JAKARTA, TODAY — Sudah dua paket kebiÂjakan dirilis pemerintah tahun ini. Namun nilai tukar rupiah belum juga menunjukkan taringÂnya terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Pada perdagangan JuÂmat (2/10/2015), mata uang Paman Sam sempat naik ke titik tertingginya di Rp 14.722. Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, pergerakan ruÂpiah tidak bisa dikaitkan dengan satu hal seperti paket kebijakan saja. SeÂbab, banyak faktor yang mempengaÂruhi gerak mata uang Garuda.
“Jadi kalau melihat gerakan ruÂpiah tidak bisa dikaitkan dengan satu aktivitas. BI juga keluarkan paket kebijakan tanggal 30 September, itu masih perlu waktu untuk diimplikaÂsi,†kata Agus di kantornya, Jakarta, Jumat (2/10/2015).
“Bahwa nilai tukar ada kejadian menguat atau melemah, itu kita liÂhat paling pengaruh faktor eksternal. Bahwa dinamika memang, di luar negeri masih tinggi,†tambahnya.
Agus mengatakan, pelemahan mata uang juga terjadi di negara lain. Salah satu penyebabnya adalah USD menguat akibat spekulasi naiknya suku bunga The Federal Reserve (The Fed).
“Kalau kemarin penguatan rupiah karena China umumkan pelonggaran loan to value-nya. Jadi langsung berdampak pada harapan ekonominya negara lain, dampak akan lebih baik pada negara yang memiliki hubungan dagang dengan China,†ujarnya.
Faktor dalam negeri juga ada yang membuat rupiah melemah, salah satunya adalah defisit transaksi berjalan karena impor masih lebih tinggi daripara ekspor.
“Tapi saya jelaskan, itu paket kebijakan dikeluarkan dan direspons oleh BI nanti akan hasilkan kondisi lebih baik dalam jangka pendek unÂtuk pengendalian nilai tukar dan kualitas pertumbuhan ekonomi kita,†kata Agus.
Rupiah Jatuh 19,5%
Penguatan USD menghantam banyak mata uang dunia, salah saÂtunya adalah rupiah. Mata uang GaÂruda sudah jatuh 19,5% sepanjang 2015.
Awal tahun ini USD masih bergerak di kisaran Rp 12.268, seÂdangkan hari ini sudah sampai di Rp 14 665. Menurut Agus MartowardoÂjo, mata uang negara lain ada yang lebih parah. “Coba lihat Rusia turun. Brasil depresiasi 49%, Turki 29%, Malaysia depresiasi sudah 26%. MeÂmang Indonesia sudah 19%, tapi kita harus hati-hati,†kata Agus.
“Ke depan kita optimis, jangan pesimis. Jangan berikan kesan bahwa kita dalam kondisi yang lemah. Kita seÂdang alami perbaikan,†tambah Agus.
Menurut Agus, bank sentral suÂdah merespons pelemahan ini denÂgan meluncurkan paket kebijakan keÂmarin. Paket kebijakan ini diharapkan bisa direspons pasar dengan baik.
“Itu paket kebijakan dikeluarkan dan direspons oleh BI nanti akan hasilkan kondisi lebih baik dalam jangka pendek untuk pengendalian nilai tukar dan kualitas pertumbuhan ekonomi kita,†kata Agus.
(Alfian Mujani)