JAKARTA, TODAY — Bank Indonesia (BI) meÂnyarankan 4 prioritas kebijakan yang patut ditempuh guna memperkuat ketahanan dan daya saing ekonomi nasional.
Kebijakan tersebut untuk memperkuat keÂtahanan dan kemandirian energi dan panÂgan, serta ketersediaan air untuk kebijakan industrialisasi di berÂbagai sektor, kebijakan perÂcepatan pembangunan infrastruktur fisik dan non fisik serta kebiÂjakan penguatan sektor keuangan. Demikian disÂampaikan GuÂbernur BI Agus Martowardojo dalam “PerteÂmuan Tahunan Bank Indonesia 2015â€, di AssemÂbly Hall JCC, Senayan, Selasa (24/11/2015).
Prioritas kebiÂjakan pertama terÂkait berbagai upaya untuk meningkatkan ketahanan dan keÂmandirian energi dan pangan, ketersediaan air. “Dari sisi kebijakan kami merekomendasikan agar kebijakan terus diarahkan pada upaya untuk mendorong peningÂkatan energi primer dan meningkatkan peranan energi baru terbarukan dalam kerangka bauran energi nasiÂonal,†kata Agus.
Dari sisi ketahanan pangan, kebijakan untuk memÂbenahi tata niaga impor dan penyelesaian permasalahÂan distribusi bahan kebutuhan pokok diperlukan dalam jangka pendek guna menjamin ketersediaan pasokan, dan mencegah kesenjangan pasokan saat permintaan meningkat dan produksi terganggu.
Namun, di saat bersamaan, kebijakan jangka menengah dan panjang untuk meningkatkan keterseÂdiaan pangan dari produksi dalam negeri, yakni antara lain melalui modernisasi sektor pertanian, meningÂkatkan kinerja pertanian di daerah pedesaan melalui program klaster juga perlu dilakukan untuk menoÂpang kemandirian dan ketahanan pangan. “Terakhir, kebijakan memperkuat ketersediaan air bersih perlu memperoleh perhatian karena akan berkaitan denÂgan pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan,†tambahnya.
Prioritas kebijakan kedua, yaitu kebijakan indusÂtrialisasi, tidak hanya terbatas pada sektor industri pengolahan tetapi juga berlaku untuk sektor unggulan lainnya.
Agus meyakini, kebijakan industrialisasi juga perlu diarahkan untuk mengembangkan sektor-sektor indusÂtri yang memiliki keterkaitan yang panjang dengan berÂbagai sektor lain (backward dan forward linkage) dan memperluas ruang inovasi serta kreasi termasuk pada industri kreatif industri yang memberikan nilai tambah namun tetap menyerap tenaga kerja yang tinggi, serta industri yang berorientasi ekspor. “Prioritas kebijakan industrialisasi diatas akan semakin memberikan makÂna pada pembangunan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan apabila disertai kebijakan yang memÂfasilitasi pengembangan industri wilayah selain Jawa,†tuturnya.
Selain itu, pembangunan kawasan-kawasan beriÂkat perlu pula diikuti dengan pengembangan perkotaÂan layak hidup (livable city) dan cerdas (smart city) disekelilingnya di pekerja dan talent dapat hidup layak dan membangun aset bagi diri dan masa depan keluÂarganya.
“Sejalan dengan kebijakan industrialisasi, kami meÂlihat kebijakan di sektor pariwisata dan sektor maritim perlu terus diperkuat sebagai wujud optimalisasi berbÂagai potensi alam yang dimiliki Indonesia,†ujarnya.
Sektor pariwisata memiliki potensi yang cukup beÂsar untuk terus ditingkatkan mengingat sektor ini dapat menjadi peredam gejolak ekonomi, termasuk saat terÂjadi gejolak nilai tukar rupiah.
Sementara itu, upaya menggali potensi sektor maritim juga perlu terus didukung karena dapat semaÂkin meningkatkan nilai tambah kekayaan sumber daya alam.
