PASAL 41 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan telah mengatur, akibat putusnya perkawinan karena perceraian baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata demi kepentingan mereka.
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
Bila terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak, maka pengadilan akan memberikan keputusannya, apakah anak sebaiknya ikut bapak atau ibu. Sekalipun antara bapak dan ibu telah berpisah, namun segala biÂaya pemeliharaan dan pendidikan anak menjadi tanggung jawab bapak. Bila ternyata bapak tidak dapat memenuhi tanggungjawab tersebut, pengadilan dapat meÂnentukan bahwa ibu ikut memiÂkul biaya. Selain itu, pengadilan dalam amar putusannya dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya pengÂhidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.
Pada prinsipnya hak asuh anak, yang diatur dalam UU Perkawinan, hanya diberikan kepada bapak atau ibu dari si anak. Sementara itu, bagi seorang muslim dan memiliki anak yang baru berusia 8 tahun, perlu pula memperhatikan ketenÂtuan khusus sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam/ KHI. Berdasarkan pasal 105 huruf a, dalam hal terjadi perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya.
Namun, berdasarkan pasal 156 huruf c, seorang Ibu dapat kehilanÂgan hak asuh atas anak (hadhaÂnah) apabila tidak dapat memberiÂkan jaminan keselamatan jasmani dan rohani anak meskipun biaya nafkah dan pengasuhan telah diÂberikan oleh bapaknya. Dalam hal ini Pengadilan Agama dapat meÂmindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula. (*)