JAKARTA TODAY- Berbeda dengan aturan di Indonesia yang masih gonjang-ganjing, Uni Eropa  telah memberikan panduan kepada layanan transportasi daring yang beroperasi di wilayahnya. Penasihat pengadilan tertinggi di Eropa mengatakan bahwa  Uber sebagai salah satu perusahaan taksi online, harus diatur sebagai perusahaan transportasi. Tujuannya, agar sewaktu-waktu Uni Eropa bisa menentukan masa depan perusahaan.

Maciej Szpunar, advokat umum Pengadilan Tinggi Eropa (ECJ), mengatakan bahwa Uber “tidak dapat dianggap sebagai perantara antara pengemudi dan penumpang.” Oleh karena itu, dia harus “memperoleh lisensi dan otorisasi yang diperlukan berdasarkan hukum nasional”. Artinya, regulasi perlu dibuat lebih lokal per negara.

BACA JUGA :  Kecelakaan Motor Tercemplung ke Sungai Cilacap, Diduga Hilang Keseimbangan

Szpunar mengatakan bahwa Uber tidak dapat dianggap sebagai platform digital, karena memasok transportasi merupakan “komponen utama” aktivitas ekonomi perusahaan. Sementara itu, layanan yang mempertemukan penumpang dan pengemudi satu sama lain melalui aplikasi adalah komponen sekunder.

Ia menambahkan bahwa seluruh aktivitas pengemudi Uber terikat dengan aplikasi. Dengan kata lain, pengemudi memanfaatkan aplikasi Uber untuk menerima pesanan, mememonitor lokasi penjemputan penumpang, hingga pembayaran dilakukan dalam satu aplikasi.

BACA JUGA :  Cemilan Rumahan dengan Donat Labu yang Sedang Viral Kelezatannya

“Uber mengendalikan aspek penting ekonomi dari layanan transportasi perkotaan yang ditawarkan melalui platformnya,” katanya seperti dilansir The Verge.

Jika saran ini dijalankan, Uber memiliki kewajiban untuk memiliki sertifikasi, memberikan asuransi dan membayar pengemudianya. Hal ini sama persis seperti yang dilakukan perusahaan taksi konvensional di Eropa saat ini.

============================================================
============================================================
============================================================