BOGOR, TODAY — Kian meÂrosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AmeriÂka Serikat (USD), mulai berdampak negatif pada sekÂtor perbankan. ‘’Jumlah kredit bermasalah (non performing loan/ NPL) cenderung naik,’’ kata Kepala Cabang Bank BJB Kota Bogor Dida Herdiana kepada Bogor Today, beÂlum lama ini.
Seperti diketaÂhui, nilai tukar ruÂpiah terhadap USD terus memburuk. Pada akhir sesi perdagangan Rabu (17/6/2015) berada di lever Rp 13.300 perdolar. Para pengamat memÂperkirakan, nilai tukar USD terhaÂdap rupiah masih akan mengalami kenaikkan. Menurut Dida, dampak lainÂnya adalah penyaluran kredit mengalami perlambatan, sementara jumlah dana simpanan pihak keÂtiga cenderung bertambah. AkiÂbatnya, margin yang diperoleh perbankan kian menipis. ‘’Situasi ini diperparah lagi oleh daya beli masyarakat yang juga turun drasÂtis,’’ kata Dida.
Dida tak merinci berapa persen kenaikkan NPL di bank tempatnya bekerja. Dia juga tak memaparkan data penyaluran kredit yang kian melambat terseÂbut. Namun yang pasti, kredit properti di hampir seluruh bank memang turun drastis. Selain dampak dari penguatan nilai tukar USD tehadap rupiah, juga terimbas kebijakan Bank IndoneÂsia yang menaikkan persentase uang muka KPR.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus MarÂtowardojo mengingatkan para bankir dalam negeri untuk mulai berhati-hati terhadap perlamÂbatan ekonomi. Karena pertumÂbuhan kredit terlihat pelan dan ada peningkatan kredit macet (NPL). “Pertumbuhan kredit pelan, maka bankir ekstra hati-hati,†ungkapnya di Gedung MA, Jakarta, Rabu (17/6/2015)
Hingga April 2015, pertumÂbuhan kredit mencapai 10,3% (yoy) menjadi Rp 3.747,3 triliun. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang di atas 12%.
Meski demikian, Agus menilai perbankan sekarang masih dalam kondisi yang sehat. Dengan Rasio Kecukupan Modal (CAR) sebesar 21%. Sementara NPL naik menjadi 2,48%. “Kita kalau mau lihat sekaÂrang perbankan kondisinya sehat. CAR 21% walau NPL naik 2,48%,†terangnya.
Kredit masih sangat dibutuhÂkan untuk tumbuh lebih tinggi agar bisa mendorong pertumbuÂhan ekonomi. Sampai akhir taÂhun, BI masih optimis ekonomi masih tumbuh di atas 5%. “PadaÂhal kami ingin kredit tetap jalan untuk bantu pergerakan ekonoÂmi,†ujarnya.
(Alfian Mujani)