GIZI Buruk masih menjadi momok bagi Kabupaten Bogor. Meski mengalami penurunan kasus dari tahun sebelumnya sebanyak 108 kasus menjadi 82 saja di tahun 2015, Dinas Kesehatan (Dinkes) menginginkan peran aktif dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya.
RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Bupati Bogor, Nurhayanti mengatakan, dirinya suÂdah mengkoordinasikan seluruh SKPD untuk ikut turun bersama menangani gizi buruk ini.
“Sudah dikoordinasikan, selaÂma ini sudah berjalan sesuai tugas pokoknya masing-masing,†singkat Nurhayanti lewat pesan singkat keÂpada Bogor Today, Senin (7/12/2015).
Kepala Bidang Pembinaan KesÂehatan Masyarakat pada Dinkes KaÂbupaten Bogor, Rosnila Davy Siregar mengungkapkan, untuk mengenÂtaskan gizi buruk ini, peran Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan TransÂmigrasi (Dinsosnakertrans), Dinas Pendidikan (Disdik) serta Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) sangat diperlukan.
“Peran lintas sektor sangat pentÂing. Karena gizi buruk ini kan tidak datang tiba-tiba. Nah, peran BPMPD untuk mengetahui status gizi anak saat di posyandu. Informasi bisa didapatkan dari kecamatan, lurah atau desa,†kata Davy.
Menurutnya, peranan Dinkes dalam menangani gizi buruk akan semakin mudah jika desa dapat meÂmaksimalkan Dana Desa (DD) untuk mengobati. “Kalau ditemukan satu balita gizi buruk, langsung buru-buru ditangani dengan uang itu,†tandasnya.
Sementara Kasi Gizi pada Dinkes Kabupaten Bogor, Dewi Dwinurwati Wahyuni menamÂbahkan, dengan kuatnya kerÂjasama lintas sektor, dapat mengurangi gizi buruk yang berulang pada satu balita yang sama.
“Jadi jangan cuma diobati. Kita jangan bicara anggaran. Ini bagaimana peran kita di pemerintaÂhan Kabupaten Bogor bisa maksimal dalam memerangi gizi buruk ini, karena semua punya peranan pentÂing,†kata Dewi.
Menurutnya, koordinasi lintas sektor masih belum maksimal. “Kita sampai buat berita acara komitÂmen lintas sektor dalam penangÂgulangan gizi buruk. Tapi apÂlikasi dilapangan memang masih kurang,†tandasnya.
Ia mengatakan, dari 82 kasus, beberapa kecamatan masÂuk dalam daftar terbanyak kasus gizi buruk. Seperti Parungpanjang lima kasus, Jasinga, Caringin dan Tenjo tiga kasus, Cibungbulang, KeÂmang, Gunungputri dan Cijeruk emÂpat kasus serta Kecamatan Cisarua enam kasus. “Nah sisanya itu terseÂbar di 40 kecamatan. Beberapa juga sudah berhasil ditangani kok,†lanÂjutnya.
Jumlah balita di Bumi Tegar BeriÂman yang mencapai 500 ribu jiwa juga menjadi kendala bagi Dinkes dalam mengawasi mereka. Maka itu, Dewi meminta masyarakat untuk saÂdar akan pentingnya Posyandu. “KaÂrena bagaimanapun mereka yang lebih tahu kondisi keluarganÂya,†kata Dewi.
Dinkes sendiri telah melakukan upaya pencegahan dengan kegiatan bulan menimbang serentak, distribuÂsi vitamin A, pemantauan garam beriÂodium serta konseling konsultasi gizi di puskesman di setiap kecamatan.
“Kalau penanganan, ada seperti membentuk pusat klinik gizi, untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Lalu, pemberian maÂkanan tambahan pemulihan bagi balita gizi buruk dan kepada para ibu hami supaya tidak melahirkan anak gizi buruk,†pungkasnya.
Terakhir, empat anakn di KamÂpung Pabuaran, Desa Babakan, KeÂcamatan Tenjo mengalami gizi buÂruk, yakni Ati (3) dengan berat 6,6 kilogram, Sinta (10) 15 kilogram, SuÂmeti (11) 16 kilogram dan Farida (14) 6,5 kilogram.
“Posyandu di wilayah sini tidak rutin. Makanya seminggu sekali kami para relawan, rutin memberi makanan bergizi dan penimÂbangan,“ ujar aktifis sosial kemasyarakaÂtan Komunitas RelaÂwan Peduli Bogor Barat, Uun. (*)