PEMERINTAHAN menghentikan sementara eksekusi hukuman mati di wilayah hukum Indonesia. Ini dilakukan sebagai langkah agar pemerintahn lebih fokus dalam memperbaiki keadaan ekonomi.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Keputusan ini diumumkan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Indonesia Luhut Panjaitan di Jakarta, Kamis (19/11/2015) setelah kembali dari kunjungan ke Australia dimana dia menghadiri Forum Pemberantasan Pembiayaan Terorisme di Sydney.
Luhut Panjaitan mengatakan kepada para pejabat Australia di Sydney bahwa moratorium hukumann mati itu sekarang akan diterapkan. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak mencapai 5 persen dalam enam bulan terakhir tahun ini, dan diperlukan lebih banyak lagi investasi asing guna membantu pembangunan infrastruktur di Indonesia, dalam kebijakan yang dijalankan oleh Presiden Joko Widodo sekarang ini,†kata Luhut.
Moratorium ini sudah diperkirakan akan terjadi oleh salah seorang pengacara yang membela kasus Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Todung Mulya Lubis.
Chan dan Sukumaran dieksekusi bulan April lalu, dan dalam wawancara dengan ABC bulan September lalu, Todung memperkirakan Indonesia akan menghentikan atau menunda pelaksanaan eksekusi hukuman mati. “Kami memiliki masalah dengan turunnya ekspor ke negara lain. Dan kami tidak bisa melakukan eksekusi lagi.” kata Todung.
Sementara itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan hukuman mati bagi pelaku penyalahgunaan narkoba seperti bandar, sindikat, dan kurir ternyata bukan satu-satunya solusi.
Pelaksana tugas Kasubdit Bantuan Hukum BNN Eryan Novianto menerangkan, ada solusi lain dalam pemberantasan narkoba. “Solusi utama kita tetap pada pencegahan dan rehabilitasi,” kata Eryan di Harris Hotel KeÂlapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (19/11/2015).
Dalam menerapkan hukuman bagi pelaku kejahatan narkoba, BNN tak melulu mengarahkan ke hukuÂman mati. Menurut dia, ada sisi lain yang mesti dipertimbangkan sebeÂlum menjatuhkan hukuman bagi pelaku kejahatan narkoba.
Sejak diterbitkan Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, kata dia, BNN mengakomodasi dua sisi dalam hukuman. “Sisi humanis bagi pencandu penyalahguna dan sisi keras dan tegas pada bandar, sinÂdikat termasuk kurir,” kata dia.
Meski begitu, kata dia, negara sudah tak lagi mentoleransi kejaÂhatan narkoba yang masuk dalam kategori kejahatan berat. BNN memiliki data, ada 35-55 orang yang meninggal per hari akibat narkoba. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan untuk menÂjatuhi hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba. “Yang terakhir ini kasusnya Wong Chi Ping yang diputus hukuman mati,” tegas dia.
Terpisah, Komisioner KomiÂsi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Maneger Nasution mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menjatuhkan hukuman mati dalam kasus pereÂdaran narkoba.
Komnas HAM sebagai lembaga pelindung hak asasi warga negara memandang, status darurat narÂkoba yang kini terjadi di Indonesia merupakan realita yang ditanggaÂpi secara serius oleh penegak huÂkum. Namun, pertimbangan vonis hukuman mati harus dilakukan dengan cermat, sebab vonis hukuÂman mati yang sudah dieksekusi tak dapat dikoreksi. “Komnas HAM menyerankan untuk sangat ketat, jangan sampai salah menerÂapkan hukum mati. Kalau salah kan tidak ada mekanisme lagi unÂtuk merehabilitasi,†kata Maneger.
Di tubuh Komnas HAM sendiri, lanjut Maneger, telah dilakukan voting mengenai penghapusan huÂkuman mati. Hasilnya, tujuh komisÂioner setuju hukuman mati dihaÂpuskan, tiga sisanya tak sepakat.
Dengan demikian, dapat diÂambil kesimpulan bahwa secara kelembagaan, Komnas HAM mendukung moratorium atau penghentian hukuman mati di Indonesia. “Secara kelembagaan, Komnas HAM merekomendasiÂkan untuk moratorium hukuman mati. Saya masih mengakui hukuÂman mati, tetapi dalam praktik peradilan yang adil,†lanjut dia.
Sampai saat ini memang beÂlum ada instrument hukum interÂnasional yang memutus hukuman mati bagi tersangka kasus narkoba melanggar HAM atau tidak. BeberÂapa negara termasuk Amerika pun masih menerapkan hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba.
Tetapi, menurut Maneger, ada kecenderungan semangat moratoÂrium hukuman mati dari dunia inÂternasional. Paradigma hukuman pun berubah dari yang tujuannya menghukum kepada orientasi koÂreksi dan pemasyarakatan. “SeÂmangatnya ada kecenderungan untuk moratorium karena terjadi perubahan paradigma. Selama ini menghadapi pelaku kejahatan paradigmanya kan menghukum, sekarang ini berubah dari pengÂhukuman ke koreksi, ada memang kecenderungan ke sana. Sekali lagi bahwa dunia internasional beÂlum (meyepakati),†tandasnya. (*)