PERUSAHAAN China semakin berusaha masuk ke pasar halal yang sedang berkembang. PemerÂintahnya pun mulai mengincar perjanjian internasional terkait halal dengan mitra regional dalam upaya perluasan ekÂspor negara. Menurut laporan CNBC Senin, (24/08/2015), China bukan merupakan kandidat kuat bagi makanan halal. Populasi muslim hanya ada 2 persen dari total penduduk China. Sebagian beÂsar tinggal di Xinjiang dan Ningxia, wilayah palÂing terbelakang dari negara yang sedang terlibat perang mata uang dengan Amerika itu.
Meski begitu, China tetap terus maju dalam pengembangan halal. Di bawah inisiÂatif “One Belt One Roadâ€, China bertujuan menciptakan kembali negeri Jalur Sutera dan rute perdagangan maritim. Dengan itu, China mengejar peluang perdagangan halal dengan negara muslim dan Arab melalui perjanjian perdagangan bilateral.
Di kota Linxia, Provinsi Gansu China, beÂberapa perusahaan sudah membuat perjanjiÂan perdagangan dengan Turki dan Kazakhstan. Perjanjian ini terkait ekspor produk makanan.
China juga sudah membuat seminar dan konferensi untuk perluasan jaringan perdaÂgangan makanan halal. Seperti Sino-Malaysian Halal Food and Muslim Supplies Certification and Industry Cooperation Seminar yang berÂlangsung Juli lalu.
Negara tirai bambu sudah menciptakan pula infrastruktur pendukung perdagangan halal. Termasuk pembangunan pusat manuÂfaktur makanan halal dan suplai muslim. SepÂerti kawasan industri Wuzhong Halal di NingxÂia yang sudah menarik 218 perusahaan.
Tidak cuma permintaan luar yang menÂdorong minat China pada halal. Joy Huang, manajer penelitian China di Euromonitor InÂternational, mengatakan bahwa permintaan juga datang dari penduduk China non-muslim.
“Makanan halal dianggap sehat dan hiÂgienis, sehingga memberi standar tinggi bagi produsen. Non-muslim berpikir makanan haÂlal lebih aman, mengingat ada banyak skandal keamanan pangan di China,†ujar Joy, seperti dilansir dari CNBC (24/08/2015).
Pemain industri makanan China mulai memenuhi selera penduduk lokal akan produk halal. Shineway Group, salah satu perusaÂhaan daging olahan terbesar di China, sudah bergerak lebih dulu. Mereka melakukan inÂvestasi USD310 juta (Rp 4,3 triliun) untuk basis produksi daging halal pada tahun 2009.
Tetapi penyedia makanan halal di China masih mengalami ketakutan akan keamanan pangan. Negara ini baru memiliki pusat sertiÂfikasi makanan halal pertama terbesar pada tahun 2014 bernama Ningxia Halal Foods InÂternational Trading Certification Center. Pusat tersebut diizinkan mensertifikasi makanan haÂlal di beberapa provinsi.
Saat aturan sertifikasi semakin meninÂgkat, kebanyakan halal center justru hanya beroperasi pada level regional. Terdapat juga kekurangan standarisasi nasional dan dukunÂgan legislatif.
Menurut Euromonitor, ini terjadi karena muslim jadi minoritas di China. Pemerintah jadi lebih fokus pada keamanan pangan umum dibanding aturan agama yang relatif memiliki konsumen dalam kelompok kecil.
Akan tetapi Joy tetap positif terhadap prospek pertumbuhan manufaktur makanan halal. “Sertifikasi palsu sangat biasa di China tapi saya pikir manufaktur makanan halal tidak akan mengambil risiko memalsukan makanan halal untuk menarik lebih banyak konsumen,†ucap Joy.
Fazil Hami dari HCS Consultants Singapura yang bergerak di bidang halal, juga yakin akan kemampuan China dalam memenuhi pertumÂbuhan permintaan produk halal global. “Pasar halal sedang tumbuh, dan cepat atau lamÂbat, tidak ada yang menolak kebutuhan akan produk makanan halal buatan China,†tutur Fazil.
(Alfian Mujani|dct)