JAKARTA, TODAY— Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (MenÂdikud), Muhadjir Effendy akan membatalkan renÂcana perpanjangan jam sekoÂlah dasar dan menengah jika masyarakat keberatan. PerÂpanjangan jam sekolah yang ramai disebut dengan full day school itu bertujuan memÂperpendek waktu di luar sekoÂlah. Dengan waktu panjang di sekolah siswa mendapat tamÂbahan jam untuk belajar penÂdidikan karakter budi pekerti dari para guru.
“Jika memang belum dapat dilaksanakan, saya akan menÂarik rencana itu dan mencari
pendekatan lain,†kata Muhadjir dalam konferensi pers di restoran Batik Kuring, Jakarta, kemarin. “Masyarakat harus mengÂkritisi gagasan ini, jangan keputusan sudah saya buat kemudian merasa tidak cocok,†terangnya.
Ide sekolah sehari penuh diperoleh dari Finlandia yang dinilai Muhadjir memiÂliki sumber daya manusia terbaik karena para siswa diberi pendidikan karakter. Di Indonesia, Kementerian Pendidikan baru memetakan sekolah mana saja yang sudah siap mengimplementasikan perpanjangan jam sekolah itu.
Perpanjangan jam sekolah itu diangÂgap Muhadjir dapat membantu guru mendapatkan tambahan jam mengajar 24 jam per minggu sebagai syarat mendapatÂkan sertifikasi guru. “Guru yang mencari tambahan jam belajar di sekolah nanti akan mendapatkan tambahan jam itu dari ini,†katanya.
Muhadjir juga merasa para siswa akan lebih aman jika berada di sekolah sampai orang tua menjemputnya. “Saya ingin sekoÂlah yang menjadi rumah kedua, bukan swaÂlayan atau mall,†katanya. Menurut MuhadÂjir, teknis pelaksanaan sistem itu akan diatur lebih rinci oleh komite sekolah yang berisi para orang tua siswa.
Asal-usul sekolah sehari penuh itu, kata Muhadjir, berawal dari idenya mengimpleÂmentasikan Nawacita. Muhadjir meruÂmuskan bahwa pendidikan dasar harus mengubah porsi pendidikan menjadi 70 persen pendidikan karakter dan 30 persen pendidikan pengetahuan. Di level sekolah menengah, angka itu diubah menjadi 60 dan 40 persen.
Ukuran pendidikan karakter adalah keÂjujuran, toleransi, disiplin, hingga rasa cinta tanah air. Muhadjir merasa mata pelajaÂran biasa tidak akan mampu mengajarkan pendidikan itu. “Harus ada kegiatan ekstrÂakulikuler, sehingga kami merasa perlu ada penambahan waktu,†katanya.
Dalam sesi ekstrakulikuler itu, menurut Muhadjir, siswa tidak akan dibebani mata pelajaran. Waktu akan diisi dengan kegiatan semacam menari dan bernyanyi. “Mereka akan bergembira,†katanya.