CIBINONG TODAY – Hari ini, Rabu (16/3/2016) tepat satu tahun Nurhayanti menjabat Bupati BoÂgor, sekaligus menjadi penegasan bahwa jabatan Wakil Bupati Bogor tetap kosong hingga akhir jabatanÂnya 2018 nanti.
Tugas mencari wakil yang seÂharusnya dilakukan DPRD KabuÂpaten Bogor pun tak pernah tereÂalisasi. Mulai dari percepatan yang dilakukan sebagian anggota partai politik dalam Koalisi Kerahmatan pun percuma.
Konflik yang mendera dua penguasa koalisi pengusung pasÂangan Rachmat Yasin-Nurhayanti dalam Pilkada 2013, PPP dan GolÂkar kerap menjadi alasan terbengÂkalainya pengisian kursi F2. Jadwal duduk bersama antara koalisi denÂgan bupati yang dijanjikan Ketua DPD Golkar Kabupaten Bogor, Ade Ruhandi pun hanya isapan jempol.
Kepastian Nurhayanti meÂmimpin 5,4 juta jiwa warga Bumi Tegar seorang diri akhirnya dinÂyatakan secara resmi dan final.
Sekretaris Koalisi Kerahmatan, Hendrayana, menegaskan, Wakil Bupati Bogor akan dikosongkan. “Daripada koalisi nantinya pecah dan konstelasi politik semakin kaÂcau. Jadi sebaiknya dikosongkan saja,†kata Ketua DPC Hanura KaÂbupaten Bogor itu kepada Bogor Today, kemarin. Terpisah, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, menyepakati bahwa Kabupaten BoÂgor tak perlu wabup. “Tanyakan langsung ke Ibu Yanti saja yah. Karena sesuai undang-undang, itu tupoksinya ada di DPRD Kabupaten Bogor. Kalau disepakati Bu Yanti sendiri ya sudah sendÂiri saja. Toh tidak ada pengaruh signifikan,†kata Ahmad Heryawan di sela Perayaan HUT ke-66 Satpol PP Kabupaten Bogor di Lapangan Tegar Beriman, kemarin.
Ketika meninjau Stadion Pakansari bersaÂma gubernur usai peringatan HUT Satpol PP itu, Nurhayanti masih setia menunggu para legislaÂtif mencarikan wakil untuknya. Namun, ia pun siap jika memang pendamping itu tak pernah ada untuknya.
“Sesuai aturan saja. Memang lebih cepat lebih baik. Tapi semua kewenangannya kan ada di koalisi partai pengusung lewat persetujuan DPRD. Jadi kita tunggu saja yah. Kalau wakil itu tak pernah ada, lihat saja nanti apa yang harus dilakukan,†ujar Nurhayanti di pelataran parkir Stadion Pakansari, Cibinong.
DPRD Kabupaten Bogor sendiri sebenarnya sudah memiliki cela, secara mekanisme atauÂpun dasar hukum tentang pengisian F 2 ini. Pasalnya, semua aturan yang kerap dijadikan alasan, seperti UU Nomor 8 Tahun 2015 yang belum memiliki PP hingga merubah tata tertib DPRD sesuai rekomendasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun telah dilakukan.
Medio Mei 2015 lalu, Ketua DPRD KabuÂpaten Bogor, Ade Ruhandi mengatakan, perlu hati-hati dalam pengisian wakil bupati karena UU Nomor 8 Tahun 2015 belum memiliki PP. Namun, Kementerian Dalam Negeri akhirnya memutuskan PP 49 menjadi pendukung unÂdang-undang tersebut.
Kemudian, sempat terbit edaran dari KeÂmendagri Nomor 132.32/1247/Otonomi DaeÂrah Tertanggal 30 April 2015 Tentang Pengisian Wabup Bogor. Selain itu, ada juga surat dari GuÂbernur Nomor 132/2173/Pemerintahan Umum Tertanggal 8 Mei 2015 Perihal Pengisian Wakil Bupati Bogor.
Pria yang kerap disapa Jaro Ade itu pun mengutrakan jika tiga hal tersebut bisa menjadi dasar dalam percepatan pengisian kursi F 2. Kemudian disusul revisi tata tertib DPRD yang sebelumnya tidak tercantum bahwa pengisian wakil kepala atau wakil kepala daerah dilakuÂkan DPRD, yang telah rampung.
Kemudian para wakil rakyat kembali dibuat bimbang dengan terbitnya putusan MahkaÂmah Konstitusi (MK) yang mengharuskan calon wakil bupati Bogor mengundurkan diri saat mencalonkan diri. Mereka pun menjadwalkan konsultasi ke MK.
Putusan MK yang dikonsultasikan adalah putusan Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 7 huruf s, t dan u. Yakni. Huruf (s) : memberitahukan penÂcalonannya sebagai Gubernur, Wakil GuberÂnur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD), atau kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; (t) mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional IndoneÂsia (TNI), Kepolisian Negara Republik IndoneÂsia (Polri) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak mendaftarkan diri sebagai calon.
Dan untuk berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerahsejak ditetapkan sebagai calon.
Untuk pembentukan panitia pemilihan baru dibentuk dalam bamus lagi setelah gabunÂgan partai pengusung mengajukan dua nama ke bupati. Kemudian bupati menyerahkan kemÂbali ke DPRD untuk dipilih. “Jadinya calon dulu baru kita bentuk panlih,†kata Jaro.
(Rishad Noviansyah|Yuska Apitya)