Untitled-17JAKARTA, TODAY — Dua perusahaan minyak dan gas asal Texas, Amerika Serikat (AS), Exx­onMobil dan Chevron, mencatat penurunan laba bersih dan mengalami kerugian di kuar­tal I-2016. Laba ExxonMobil anjlok 63% imbas dari merosotnya harga minyak mentah dan rendahnya margin bisnis penyulingan. Laba ExxonMobil tercatat USD 1,8 miliar (1,24 miliar euro) di kuartal I-2016. Angka ini turun cukup dalam dari periode yang sama tahun se­belumnya sebesar USD 4,94 miliar. Ini merupakan laba kuartalan terendah sejak ta­hun 1999. Pendapatan turun 28% menjadi USD 48,7 miliar, kontribusi terbesar berasal dari divisi petrokimia.

Sementara Chevron men­catatkan kinerja yang lebih buruk. Chevron, perusahaan energi asal California, AS ini mencatatkan kerugian sebesar USD 725 juta di kuartal I-2016. Padahal, periode yang sama ta­hun sebelumnya, Chevron ma­sih mencatatkan keuntungan sebesar USD 2,57 miliar. Angka ini lebih buruk dari perkiraan analis. Akibatnya, ratusan ribu karyawan diputus kontrak.

“Kami mengontrol pembe­lanjaan kami dan mendapat­kan proyek penting, yang akan meningkatkan pendapatan,” ujar Kepala Eksekutif Chev­ron John Watson, Minggu (1/5/2016).

BACA JUGA :  Cara Membuat Dendeng Batokok ala Restoran Padang yang Lezat Anti Gagal

Saham ExxonMobil naik 1,4% di bursa New York pada Jumat (29/4/2016), sementara Chevron turun 0,6%. Sementa­ra itu, harga minyak mencapai tingkat tertinggi tahun ini pada Jumat (29/4/2016), didorong oleh produksi AS yang lebih ren­dah dan dolar AS yang lemah.

Minyak mentah Brent naik 12 sen menjadi USD 48,26 per barel di perdagangan sore, se­mentara minyak AS naik 57 sen menjadi USD 46,60.

Produksi minyak AS terus menurun dalam beberapa bulan terakhir, mengurangi kekhawatiran tentang kelebi­han pasokan, sementara dolar AS melemah hampir 2% terha­dap mata uang global lainnya dalam seminggu terakhir.

Biasanya, pelemahan do­lar AS membuat harga min­yak naik karena harga minyak dipatok dalam dolar AS. Ketika dolar AS melemah terhadap mata uang global lainnya, harga minyak menjadi lebih murah, ini mendorong per­mintaan.

Kenaikan Produksi

Namun, kenaikan harga minyak mungkin dibatasi oleh peningkatan produksi minyak Timur Tengah. Demikian diri­lis oleh Deutsche Bank.

BACA JUGA :  Rapat Paripurna Terakhir Bima Arya - Dedie Rachim, Sahkan 2 Perda

Irak dan Uni Emirat Arab (UEA) cenderung mening­katkan produksi mereka. Deutsche memperkirakan, Arab Saudi juga akan menin­gkatkan produksi minyaknya secara signifikan.

Di sisi lain, Venezuela se­dang berjuang untuk mem­pertahankan produksi minyak mentah, menurut laporan dari Eurasia Group.

Harga minyak yang ren­dah selama dua tahun terakhir membuat pemerintah Ven­ezuela kehabisan uang untuk menjaga operasional produksi minyak negara.

Dinamika Harga

Harga minyak telah jatuh secara dramatis selama dua tahun terakhir, sejak minyak mentah Brent mencapai pun­cak USD 115 per barel pada Juni 2014. Salah satu faktornya adalah melambatnya permin­taan dari China dan negara berkembang lainnya. Permin­taan melambat, sementara produksi meningkat.

Selain itu, produsen be­sar minyak seperti Arab Saudi tidak mengurangi produksi mereka. Awal bulan ini, per­temuan para eksportir min­yak terkemuka di dunia gagal menyepakati pembatasan produksi.

(Yuska Apitya/dtk)

============================================================
============================================================
============================================================