Kementerian ESDM meÂlunak soal syarat dana jaminan USD 530 juta untuk perpanjangan izin ekspor konsentrat PT FreeÂport Indonesia. Perusahaan tamÂbang asal Amerika Serikat (AS) ini tak perlu membayar USD 530 juta dahulu untuk bisa ekspor.
Freeport hanya diwajibkan membayar Bea Keluar (BK) ekspor tambang sebesar 5%. Hari ini, Freeport telah mengantongi rekoÂmendasi izin ekspor konsentrat dari Kementerian ESDM.
“Jadi Freeport telah respons (syarat setoran USD 530 juta) dan dia bersedia memenuhi yang (BK) 5%. Kemudian yang USD 530 juta dibicarakan nanti lebih lanjut. Kemudian kementÂerian karena Freeport telah meÂnyetujui, sudah rekomendasikan hari ini,†kata Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Aryono, dalam Rapat DenÂgar Pendapat dengan Komisi VII di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/2/2016).
Syarat setoran USD 530 juta akan dibicarakan lebih lanjut, maÂsih dinegosiasikan. “Ya maka itu, dia sudah sanggup yang BK 5%. Jadi prinsipnya karena dia sangÂgup. Tapi yang USD 530 juta dan yang tidak sanggup masih terus dibicarakan,†imbuhnya. Â
Yang penting, sambungnya, Freeport bisa menunjukkan bukti mereka benar-benar berkomitmen membangun smelter di Indonesia untuk melakukan hilirisasi mineral di Indonesia. Bukti tersebut tidak harus dengan dana jaminan USD 530 juta.
“Memang USD 530 juta di aturan juga nggak ada. USD 530 juta itu karena usaha pemerintah untuk meyakinkan dia (Freeport) tetap membangun (smelter),†ucap BamÂbang.
Sejauh ini, Kementerian ESDM masih yakin Freeport benar-benar akan melaksanakan kewajibannya melakukan pengolahan dan pemurÂnian mineral, agar tercipta nilai tambah industri pertambangan di Indonesia. “Dia membangun. Dia kan sudah keluarkan USD 168 juta,†tutupnya.
Curhat Soal Freeport
Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat denÂgar pendapat dengan sejumlah keÂpala daerah Provinsi Papua, pemerÂintah dan PT Freeport Indonesia. Pertemuan ini untuk membahas tentang akan berakhirnya masa kontrak PT Freeport Indonesia di Provinsi Papua.
Para kepala daerah yang haÂdir adalah Bupati Mimika Eltinus Omaleng, Bupati Intan Jaya Natalis Tabuni, dan Bupati Puncak Jaya HeÂnok Ibo. Pihak pemerintah diwakili Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan SumÂber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono.
PT Freeport Indonesia diwakili Clementino Lamury, selaku Head of External Affairs. Rapat yang diÂbuka Wakil Ketua Komisi VII, Fadel Muhammad, dimulai sekitar pukul 16.15.
Para Bupati yang hadir langÂsung menyampaikan pendapatÂnya setelah diberikan kesempaÂtan untuk bicara. Bupati Mimika, Eltinus Omaleng mendesak FreeÂport segera membangun smelter di Kabupaten Mimika. “Kami yang punya barang, Freeport haÂrus bangun smelter di Mimika,†ujar Eltinus.
Lalu, Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni meminta Freeport memasÂtikan kepemilikan saham untuk pemerintah daerah sebelum meÂmutuskan untuk memperpanjang kontrak. Alasannya, kepemilikan saham di Freeport untuk membanÂgun daerah, terutama akses infraÂstruktur.
Sedangkan menurut Bupati PunÂcak Jaya, Henok Ibo, masyarakat di wilayahnya tidak mendapat apa-apa dari kegiatan Freeport selama ini. “Kami orang Papua dalam keÂadaan ‘telanjang’, tidak dapat apa-apa. Freeport itu seperti negara dalam negara,†tutur Henok. (dtc)