“Dalam kaitan ini, kami mendukung penuh upaya Pemerintah dalam meningkatkan industri penunjang galangan kapal (marine plate & marine engine),†katÂanya.
Prioritas kebijakan ketiga, adalah percepatan pemÂbangunan infrastruktur, baik kebijakan infrastruktur dalam arti fisik maupun kebijakan infrastruktur yang bersifat non-fisik.
Dalam kaitan dengan infrastruktur fisik, BI terus mendukung upaya pemerintah untuk membangun proyek-proyek seperti pembangunan jalan tol, kereta api, dan revitalisasi pelabuhan.
Agus juga meyakini hal ini akan berdampak pada penguatan konektivitas fisik, penurunan biaya logistik yang merata di seluruh wilayah dan akhirnya peningkaÂtan daya saing Indonesia.
“Percepatan pembangunan pembangkit listrik dan transmisinya juga kami dukung penuh karena akan berperan penting dalam mendorong proses industrialÂisasi,†tuturnya.
Dari aspek kelembagaan, komitmen pemberanÂtasan korupsi dan memperkuat kepastian hukum di Indonesia telah mengalami kemajuan.
“Salah satu kemajuan terlihat dari indeks persepsi korupsi yang terus membaik dari tahun ke tahun. NaÂmun, perbaikan perlu dipercepat agar dapat berada pada peringkat yang lebih baik dibandingkan dengan negara lain,†jelasnya.
Dalam kaitan dengan aspek kelembagaan ini, berÂbagai upaya untuk meningkatkan kemudahan beruÂsaha juga perlu diteruskan. Agus juga memberikan apresiasi terhadap berbagai kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang gencar ditempuh Pemerintah deÂwasa ini.
“Kami meyakini komitmen Pemerintah untuk terus memperbaiki aspek kelembagaan tidak hanya akan meÂningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia, tetapi juga akan dapat memperbaiki daya saing perekonomian kita, yang dalam beberapa tahun terakhir sudah mulai menunjukkan perbaikan dari peringkat 50 pada 2012, menjadi peringkat 37 pada 2015,†urainya.
Prioritas kebijakan keempat, penguatan kebijakan di sektor keuangan. Kebijakan di sektor ini selain diÂarahkan untuk memperluas peran sektor keuangan pada pembiayaan ekonomi, juga diarahkan untuk meÂningkatkan ketahanan sektor keuangan.
“Kebijakan untuk meningkatkan ketahanan sektor keuangan dalam pandangan kami mencakup dua hal penting, yaitu kebijakan yang terkait dengan landasan hukum penanganan krisis di sektor keuangan dan kebiÂjakan yang terkait dengan kelembagaan institusi keuanÂgan,†kata Agus.
Sementara itu, kebijakan prioritas di sektor keuanÂgan yang berkaitan dengan kelembagaan institusi keuangan perlu dilaksanakan secara terkoordinasi denÂgan otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin SimpaÂnan, dan Pemerintah.
Dalam hal ini, penguatan secara kelembagaan bertujuan agar infrastruktur yang tersedia mampu berfungsi secara maksimal untuk memastikan bahwa para pelaku memiliki modal yang cukup, likuiditas yang memadai, manajemen risiko yang sehat, efisiensi yang tinggi, dan mekanisme entry-exit yang jelas.
Saat pasar keuangan domestik terintegrasi dengan pasar keuangan global, infrastruktur pasar keuangan domestik yang dalam dan likuid juga diperlukan agar memiliki daya redam yang memadai guna menghadapi berbagai gejolak eksternal.
“Untuk itu diperlukan upaya untuk mempercepat pendalaman pasar keuangan yang setidaknya mencakÂup aspek keragaman instrumen pasar, perluasan basis investor, dan penguatan infrastruktur pasar,†pungkasÂnya.
(Alfian M|detik)