OLEH: GUS UWIK
MUSH’AB bin Umair adalah salah seorang sahabat nabi yang utama. Ia memiliki ilmu yang mendalam dan kecerdasan yang luar biasa sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya untuk menjadi duta IsÂlam, mendakwahi penduduk Yatsrib, Madinah agar memeluk Islam. Perlu diingat kembali bahwa Mus’ab bin Umair diutus oleh Rasul setelah perisÂtiwa bai’at Aqobah pertama terjadi. Sebuah bai’at (sumpah setia) kepada Rasul dari beberapa pemimpin suku Aus dan khajjraj yang sudah masuk IsÂlam terlebih dahulu untuk memegang teguh Islam, tidak menyekutukan AlÂlah, tidak berzina, dan lain-lain.
Mush’ab bin ‘Umair di utus oleh Rasul bersama dengan Abdullah bin Ummi Maktum ke Yatsrib untuk menÂgajarkan Al-Qur’an dan agama Islam. Atas kesungguhan dan kerja kerasnya penduduk Yatsrib pada waktu itu maÂkin hari kian banyak yang masuk IsÂlam. Melihat kondisi tersebut, kaum Yahudi merasa khawatir, jika Islam terus berkembang Maka Akan mengancam eksistensi agama dan komunitas mereka. Semangat agama mereka akan mundur dan terbeÂlakang serta boleh jadi akan lenyap musnah dari Madinah. Tentu sangat merugikan mereka. Untuk membendÂung agar Islam tidak terus berkemÂbang, mereka membuat makar dan strategi busuk agar pengikut mereka tidak masuk Islam serta untuk meÂnampakkan syiar agama yahudi. SeÂtiap hari Sabtu mereka mengadakan keramaian di suatu tempat yang telah ditentukan, dengan maksud hendak menunjukkan syi’ar agama mereka.
Melihat kondisi ini, Mus’ab pun segera melaporkan kepada Rasul dan meminta masukan, langkah apa yang harus diambil untuk menggempur makar tersebut. Setelah Nabi SAW menerima berita tentang adanya kejadian itu maka beliau mengirim perintah kepada Mus’ab bin ‘Umair supaya ia mengumpulkan orang-orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan, tua ataupun muda, pada tiap hari Jum’at siang hari di suatu tempat tertentu, dan bila kaum musÂlimin telah berkumpul supaya diadaÂkan shalat dua rekaat. Perintah terseÂbut setelah diterima oleh Mush’ab lalu dikerjakan sebagaimana mestiÂnya. Pada setiap hari Jum’at Mush’ab menyuruh kaum muslimin supaya berkumpul di “Hazmun Nabitâ€, dan setelah mereka berkumpul, mereka bersama-sama mengerjakan shalat dua rekaat.
Menurut riwayat, pertama kali orang-orang yang berkumpul di HazÂmun Nabit ada sebanyak empat puluh orang, dan inilah ‘shalat Jum’at’ yang pertama kali dikerjakan oleh kaum muslimin. Saat datang di Madinah, Mush’ab tinggal di tempat As’ad bin Zurarah. Di sana ia mengajarkan dan mendakwahkan Islam kepada penÂduduk negeri tersebut, termasuk toÂkoh utama di Madinah semisal Saad bin Muadz. Dalam waktu yang singkat, sebagian besar penduduk Madinah pun memeluk agama Allah ini. Hal ini menunjukkan –setelah taufik dari AlÂlah- akan kedalaman ilmu Mush’ab bin Umair dan pemahamanannya yang bagus terhadap Alquran dan sunnah, baiknya cara penyampaiannya dan keÂcerdasannya dalam berargumentasi, serta jiwanya yang tenang.
Hal tersebut sangat terlihat keÂtika Mush’ab berdiskusi mengajak Saad bin Muadz masuk Islam. KeberÂanian, keluasan ilmu dan ketegasanÂnya nampak sekali sehingga Saad pun sampai terkesima. Setelah berÂhasil mengislamkan Usaid bin Hudair, Mush’ab berangkat menuju Saad bin Muadz. Mush’ab berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar (apa yang hendak aku sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engÂkau membencinya, maka aku akan pergiâ€. Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih bijakâ€. Mush’ab pun menjelaskan kepada Saad apa itu Islam, lalu membacakannya Alquran.
Saad memiliki kesan yang menÂdalam terhadap Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu dan apa yang ia ucapkan. Kata Saad, “Demi Allah, dari wajahnya, sungguh kami telah menÂgetahui kemuliaan Islam sebelum ia berbicara tentang Islam, tentang keÂmuliaan dan kemudahannyaâ€. KemuÂdian Saad berkata, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeÂluk Islam?†“Mandilah, bersihkan pakÂaianmu, ucapkan dua kalimat syahaÂdat, kemudian shalatlah dua rakaatâ€. Jawab Mush’ab. Saad pun melakukan apa yang diperintahkan Mush’ab. Setelah itu, Saad berdiri dan berkata kepada kaumnya, “Wahai Bani Abdu Asyhal, apa yang kalian ketahui tenÂtang kedudukanku di sisi kalian?†Mereka menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling baÂgus pandangannya, dan paling lurus tabiatnyaâ€. Lalu Saad mengucapkan kalimat yang luar biasa, yang menunÂjukkan begitu besarnya wibawanya di sisi kaumnya dan begitu kuatnya penÂgaruhnya bagi mereka, Saad berkata, “Haram bagi laki-laki dan perempuan di antara kalian berbicara kepadaku sampai ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya!â€. Tidak sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman kecuÂali Ushairim. (*)