BOGOR, TODAY — Harga kian pedas. Hingga Minggu (13/3/2016) kemarin, harga cabai rawit sudah tembus Rp 90.000/kilo, semenÂtara cabai merah kriting sudah beÂrada di level Rp 70.000/kilo.
Melonjaknya harga cabai rawit dan cabai merah kriting, ternyata juga diikuti harga bawang merah yang sudah tembus Rp 45.000 per kilogram. Harga-harga tersebut terpantau di sejumlah pasar tradisÂional di Jakarta, Tangerang Selatan, dan beberapa pasar tradisional di Kota dan Kabupaten Bogor.
Kementerian Pertanian (KeÂmentan) menuding para tengkulak dan pengecer sebagai biang keladi yang membuat harga cabai dan bawang merah bergejolak.
Sekretaris Ditjen Hortikultura pada Kementan, Yazid Taufik menÂgungkapkan, margin selisih harga yang diambil pedagang dinilai terlalu tinggi. Hal ini terlihat dari harga yang dipatok petani hingÂga konsumen akhir melonjak lebih dari tiga kali lipat.
Ia mencontohkan, dengan harÂga bawang merah di tingkat petani sebesar Rp 12 ribu per kilogram, maka perputaran uang di petani mencapai Rp 15,48 triliun setahun, dengan asumsi 1,29 juta ton produkÂsi per tahun.
Sementara pedagang menjualÂnya sampai tiga kali lipat atau Rp 38 ribu per kilogram, maka selisih dari perputaran uang yang ada di pedaÂgang sebesar Rp 34 triliun dari toÂtal perputaran uang setahun Rp 49 triliun.
“Bicara harga, middleman (pedÂagang) sebabnya. Kalau misalkan hitungan kasarnya produksi bawang merah 1,29 juta ton, harga normalÂnya Rp 12 ribu sekiloa, perputaran uangnya di petani sekitar Rp 15 triliun. Di pedagang, harga naik tiga kali lipatnya, berarti Rp 30 triliun diÂambil pedagang,†jelas Yazid kepada detikFinance, Minggu (13/3/2016).
“Sama seperti cabai rawit produksi setahun 900.000 ton, petÂani HPP (harga pokok produksi) Rp 12 ribu per kilogram, katakan dijual petani agar bisa kipas-kipas uang (untung) Rp 15 ribu per kilogram, perputaran uangnya Rp 13,5 triliun di petani. Nah, kalau harganya jadi Rp 60 ribu per kilogram, middleÂman ini dapatnya paling besar hingga Rp 40 triliun dari perputaran uang di rawit setahun. Karena meÂmang besar, makanya dibuat flukÂtuatif, orang masa Gerhana Matahari saja dijadikan momen menaikkan harga,†tukasnya.
Namun, ia mengaku dengan tuÂgas pokok dan fungsi di produksi, Kementan tidak bisa menegur pedaÂgang di pasar. “Dalam pangan, penÂimbunan yang dilarang, tapi kalau soal penentuan harga kan kita tidak bisa atur. Bagaimana pedagang saja, cari untung jangan tinggi-tinggi, yang wajar saja, jangan keterlaluÂan,†tutupnya.
Sebagai perbandingan, harga pada Februari lalu cabai rawit masih dibanderol seharga Rp 26 ribu per kilogram di eceran dan Rp 13 ribu per kilogram di pasar induk. Cabai merah besar dan keriting Rp 43 ribu per kilogram di eceran dan Rp 36 ribu per kilogram di pasar induk dan bawang merah Rp 26 ribu per kiloÂgram di eceran dan Rp 17 ribu per kilogram di pasar induk.
Pada pekan kedua Maret, harga bawang merah dan cabai mengalami lonjakan tajam. Harga cabai jenis keriting dan merah besar di beberÂapa pasar dibanderol Rp 60 ribu per kilogram, cabai rawit merah Rp 70 ribu per kilogram. Sementara bawang merah dijual Rp 45 ribu per kilogram.
“Kementan pada posisi tangÂgung jawab peningkatan produksi. Termasuk meningkatkan kapabilitas petani supaya petani punya kelemÂbagaan yang kuat dalam bentuk keÂlompok tani. Nggak mungkin dong petani sawahnya hanya 0,3 hektar jual langsung ke Jakarta, makanya kita kuatkan di produksi dan kelemÂbagaan,†tambah Yazid.
Sementara Sekretaris Jenderal Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), Ikhwan Arif mengungkapÂkan, lonjakan harga paling tinggi terjadi di pedagang tingkat eceran, bukan di pedagang besar seperti di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur.
“Kalau kita (pedagang besar) amÂbil margin Rp 1.000-3.000 per kiloÂgram, itu masih dipotong buat biaya angkut Brebes-Jakarta, sortir, bersiÂhin, sampai biaya cabut dari sawah. Kita kan belinya bawang masih di tanah, belum dipanen umur 40 hari sudah kita beli,†katanya, Minggu (13/3/2016).
“Kalau yang jual ngecer kan beli dari pasar induk, beli dari pasar inÂduk 50 kg, jual lagi ke Perumnas ambil untungnya suka-suka mereka sampai Rp 5 ribu per kilogram. Kalau ibu-ibu rumah tangga nggak tahu harÂga bisa ambil untungnya malah Rp 10 ribu per kilogram,†tambahnya.
Ikhwan yang rutin mengirim bawang merah ke Pasar Induk KraÂmat Jati ini mengungkapkan, pedaÂgang pemilik lapak di pasar induk pun hanya meraup untung Rp 500-1.000 per kilogram dari setiap bawaÂng yang terjual.
“Jadi kalau sampai konsumen Rp 45 ribu, artinya yang ngecer ini amÂbil untungnya paling banyak. Bukan di petani yang mahal, orang kita beli di Brebes masih Rp 23 ribu, bawang basah masih ada daunnya. Ongkos truk dari Brebes ke Jakarta Rp 2 juta untuk sekali angkut 7 ton,†terang Ikhwan yang juga memiliki lahan bawang merah di Brebes ini.
Terasa di Bogor
Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Bogor mengungkapkan, hingga pekan kedua Maret 2016, harga cabai merah keriting dalam kisaran harga Rp 40 ribu per kiloÂgram. Harga ini relatif stabil meski sedikit tinggi.
“Cabai memang paling tinggi. Tapi memang sudah dari awal tahun ini sudah naik dan terus tinggi hargÂanya. Bukan sekarang-sekarang saja mahalnya,†ujar Kepala DiskoperinÂdag Kabupaten Bogor, Azzahir, MinÂggu (13/3/2016).
Sementara Kasie Perdagangan Dalam Negeri pada Diskoperindag, Yatirun siap menerjunkan tim untuk memantau harga di sejumlah pasar tradisional. Ia pun mengakui jika stok cabai dan bawang merah cukup banyak meski musim hujan seperti ini.
“Mulai besok (hari ini, red) kita mau pantau lagi harganya. Kalau memang betul harga yang memainÂkan harga, ya kami juga memang tidak bisa menindak. Kami hanya sekedar mengingatkan dan mengimÂbau saja. Kan biasanya harga segitu tingginya insidensial saja seperti saat hari raya,†kata Yatirun.
Sementara di sejumlah pasar tradisional di Kota Bogor, harga caÂbai rawit sudah berada di kisaran Rp 80.000-Rp 90.000. Sementara cabai keriting merah berada di kisaran Rp 70.000.
(Rishad Novian)