Untitled-11Indonesia memiliki produksi gas bumi yang berlimpah. Gas alam ini bisa di­gunakan untuk memasak, bahan bakar industri, transportasi hingga pembang­kit listrik. Sayangnya, masih banyak gas bumi yang diekspor karena daya serap konsumen dalam negeri masih minim.

Oleh : Alfian Mujani
[email protected]

Salah satu penyebab minimnya daya serah konsumen gas dalam negeri antara lain karena minimnya infrastruktur jaringan pipa gas, baik yang ke rumah tangga, indus­tri maupun pembangkit listrik.

“Produksi gas bumi kita berlimpah, tapi karena kurang infrastruktur makanya banyak yang diek­spor. Sementara kita impor elpiji dalam jumlah besar, karena permintaan di dalam negeri terus meningkat. Padahal produksi elpiji kita itu sangat sedikit,” kata Kepala Hubungan Masyarakat SKK Migas Elan Biantoro, Min­ggu (20/12/2015).

Ia mengakui, pemerintah memiliki program konversi minyak tanah ke elpiji. Program tersebut berjalan baik dan mampu memangkas habis subsidi minyak tanah. Namun, tentunya pemerintah tidak boleh berhenti sampai di sini saja, karena sekarang subsidi elpiji makin membengkak, sementara gas bumi produksinya berlimpah.

“Gas bumi itu bisa digunakan untuk memasak, tapi kan harus ada infrastruktur. Dari segi pasokan kami (SKK Migas) telah menyediakannya, tinggal in­frastruktur yang belum maksimal, kapan program konversi elpiji ke gas bumi digalakkan? Itu we­wenang pemerintah. Saat ini kita terpaksa ekspor gas, karena infrastrukturnya belum terpenuhi di Indonesia,” jelas Elan.

Tahun depan saja akan makin banyak gas bumi dalam bentuk LNG (Gas Alam Cair) yang diekspor ke luar negeri. Sep­erti diungkapkan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja. “Kita akan kelebihan LNG tahun depan. Ada sisa 34 ditambah 14 kargo LNG belum ada komitmen pembeli,” ujarnya.

BACA JUGA :  Dijamin Bikin Nagih! Ini Dia Resep Kolang Kaling Saus Santan yang Sedap dan Mantap

Apalagi, produksi LNG (Liquified Natural Gas) dari Tangguh Train III mulai bisa dihasilkan tahun depan. Hal tersebut akan semakin menam­bah kelebihan pasokan gas karena belum mampu terserap pasar do­mestik. “Nanti (Tangguh) DMO (Do­mestic Market Obligation) sampai 80%, sementara komitmen pembeli belum ada. Rata-rata produksinya 16 kargo. Pertamina baru komit­men 4 kargo, ada sisa 12 kargo,” tu­tur Wiratmaja.

Akibat kargo LNG tak terserap di dalam negeri, pemerintah terpaksa harus menjualnya ke luar negeri melalui pasar spot. Harga gas yang dijual juga terpaksa lebih murah.

Lebih Murah

Harga elpiji semakin merangkak naik, sementara saat ini masyarakat punya pilihan lain yakni menggu­nakan gas bumi yang diklaim har­ganya jauh lebih murah dan hemat.

Seketaris Perusahaan PT Peru­sahaan Gas Negara Tbk (PGN) Heri Yusup mengatakan, kedua bahan bakar gas tersebut, jelas sama-sa­ma murah, namun pertanyaannya mana yang lebih baik dan jauh leb­ih murah? “Masing-masing punya keunggulan. Namun jika pertan­yaannya mana yang lebih murah, tentu gas bumi jauh lebih murah dan hemat,” kata Heri, Minggu (20/12/2015).

Heri mengatakan, mengapa gas bumi lebih hemat, karena gas bumi di Indonesia sangat banyak, tinggal disalurkan ke rumah-rumah melalui pipa gas. Sementara elpiji, sampai saat ini sebagian besar masih diim­por karena produksi dalam negeri tidak cukup. Sekitar 67% elpiji diim­por terutama dari Timur Tengah.

BACA JUGA :  Menu Lauk Tanggal Tua dengan Tumis Oncom Kemangi yang Pedas dan Sedap Dijamin Bikin Nagih

“Anda bisa cek warga di Perum­nas di Bogor, di Klender Jakarta Timur, Rusun Kebon Kacang dan yang sudah merasakan manfaat gas bumi, sangat murah, tiap bu­lan hanya membayar sekitar Rp 40.000/bulan, dan itu masak sam­pai sepuasnya, bandingkan dengan penggunaan elpiji yang rata-rata Rp 150.000 per bulan,” ungkapnya.

Namun, ia mengakui, penggu­naan gas bumi belum banyak di­manfaatkan masyarakat. “Kalau gas bumi kan harus memasang pipa gas dari sumur gas hingga ke rumah-rumah masyarakat. Ini yang tidak mudah, selain perlu dana investasi yang tidak sedikit, perlu perizinan yang tidak mudah didapat dan alo­kasi gas dari Kementerian ESDM, tanpa itu gas bumi akan sulit di­rasakan manfaatnya masyarakat kita,” kata Heri.

Di sisi lain, alternatif gas tentu ada di elpiji, karena elpiji dimasuk­kan ke dalam tabung, sehingga mu­dah dibawa. “Kita saat ini terus gen­jot pemasangan pipa-pipa gas bumi ke perumahan, rumah susun dan apartemen, jadi tidak perlu susuh-susah isi ulang tabung tiap bulan atau bawa tabung ke lantai 7 lagi. Tidak perlu dipusingkan kenaikan harga elpiji, karena harga gas bumi stabil, lebih murah, tidak diimpor karena kita punya banyak,” tu­tupnya.

(detik)

============================================================
============================================================
============================================================