JAKARTA, TODAY — Freeport Indonesia ternyata masih enggan memenuhi kewajiban divestasi saham. Seharusnya Freeport mulai melepas 10,64% saham kepada pemerintah InÂdonesia pada Oktober 2015 lalu. Tapi ternyata sampai saat ini penawaran saham tersebut beÂlum dilakukan.
“Kami masih menunggu konstruksi hukum dan mekanisme yang jelas,†kata Vice PresiÂdent Corporate Communications, Freeport Indonesia, Riza Pratama, Rabu (18/11/2015).
Seperti diketahui, saham Freeport 10,64% tersebut ditawarkan terlebih dahulu ke pemerintah pusat. Setelah 90 hari pasca penawaran pemerintah pusat tak membelinÂya, maka saham akan ditawarkan ke pemerinÂtah daerah. Bila dalam waktu 60 hari tak dibeÂli juga, baru ditawarkan ke BUMN atau BUMD. Bila tak ada yang berminat, maka proses ini akan diulang kembali tahun berikutnya.
Pemerintah sendiri melalui Menteri ESDM Sudirman Said, mendorong agar penaÂwaran saham Freeport dapat dilakukan denÂgan mekanisme Initial Public Offering (IPO). Wacana tersebut juga didukung manajemen Freeport. Tujuan dari mekanisme IPO ini adaÂlah agar lebih transparan dan dapat diperÂtanggungjawabkan.
Tapi, hingga sampai saat ini belum ada aturan jelas, apakah penawaran saham ini dapat dilakukan melalui skema IPO. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang kegiatan usaha penambangan minÂerba, Freeport yang punya tambang bawah tanah (underground) kena kewajiban divesÂtasi 30% saham.
Sesuai PP divestasi itu, kewajiban peruÂsahaan minerba mendivestasikan sahamnya sebanyak 51% apabila tambangnya tidak terÂintegrasi dengan pabrik pemurnian (smelter). Bila terintegrasi smelter, kewajiban divestaÂsinya 40%, jika mengembangkan tambang bawah tanah, kewajiban divestasi saham Freeport Indonesia hanya 30%.
Untuk saat ini, Freeport tengah dalam proses perubahan status kontraknya, dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha PerÂtambangan Khusus (IUPK). Perubahan harus dengan izin Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kontrak Freeport di tambang emas Papua akan habis 2021. Freeport meminta perpanÂjangan kontrak hingga 2041.
Saham Freeport yang dimiliki pemerintah saat ini baru 9,36%, bila 10,64% ini diambil pemerintah pusat, maka total saham yang dimiliki nantinya akan menjadi 20%. Freeport akan kembali diwajibkan menawarkan saÂhamnya 10% pada 2019, sehingga total saham yang wajib dilepas Freeport mencapai 30%.
Di sisi lain, Kementerian ESDM menginÂgatkan kepada PT Freeport Indonesia agar segera menawarkan 10,64% sahamnya keÂpada pemerintah Indonesia pada tahun ini. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, Freeport harus melakukan diÂvestasi saham hingga 30% sampai 2019.
Saat ini 9,36% saham Freeport sudah diÂmiliki pemerintah Indonesia. Tahun ini, FreeÂport harus melepaskan 10,36% sahamnya, dan 10% lagi hingga 2019. “Sesuai PP Nomor 77 Tahun 2014, mereka (Freeport) harus meÂnawarkan (saham) kepada pemerintah seÂtahun setelah PP diterbitkan. Mereka harus segera menawarkan sahamnya ke pemerinÂtah,†kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM, Bambang Gatot Aryono, usai konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Rabu (18/11/2015).
Bambang menambahkan, pemerintah memang tidak memberikan batas waktu kepada Freeport terkait penawaran saham. Namun, divestasi saham harus segera dilakuÂkan Freeport karena sudah ditentukan dalam Kontrak Karya (KK). “Memang tidak ada batas waktu, tapi saya sudah menyampaikan perinÂgatan bahwa mereka harus segera menawarÂkan,†tandasnya.
Kata Bambang, saat ini Freeport masih menghitung harga per lembar saham yang akan ditawarkan pemerintah. Ada berbagai asumsi untuk penentuan harga yang masih dihitung oleh Freeport, misalnya tingkat produksi dalam beberapa tahun ke depan, harga emas dan tembaga, dan sebagainya. “Mereka masih menghitung tingkat harga, tingkat produksi. Mereka berjanji akan segera menyampaikan penawaran (saham) tersebut,†tutupnya.
(Yuska Apitya Aji)