BOGOR, TODAYÂ – Meski upaya penghapusan lokalisasi prakÂtek prostitusi di Kabupaten BoÂgor telah dilakukan, ternyata hal itu tidak serta merta bisa menekan penyebaran virus HIV/AIDS. Terbukti dalam kuÂrun waktu 11 tahun, 944 orang telah terjangkit virus mematiÂkan ini.
Pada tahun 2013 saja diteÂmukan 88 orang menjadi pendÂerita HIV/AIDS dan pada tahun 2014 kasus serupa melonjak drastis hingga 207 kasus atau naik 135,2 persen.
“Kalau secara kumulatif, sejak tahun 2003 hingga 2014, itu ada 944 kasus,†ujar Kabid Pencegahan dan PemberanÂtasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan pada Dinas KesÂehatan (Dinkes) Kabupaten BoÂgor, Kusnadi.
Melonjak drastisnya kasus virus yang menyerang sistem imun tubuh ini, kata Kusnadi akibat masih banyaknya keÂlompok-kelompok yang memilÂki resiko tinggi terhadap HIV/ AIDS seperti pekerja seks dan pemakai narkoba.
“Kenaikan yang tak terkenÂdali ini disebabkan meningkatÂnya kelompok yang memiliki resiko tinggi itu. Kalau Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak lagi masuk dalam kelompok, karena dia akan menularkan kepada orang-orang sehat,†lanjut Kusnadi.
Anehnya, Kusnadi menamÂbahkan, sebelum adanya penÂertiban lokalisasi prostitusi seperti di Kecamatan Cisarua, Parung, Cileungsi dan Kemang, laju pertumbuhan ODHA justru lebih terkendali.
“Karena kalau masih ada loÂkalisasi kan sudah jelas tujuan kami untuk memberikan obat. Tapi kalau sekarang susah kareÂna sekarang mau cari kemana lagi kelompok yang berisiko tinggi seperti pada 2010 lalu untuk dibagikan obat atau peÂnyuluhan antisipasi AIDS,†lanÂjut Kusnadi.
Saat ini, bukan hanya peÂkerja seks wanita atau waria saja yang diduga tertular dan menularkan HIV, wanita yang telah berumah tangga pun bisa saja terjangkit virus ini akibat pola seks yang dimiliki suaÂminya.
“Pola seks suami bisa memÂbawa penyakit bagi istri dan anak. Apalagi suaminya suka ‘jajan’ diluar sehingga ada kasus HIV/AIDS menimpa bayi dan balita. Dalam kurun waktu yang sama, ada 10 bayi dibawah umur 1 tahun, 16 balÂita dan delapan anak dibawah 9 tahun terkena AIDS,†jelas Kusnadi.
Yang semakin memperbuÂruk sulitnya untuk mengenÂdalikan penyebaran virus ini ialah akibat stigma masyarakat bahwa ODHA adalah aib bagi masyarakat sehingga membuat sang penderita menutup diri dari dunia luar dan enggan unÂtuk langsung berobat.
“Padahal, dampak virus ini masih bisa ditangkal sebeÂlum menjadi AIDS jika cepat mendapat perawatan medis sejak dini. Saat pengidap menÂgaku terserang virus HIV, puskÂesmas atau medis akan cepat memberikan obat AntiretroÂviral (ARV) yang digratiskan pemerintah sebelum menjadi AIDS,†ungkap Kusnadi.
Obat ARV ini memang tidak menyembuhkan, namun mamÂpu mengurangipenularan dan penambahan status menjadi AIDS dengan cara memprodukÂsi lebih banyak sel darah putih untuk kuat menghalau bakteri dalam tubuh.
Dia mengatakan, akumulasi jumlah ODHA itu hanya seruÂpa gunung es. Di mana masih banyak kasus yang belum terÂungkap. “Data ini cuma dari yang berobat, lapor, dan ikut tes konsultasi sukarela atau VCT. Di luarnya tidak tahu,” katanya.
Di Kabupaten Bogor sendiri ada 10 kecamatan yang memiÂliki puskesmas dengan klinik Voluntary Counseling Test (VCT) sebagai upaya menguÂrangi penyebaran terlalu parah.
“Klinik VCT ditaruh di beÂberapa puskesmas dulu yang banyak kasus seperti di Ciawi, Ciomas, Cibungbulan, CisÂeeng, Parung, Cimandala, CirÂimekar, Citeureup, Cileungsi dan Ciampea,” pungkas KusÂnandi.
(Rishad Noviansyah)