tetap sama. Masih terkait juga dalam masalah proyek yang diusulkan Pak Dahlan menjadi proyek multiyears dengan pertimbangan bahwa kalau proyek ini tidak dijadikan proyek multi years, maka program pembangunan gardu listrik tidak dapat dilaksanakan karena kesulitan dalam pengadaan taÂnah,†papar Yusril.
Dia menegaskan, persetujuan kontrak tahun jamak (multi years) diÂsetujui setelah Dahlan tak lagi menjaÂbat Dirut PLN. “Begitu pun saat beliau menjabat sebagai dirut tidak satu pun kontrak dengan kontraktor yang diÂtandatangani oleh Pak Dahlan,†tegas Yusril.
Yusril menambahkan, Dahlan tak tahu menahu urusan adanya tanah yang belum dibebaskan sebagai lokasi pembangunan gardu induk. “Pak DahÂlan sendiri sebagai Dirut PLN itu kan menerima laporan dari bawahan oleh P2K (pejabat pembuat komitmen). P2K itu sudah membuat pakta integÂritas. Jadi sebagai seorang top manaÂjemen, tentu tidak dapat memeriksa ke lapangan. Jadi kalau laporan itu suÂdah ditandatangani oleh pejabat yang menjadi tanggungjawab, sudah diperÂcaya oleh Pak Dahlan,†imbuhnya.
Yusril juga menegaskan, perÂsetujuan atas kontrak tahun jamak pembangunan gardu induk PLN dipuÂtuskan setelah kliennya tidak lagi menjabat sebagai Dirut PLN.
“Seperti kita ketahui keputusan Menkeu tentang multi years, (KemenÂterian) ESDM diizinkan atau tidak itu terjadi pada saat Pak Dahlan tidak lagi menjabat Dirut PLN. Karena beliau suÂdah mengakhiri jabatan sebagai Dirut PLN pada 20 Oktober 2011,†tegas Yuril saat jeda pemeriksaan di ruang Pidsus Kejati DKI, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (16/6/2015).
Memang terkait proyek 21 gardu listrik pada tahun 2011, Dahlan pada Februari 2011 mengusulkan proyek multi years ke Menteri ESDM saat itu Darwin Zahedy Saleh. Usulan ini kemÂbali diperkuat pada Agustus 2011 oleh Dahlan. “Pak Dahlan menyampaikan usulan ke Menteri ESDM, tentu MenÂteri ESDM menyampaikan usulan itu kepada Menkeu karena memang ada peraturan Menkeu yang pada prinÂsipnya menegaskan bahwa tidak diÂbolehkan proyek multiyears itu. Tapi kenyataan untuk proyek pembanguÂnan gardu listrik ini memang tidak mungkin dilaksanakan tanpa proyek ini ditingkatkan menjadi proyek mulÂtiyears,†sambung Yusril.
Alasan usulan multi years karena berdasarkan pengalaman proyek seperti menyediakan lokasi proyek pembangunan, tidak mungkin diseleÂsaikan pengerjaannya hanya dalam 1 tahun. “Jadi sifatnya waktu itu Pak Dahlan mengusulkan saja berdasarÂkan pengalaman bahwa proyek penÂgadaan tanah memerlukan waktu yang lama oleh karena itu proyek ini tidak dapat diselesaikan dalam waktu 1 tahun. Oleh karena itu harus diadaÂkan multi years . Sebagai Dirut PLN sah saja beliau mengusulkan supaya dilakukan satu perubahan, dan peÂrubahan itu memang diterima oleh ESDM dan Menkeu,†papar Yusril.
Dahlan menjadi tersangka dugaan korupsi pembangunan 21 gardu listrik di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada 2011-2013. Dalam proyek ini DahÂlan berperan sebagai KPA. Kerugian keuangan negara berdasarkan hasil audit BPKP Rp 33,2 miliar.
Tak Ada Politisasi
Banyaknya dugaan permainan anggaran di sejumlah proyek yang diÂtangani Dahlan Iskan memang banyak memunculkan stigma miring, teruÂtama soal politisasi hukum.
Soal isu itu, Kepala Pusat PenÂerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana membantah ada upaya mengkriminalisasikan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Ia menegaskan dugaan korupsi pengadaan mobil lisÂtrik memang benar terjadi.
“Tentu tidak ada upaya kriminalÂisasi. Tidak ada kepentingan kami unÂtuk mengkriminalisasi orang,†kata dia di kantornya, kemarin.
Tony pun menegaskan penyidik telah memiliki alat bukti yang cukup dugaan penyelewengan pengadaan 16 unit mobil listrik tersebut. DenÂgan naiknya status kasus mobil listrik ke tahap penyidikan, posisi Dahlan semakin terjepit. Sebelumnya, KejakÂsaan Tinggi DKI Jakarta menjadikan mantan anggota tim sukses Presiden Joko Widodo itu sebagai tersangka kaÂsus pembangunan 21 gardu listrik di Jawa-Bali-Nusa Tenggara pada 2011-2013.
(Yuska Apitya Aji)