JAKARTA, TODAY — Sejumlah negara di EroÂpa Tengah dan Timur menyuÂkai rempah-rempah dan kopi asal Indonesia. Permintaan ini muncul, pasca penÂgusaha Indonesia mengiÂkuti POLAGRA Food Fair di Poznan, Polandia, pada 21-24 September 2015. Perusahaan Indonesia yang berpartisipasi adalah PT Pondan, Interaromat BV, PT Coco Sugar InÂdonesia, dan Khatulistiwa Coffee.
Hal tersebut disampaikan Ivan Rismi Potolanto, Kepala Seksi SoÂsial dan Budaya, Direktorat Eropa Tengah dan Timur Kementerian Luar Negeri, yang menggalang para pengusaha Indonesia ke Polandia.
Menurut Ivan, produk kopi dan rempah-rempah asal Indonesia memiliki pasar yang potensial di Eropa Tengah dan Timur, seperti Polandia. Produk kue menggunaÂkan tepung pondan dan gula orÂganik dari coco sugar, juga menarik minat para importir setempat.
“Para pengusaha Indonesia sepakat untuk segera menindaklanÂjuti kerja sama perdagangan ini seteÂlah pameran POLAGRA Food Fair selesai,†ujar Ivan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/9/2015).
Sementara itu, Chief Executive Officer (CEO) Interaromat BV, TuÂtuko mengatakan, produk rempah-rempah asal Indonesia memiliki pasar di Eropa dan cenderung berkembang.
“Dalam dua hari di pameran ini saya telah mendapatkan perÂmintaan sekitar 30 metric ton pala dan 10 metric ton kayu manis dari Indonesia untuk pasar Eropa TenÂgah dan Timur, khususnya PolanÂdia, Lithuania, Bulgaria dan UkraiÂna,†kata Tutuko.
Sementara itu, CEO KhatulistiÂwa Coffee, Aditya menyampaikan, importir Polandia ingin membeli 1 metric ton kopi asal Indonesia. Pengunjung asal Eropa yang menyÂambangi stand Indonesia, tertarik dengan kopi Indonesia karena kualÂitas, rasa, dan aromanya.
“Saya suka kopi Indonesia. Saya bisa minum 7 cangkir setiap hari,†ungkap Guillermo dalam Bahasa Inggris berdialek Spanyol, ketika berkunjung ke stand IndoneÂsia untuk menawarkan diri sebagai distributor kopi Indonesia di Eropa Tengah dan Timur.
Polandia adalah negara pertaÂma dari rangkaian misi bisnis IndoÂnesia menuju 3 negara di kawasan Eropa Tengah dan Timur. Setelah POLAGRA Food Fair, para penguÂsaha Indonesia akan melanjutkan misi bisnis ke Ceko dan Slowakia untuk mempromosikan produk makanan dan minuman Indonesia.
Kurangi Karyawan
Di dalam negeri sendiri, para pengusaha makanan tengah diÂhempas badai krisis akibat nilai tukar dolar AS (USD) terhadap ruÂpiah yang terus menguat. Pasalnya, sebagian bahan baku yang mereka gunakan masih impor. Salah satunÂya industri makanan dan minuman yang masih pakai bahan baku imÂpor seperti garam, gula.
Para pengusaha makanan dan minuman mengaku bebannya makin berat karena kurs USD. SeÂhingga langkah efisiensi ditempuh dengan mengurangi shift lembur, memangkas jam kerja, hingga PHK.
“Kondisi saat ini berat. Beban produksi makin berat karena biaya impor bahan baku naik,†ungkap Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Seluruh IndoneÂsia Adhi Lukman ditemui usai dialog Investasi di Gedung Nusantara LanÂtai I, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Jakarta, Jumat (25/9/2015).
Bertambahnya beban biaya produksi disikapi pengusaha maÂkanan minuman dengan berbagai cara. Di tengah kondisi saat ini, kata Adhi, pengusaha makanan minuman belum ada yang melakukan PemutuÂsan Hubungan Kerja (PHK) massal.
“Memang belum massal terjadi PHK di sektor makanan minuman. Banyak perusahaan mensiasati denÂgan mengurangi jam kerja dan menÂgurangi shift lembur,†jelas Adhi.
Langkah tersebut, menurut Adhi, terpaksa ditempuh penguÂsaha meski berdampak turunnya pendapatan karyawan. “Pengaruh juga ke pendapatan karyawan. Karyawan yang biasa dapat lembur sekarang udah nggak ada lembur,†katanya.
(Alfian Mujani|net)