JAKARTA, TODAY — Memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir Desember mendatang, kemampuan berbahasa asing menjadi kebutuhan. Sebagai bahasa interÂnasional, bahasa Inggris kini sudah wajib dikuasai.
Agar generasi muda Indonesia makin berdaya saing, Kementerian Riset, TeknoloÂgi, dan Pendidikan Tinggi tengah memperÂsiapkan kurikulum yang menyokong keÂmampuan berbahasa Inggris, yakni dengan menerapkan pembelajaran dengan dwi bahasa atau dual language: bahasa Inggris dan Indonesia.
“Kurikulum yang didesain pada masa depan akan diranÂcang proses belaÂjar dengan dual language,†kata Menteri Riset MuÂhammad Nasir, di kantornya, Rabu (2/12/2015).
Pembelajaran dengan dua bahasa itu ditujukan unÂtuk persaingan di era MEA. Selain itu, ucap Nasir, pembeÂlajaran dengan dua bahasa akan membuat penguasaan Bahasa Inggris tertata baik. UnÂtuk itu, semua referensi yang digunakan di kampus harus berbahasa Inggris. “Dengan begitu, penguasaan Bahasa Inggris menjadi given,†samÂbungnya.
Secara bertahap, piÂhaknya akan mewajibkan semua mahasiswa perguÂruan tinggi menggunakÂan bahasa Inggris dalam berinteraksi. “Dosen pun harus dipacu denÂgan bahasa Inggris,†ujarnya. Lingkungan di seputar kampus pun dimintanya dilengkapi dengan instruÂmen berbahasa Inggris. Rencananya, kurikulum dual language itu akan dimuÂlai tahun depan. “Tahun 2016 akan kami galakkan. Semua akan kami syaratkan di perguruan tinggi,†tutur Nasir.
Menurut dia, Indonesia harus segera meningkatkan kemampuan berÂbahasa asing dalam rangka menghadapi persaingan global. Sebab, negara lain kini tak lagi puas mampu berbahasa Inggris. Negara tetangga bahkan merÂambah penguasaan Bahasa Indonesia. “Negara asing, seperti Thailand dan FiliÂpina, sekarang malah sudah belajar BaÂhasa Indonesia. Kita juga harus belajar Bahasa Inggris yang baik,†kata dia.
Rencana Menteri Natsir ini ditenÂtang sejumlah rektor kampus swasta. “Kemungkinan berhasil diterapkan kecil, menurut saya malah nggak akan jalan,†kata Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Jawa Timur, Suko WiÂyono, Rabu (2/12/2015).
Alasannya, selama ini proses penerÂimaan dosen saja tak menggunakan tes bahasa asing. Selain itu, kebijakan pengÂgunaan bahasa asing tersebut terkesan mendadak. “Bagi perguruan tinggi yang siap silakan, sedangkan yang belum siÂlakan menyiapkan diri,†kata dia.
Suko menambahkan, penyelengÂgaraan perkuliahan dengan dwi bahasa menjelang MEA harus didukung dengan sistem pendidikan yang kuat. Ia menÂcontohkan semangat penggunaan baÂhasa Inggris dalam kurikulum Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) beberapa waktu silam. “Ternyata baÂhasanya tetap bahasa Indonesia, karena para guru belum siap,†ujarnya.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah pusat kerap berganti. Di tingkat sekolah dasar, menurut Suko, pendidikan baÂhasa asing yang sempat ada kini malah dihapus. “Akhirnya bingung karena keÂbijakan berubah-ubah. Jadi kebijakan menteri yang baru ini ya silakan, tapi harap dipikir yang betul,†kata dia.
Terpisah, Rektor Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, Bibin Rubini, menegasÂkan, rencana Menteri Natsir tersebut seÂbenarnya sangat baik. “Namun, perlu waktu. Tapi, kami yakin, dengan melihat perkembangan yang ada, Bahasa Inggris sudah akan menjadi kebutuhan,†kata dia.
Sementara itu, Rektor Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, Ending BahÂruddin, mengatakan, terkait kebijakan Menristek untuk mewajibkan sekolah menggunakan bahasa asing yaitu bahaÂsa Inggris selain Bahasa Indonesia pada 2016, dimulai dari perguruan tinggi. PiÂhaknya menyetujui jika hal ini dilakukan. “Penetapan ini harus dilakukan secaara bertahap, Menristek juga harus menenÂtukan target-target yang dimaksud,†kata dia, saat dihubungi Bogor Today, Rabu (2/12/2015).
Menurut Ending, bahasa asing sanÂgat baik digunakan untuk menunjang pengetahuan para pelajar. Tidak hanya Bahasa Inggris, untuk pengembangan pengetahuan Agama Islam para pelajar juga harus mampu menggunakan Bahasa Arab. “Yang jelas keahlian dalam bahasa asing sangat berguna di dunia pendidiÂkan dan juga nantinya secara otomatis membantu di dunia pekerjaan,†jelasnya.
“Untuk dosen yang ingin melanjutkan S3, harus memiliki TOEFL minimal 600, jadi keahlian bahasa asing memang sangat penting,†tambahnya.
(Yuska Apitya Aji)