SEMANGAT menciptakan jurnalistiksebagaimedia dakwah dibangun oleh Program StudiKomunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIKA Bogor. Berbagaiprogramdan kerjasamajuga dirangkai sebagaipengisi liburan mahasiswa.
Oleh : DONY P. HERWANTO
[email protected]
Saat pertama kali memasuki bangku kuliah, sering sekali kita dihinggapi pertanyaan, seperti apakah nanti bangku kuliah? apakah kita berada di jurusan yang tepat? Peranan orangtua mengarahkan pilihan anak, menjadi salah satu kunci keberÂhasilan.
Masa dari bangku SMA ke bangku kuliah adalah masa transisi yang bisa dibilang cukup berat. Mengganti status dari siswa menjadi mahaÂsiswa pada hakeketnya tidaklah mudah dijalankan. Banyak siswa yang menjadi mahasiswa di suatu jurusan karena keinginan orang tua mereka atau bahkan asal pilih karena tidak tahu harus berkuliah di jurusan apa.
Peranan tenaga pendidik seperti orangtua dan guru sangat dibuÂtuhkan pada masa transisi ini. Ada kalanya orangtua harus memberiÂkan ruang pada anak untuk memilih jurusan yang mereka mau. Tidak semua anak pandai dalam menghitung atau suka menghafal. Orang tua harus memperhatikan kecenderungan dari seorang anak dan tidak egois dengan pilihan mereka. Sama halnya dengan seorang guru yang seharusnya bisa memberi fasilitas pengetahuan berbagai macam juruÂsan perkuliahan agar seorang anak paham kelak perkuliahan mereka akan seperti apa sampai akan menjadi apakah mereka nanti.
Masa SMA adalah masa transisi dari usia remaja menuju kedewasaan awal, sehingga logika orang dewasa bagi anak usia SMA sudah masuk dalam frame berpikirnya. Saat yang sama usia SMA ini belum punya beban dan tekanan sebagaimana layaknya orang dewasa. Jadi wajar dalam rentang usia SMA yang ada adalah kesenangan-kesenangan tanpa tekanan. Dan usia transisi ini juga merupakan usia yang rawan sesungghnya, karena walau belum dewasa secara psikologis maupun biologis, tapi seluruh fungsi dan peranan yang ada tidak jauh berbeda dengan orang yang berusia dewasa.
Pergaulan pasca SMA lebih berorientasi pada pergaulan yang buÂkan bersifat sosial semata. Saat kuliah, siswa yang jadi mahasiwa lebih hati-hati dalam bergaul, karena sudah menyangkut tanggungjawab dan sejumlah prasyarat lain yang lebih serius yang akan membarengi hubungan yang terjalin.
Bangku kuliah sangatlah berbeda dengan bangku sekolah. Di PerÂguruan Tinggi biasanya seseorang dianggap telah dewasa dan bertangÂgung jawab dengan segala yang mereka lakukan. Sehingga hadir tidak hadir di kelas tidak akan ditegur oleh dosen. Lulus tidak lulus menjadi urusan pribadi. Biasanya setiap mahasiswa memiliki seorang dosen pembimbing yang tugas dan fungsinya mirip seperti wali kelas di bangÂku sekolah, namun tidak semua dosen pembimbing mau memperhatiÂkan mahasiswa yang mereka ampu.
Sebab itulah, bagi Fithria Al-Aghni persiapan memasuki dunia Perguruan Tinggi harus dipersiapkan dengan baik, fisik maupun mental. Gadis cantik penuh pesona kelahiran Bogor, 26 Juni 1997 ini menganggap bahwa penyesuaian diri sebagai mahasiswa perlu mental yang baik, juga perlu persiapan fisik karena tugas dan aktivitasnya lebih banyak dan mandiri. “Harus terÂlatih untuk biasa mandiri, siap fisik dan mental, supaya bisa meraih hasil pendiÂdikan dengan baik,†ungkap putri dari Eman Sulaeman dan Badriah yang baru saja lulus dari SMA Negeri 6 Bogor.
Proses transisi dunia pendidikan memang harus disikapi dengan bijak dan hati-hati. Bagi Aghni – beÂgitu ia biasa disapa, meski awalnya memilih menjadi calon Polwan, ia harus siap mental untuk tidak lolos seleksi dan harus memiliki antisipasi dengan memÂpersiapkan jurusan lain. “Harus ada perencanaan matang sesuai minat, bakat dan kemampuan,†ujar Aghni. Ia akhirnya memilih Jurusan Komunikasi di Universitas Padjajaran dan Psikologi di UPI BandÂung.
Menjadi mahasiswa juga sangat diharusÂkan untuk mulai belajar mengatur waktu. Mungkin pada saat di sekolah kita sering membayangkan enaknya menjadi seorang mahasiswa adalah karena jam belajar bisa kita atur sendiri atau jam belajar yang tiÂdak sepadat saat sekolah. Justru hal inilah yang seringkali membuat mahasiswa ingin kembali ke bangku sekolah karena memiÂliki jam yang pasti. Apalagi jika harus mengatur sendiri jadwal, seperti saat membuat jadwal mata kuliah yang akan kita ambil terjadi bentrok pada jam kuliahnya, otomatis kita harus mengganti dengan mata kuliah yang lain. Disinilah pentingnya menejeÂmen waktu. Jika tidak bisa menyerap informasi di kelas dengan benar kita haÂrus meluangkan waktu untuk mencari ilmu di tempat lain seperti kelompok belajar atau perpustakaan agar kita tetap bisa menjadi maÂhasiswa yang produktif, bukan mahasiswa yang hanya menunggu ilmu datang dengan sendirinÂya.
Sebab itu pula Aghny menyenangi dunia koÂmunikasi. Baginya, kunci kesukesan itu berasal dari komunikasi dan mau membuka diri. “Keaktifan dalam berkomunikasi adalah kunci menjadi seorang mahasiswa. Pada umumnya mahasiswa yang bisa berkomunikasi dengan baik adalah mahasiswa yang mampu beradaptasi dengan baik pula,†ujar perempuan yang tinggal di Kebon Pedes, Bogor ini.
Seperti itulah gambaran kondisi yang akan dihadapi di Perguruan Tinggi. Pilihan akan selalu ada, terganÂtung kita mau atau tidak mengambil pilihan yang ada. Apabila kita benar-benar yakin dan serius dengan sesuatu yang kita kerjakan, maka nantinya kita akan mendapatkan hasil yang memuaskan juga.