JAKARTA, TODAY — Menteri PerÂhubungan Ignasius Jonan terpaksa harus menjilat ludahnya sendiri. Dia mencabut kembali larangan beroperasi transportasi berbaÂsis online. Pernyataan ini disamÂpaikan Jonan mengingat belum memadainya transportasi publik yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Ojek dan transportasi umum berbasis aplikasi dipersilakan tetap beroperasi sebagai solusi sampai transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak,†kata Jonan saat menggelar konferensi pers meralat keputusanya, di JaÂkarta, Jumat (18/12/2015).
Sebelumnya, Jonan menjelasÂkan, sesuai Undang-Undang NoÂmor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaÂraan roda dua tidak dimaksudkan untuk angkutan publik. Namun realitas di masyarakat menunjukÂkan adanya kesenjangan yang lebar antara kebutuhan transporÂtasi publik dan kemampuan meÂnyediakan angkutan publik yang layak dan memadai. “Kesenjangan itulah yang selama ini diisi ojek, dan beberapa waktu terakhir oleh layanan transportasi berbasis apÂlikasi seperti Go-Jek,†ucap Jonan.
Meski begitu, kata Jonan, terÂkait dengan aspek keselamatan di jalan raya yang menjadi perÂhatian utama pemerintah, dia menganjurkan pengelola transÂportasi umum berbasis online berkonsultasi dengan Korps Lalu Lintas Polri.
Larangan terhadap transporÂtasi umum berbasis online, sepÂerti Go-Jek, Uber, dan GrabTaxi, tertuang dalam surat bernomor UM.302/1/21/Phb/2015 tertanggal 9 November 2015. Surat ditanÂdatangani oleh Menteri PerhubunÂgan Ignasius Jonan. Alasannya, transportasi umum berbasis onÂline itu tidak termasuk kategori angkutan umum sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam surat itu, Jonan menilai transÂportasi umum berbasis online yang mengangkut orang maupun barang dengan memungut biaya kerap menimÂbulkan pro dan kontra. Jonan juga meÂminta Polri menindak pemilik kendaÂraan umum berbasis online yang masih beroperasi. Larangan Jonan itu disamÂpaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers di JakarÂta, Kamis (17/12/2015) lalu.
Jokowi Pertahankan Go-Jek
Presiden Joko Widodo langsung menanggapi larangan beroperasi taksi dan ojek online yang dikeluarkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Dia mengatakan ojek onÂline hadir karena kebutuhan masyarakat. Jokowi tak mau, karena aturan, ada yang dirugiÂkan dan menderita. “Peraturan itu yang buat siapa, sih? Yang buat, kan, kita. Sepanjang itu dibutuhkan masyarakat, saya kira enggak ada masalah,†kaÂtanya di Istana Bogor, Jumat (18/12/2015).
“Peraturan, kan, bisa transisi samÂpai kita, misalnya transportasi massal sudah bagus, sudah nyaman, sehingga nanti secara alami orang akan memilih ke mana dia akan menentukan pilihan,†sambung mantan WaÂlikota Solo ini.
Jokowi tidak ingin aturan mengÂhambat upaÂya inovasi dan ide dari generasi muda. “Jangan sampai kita mengekang sebuah inovasi. Kayak Go-Jek itu, kan, aplikasi anak-anak muda yang ingin berinovasi, sebuah ide. Jadi jangan sampai juga mengekang inovaÂsi,†ujarnya.
Jokowi mengatakan harus ada penataan dari pemerintah meÂlalui Menteri Perhubungan maupun Dinas PerÂhubungan untuk memberikan pembinaan dan penaÂtaan sehingga keselamatan penumÂpang terjaga. Jokowi pun berencana memanggil MenÂteri Perhubungan di Istana Negara.
LaranÂgan transportasi berbasis online oleh KeÂmenterian Perhubungan mendapat respons negatif dari masyarakat. DuÂkungan terhadap aplikasi transportasi online itu banyak mengalir di dunia maya. Jokowi juga menyampaikan empat poin terkait dengan larangan beroperasinya ojek online oleh KemenÂterian Perhubungan.
Tak hanya itu, Jokowi pernah memboyong Chief Executive Officer sekalÂigus Co-Founder Go-Jek, Nadime Makarim, dalam lawatannya ke Amerika Serikat. Dia ingin memÂperkenalkan karya anak bangsa di bidang bisnis digital tersebut ke ranah internasional. Nadime kemudian mewakili Jokowi bertandang ke Cilicon Valley, pusat teknologi digital dunia di Amerika Serikat.
(Yuska Apitya Aji)