Oleh : Herdi Iskandar (Ketua Umum HMI Cabang Kota Bogor)

Mengutip dari Abraham Lincoln, Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sidang BPUPKI dan sidang PPKI yang memuat isi pasal-pasal dalam UUD 1945 yang di hasilkan oleh para pendiri bangsa untuk menjadi pedoman dalam berbangsa dan bernegara, serta menciptakan negara yang adil makmur terbebas dari perbudakan, kemiskinan, penindasan dan menjamin keamanan serta kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan apa yang termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat2 “kedaulatan berada ditangan rakyat” bukan “berdaulat ditangan penguasa”. Makna dari kedaulatan rakyat adalah negara berkewajiban untuk :
  1. Melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
  2. Menjamin setiap hak-hak warga negara, rakyat berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
  3. Menjamin setiap warga negara berhak memperoleh kemerdekaan untuk berserikat berkumpul dan mengemukakan pendapat.
  4. Negara menjamin bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kelola oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
BACA JUGA :  Punya Nangka Muda di Rumah? Mending Dibuat Ini
Dalam norma-norma tersebut menurut DR. Hidayat Nur Wahid dapat di jabarkan bahwa, rakyatlah yang dibangun. Rakyat harus di lihat sebagai subjek bukan objek, sebagai aset bukan beban serta sebagai potensi pembangunan, bukan hambatan. Jadi apapun yang di lakukan oleh negara serta kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus lah semata-mata untuk kemakmuran rakyat bukan kemakmuran aparat. Tetapi, hari ini berbanding terbalik rakyat di jadikan objek, rakyat di jadikan beban dan rakyat di jadikan hambatan. Kebijakan yang di keluarkan sudah tidak lagi mengandung unsur kepenting kerakyatan, tetapi mengandung unsur kepentingan elit politik golongan demi kelancaran pendapatan dan kelancaran setoran. Rakyat kini di hiraukan, suara rakyat kini bukan lagi suara tuhan, akan tetapi, suara rakyat adalah suara pendapatan juga sebagai alat untuk memuluskan dan mengambil alih kursi pemerintahan. Tidak ada lagi kedaulatan, tidak ada lagi suara Tuhan dan tidak ada lagi harapan kemakmuran. Mereka yang menjadi Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa lagi mewakili jeritan rakyat untuk di perjuangkan, justru sebaliknya mereka mengkhianati rakyat mereka sendiri demi keuntungan pribadi dan golongan.Pun hari ini RUU Omnibus Law yang sudah di sah kan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang di desak oleh Pemerintahan yang tidak mempertimbangkan pasal yang bisa menjatuhkan rakyat ke dalam jurang perbudakan. Mossi tidak percaya memang harus di gaungkan kepada Dewan PengkhianatRakyat dan jajaran pemerintahan, sebagai bentuk perlawanan dan bentuk pembebasan dari perbudakan. Gedung-gedung pemerintahan harus di kepung oleh aksi-aksi perlawanan, salah satu bentuk penolakan terhadap pengesahan RUU Omnibus Law. Mengutip dari Ir. Soekarno ”Dimana perbudakan berada, di sana tidak ada kebebasan, dan dimana kebebasan berada, perbudakan pun tidak ada”, perkataan soekarno ini persis menggambarkan kondisi bangsa Indonesia hari ini, sadar atau tidak kita ini masih jadi budaknya penguasa juga budaknya negara adi daya yaitu Amerika. Kebebasan kita di rampas sama hal nya dengan maklumak Kapolri Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 yang dimana isinya mencederai demokrasi yaitu melakukan pencegahan unjuk rasa yang bertentangan denganUndang-undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
============================================================
============================================================
============================================================