LANGKAH Kejaksaan Negeri (Kejari) Bogor untuk membereskan penyelidikan dugaan mark up anggaran pembebasan lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) ke Jambu Dua, kembali digeber. Kemarin, jaksa penyidik memanggil dan memeriksa Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto. Apasaja delik pertanyaan untuk orang nomor satu di Balaikota Bogor itu?
RIZKY DEWANTARA|YUSKA APITYA
[email protected]
Setelah memanggil dan memerÂiksa Wakil Walikota Bogor, Usmar Hariman, pada Selasa(1/9/2015), jaksa penyidik kembali menggilir pemanggilan. Kemarin, giliran Bima Arya diperiksa. Memenuhi panggilan, Bima datang ke kantor kejaksaan sekitar puÂkul 08:00 pagi. Dengan mengenakan baju berbalut celana serba putih, Politikus PAN itu tak segan-segan menjawab pertanyaan wartawan. Berbeda dengan Usmar, yang datang menyelinap dan sembunyi dari kejaÂran media.
Pemeriksaan terhadap Bima jauh lebih singkat ketimbang Usmar Hariman. Bima hanya diperiksa selama dua jam saja. Sementara Usmar diperiksa 5 jam.
Kepada wartawan, Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, buka-bukaan. PoliÂtikus yang pernah diminta menjadi Juru Bicara Kepresidenan itu mengaku sebÂagai pemimpin harus mencontoh untuk taat kepada hukum, pihaknya diundang Kejari Bogor untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan mark up lahan Jambu Dua. Ia juga menjelaskan, pihak kejaksaan sedang menyelidiki prosedur-prosedur yang menyalahi ketentuan. “Intinya tentang prosedur pembebasan tanah Jambu Dua. Untuk subtansi langsung tanyakan ke penyidik,†pungkasnya.
Pemeriksaan terhadap Bima beÂrakhir sekira pukul 10:30 WIB. Ia juga mengaku, dicecar sekitar 30 pertanÂyaan oleh jaksa penyidik mengenai pembebasan tanah di Jambu Dua.
Anak emas Hatta Rajasa itu juga mengatakan, sangat percaya kepada piÂhak kejaksaan dalam membereskan peÂnyelidikan. “Saya percaya Bu Kajari, Bu Katarina Endang Sarwesti, pasti akan menyelesaikan kasus ini dengan adil dan objektif,†jawab Bima.
Saat disinggung pertanyaan apa saja yang dilontarkan jaksa penyidik, dirinya enggan memberikan komentar. “Itu proses internal dari Kejari Bogor, semua pertanyaan jenisnya hanya unÂtuk mencocokan satu sama lain dari mengklarifikasi, mengkonfirmasi dan verifikasi lahan tersebut, jadi belum ada kesimpulan,†akunya.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Bogor, Donny Haryono Setiawan, menÂgungkapkan, pihaknya tidak boleh memberikan komentar terkait proses penyidikan kasus Jambu Dua. Ia meneÂgaskan, ini sudah intruksi dari Kejaksaan Agung (Kejagung). “Intinya kita sedang proses penyidikan kasus ini,†kata dia.
Kasus dugaan mark up duit negara ini memang cukup menyita perhatian publik Kota Hujan. Delapan bulan kaÂsus ini diselidiki, kejaksaan tak kunÂjung menetapkan siapa dalang dibalik penentuan harga tanah yang tak wajar.
Ihwal perkara ini adalah dari keÂjanggalan dalam pembelian lahan selÂuas 7.302 meterpersegi milik Kawidjaja Henricus Ang atau Angkahong oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor pada akhir tahun 2014 lalu. Dari luasan itu telah terjadi transaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meterpersegi.
Dari 26 dokumen kepemilikan yang diserahkan Angkahong kepada Pemkot Bogor ternyata beragam kepemilikan terdiri dari SHM, AJB dan eks garapan. Harga disepakati untuk pembebasan laÂhan Angkahong seluas 7.302 meterperÂsegi senilai Rp43,1 miliar.
Sesuai harga pasar tanah di lokasi tersebut pada Tahun 2014 hanya Rp 2.776.000 per meter. Sementara pada pembebasan lahan Pasar Jambu Dua hingga mencapai Rp 6 juta per meter. Tetapi dibebaskan ke Pemkot dengan kurun waktu yang sama dengan harga mencapai Rp 6 juta per meter. (*)