Untitled-17PEMERINTAH menghadapi dilema dalam menentukan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri. Sementara kalangan DPR RI mendesak agar harga BBM segera diturunkan.

YUSKA APITYA AJI
[email protected]

Untuk menentukan harga baru BBM pasca hancurnya harga min­yak dunia, Pemerin­tah mulai membahas rencana penurunan harga BBM. Kemarin, Komisi VII DPR dan Ke­menterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggelar rapat kerja di Senayan.

Menteri ESDM, Sudirman Said menjelaskan alasan mengapa tak mau buru-buru menurunkan harga BBM, mes­ki harga minyak dunia merosot, bahkan hingga di bawah USD 30/barel.

Alasan pertama, har­ga BBM ditinjau 3 bulan sekali. Review terakhir baru saja dilakukan pada awal bulan ini. Maka perubahan harga BBM paling cepat ditetapkan pada April 2015. “Harga BBM baru saja kita tinjau awal 2016, nanti baru kita lakukan peninjauan lagi April 2016,” kata Sudirman, saat rapat kerja dengan Komisi VII di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/1/2016).

Kedua, harga BBM ditetapkan tidak semata-mata berdasarkan harga minyak dunia. Ada faktor-faktor pembentuk harga lain seperti kurs rupiah, mata rantai paso­kan, dan sebagainya. “Faktor pembentu­kan BBM adalah harga minyak dunia, kurs rupiah, efisiensi mata rantai pasokan. Dan ini akan terus kita tinjau,” paparnya.

Ketiga, Sudirman khawatir penurunan harga BBM akan menjadi bumerang di ke­mudian hari. Sebab, penurunan harga BBM tak pernah diikuti oleh penurunan harga bahan pokok. Sebaliknya, harga bahan po­kok selalu naik ketika harga BBM naik.

Jika pemerintah menurunkan harga BBM sekarang, lalu menetapkan kenaikan di kemudian hari saat harga minyak dunia kembali terangkat, maka ujung-ujungnya harga bahan pokok akan naik berkali-kali, dan masyarakat dengan daya beli rendah akan sangat tertekan. “Kita punya dilema paling sulit. Kalau harga BBM turun terlalu dalam, nanti yang dikorbankan masyara­kat kecil. Karena ketika harga turun, harga bahan pokok nggak turun semua. Kalau turun terlau dalam, kasihan masyarakat bawah ketika terjadi kenaikan lagi,” tutup Sudirman.

Sebelumnya, Dewan Tim Pertimban­gan Presiden (Wantimpres) dan DPR men­gusulkan agar harga BBM turun. Khusus untuk Premium, DPR meminta harga dipa­tok turun menjadi Rp5.600 per liter.

Sudirman Said juga mengatakan, an­jloknya harga minyak juga membuat peru­sahaan-perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia mengurangi investasinya, sebagai langkah efisiensi. Pengurangan in­vestasi membuat kegiatan eksplorasi min­yak menurun, sehingga penemuan cadan­gan minyak baru di Indonesia semakin sedikit. “Memang akan terjadi penurunan investasi. Kalau ini dibiarkan, maka akan terjadi penurunan cadangan migas nasi­onal,” kata dia.

BACA JUGA :  Hilang Sejak Lebaran, Lansia Penderita Stroke Ditemukan di Dalam Sumur

Agar kegiatan eksplorasi pencarian cadangan minyak baru dapat terus berja­lan, menurut Sudirman, perlu berbagai in­sentif dari pemerintah untuk perusahaan-perusahaan migas di Indonesia.

Salah satunya adalah, dengan mem­perbesar porsi mereka dalam bagi Pro­duction Sharing Contract (PSC/Kontrak Bagi Hasil) dengan pemerintah Indonesia. “Apakah split pemerintah bisa dilakukan dynamic split, misalnya saat harga minyak rendah seperti ini bagian terbesar jadi mi­lik KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama), ini sedang kami pikirkan,” paparnya.

Terpisah, Wakil Kepala SKK Migas, Zi­krullah menyatakan, merosotnya harga minyak dunia saat ini belum berdampak pada produksi minyak nasional.

Belum ada KKKS yang meminta revisi target produksi minyak. “Dengan menu­runnya harga minyak dunia, saat ini be­lum serta merta ada yang mengajukan penurunan produksi,” tuturnya.

Berdasarkan diskusi dengan SKK Mi­gas, para KKKS masih menunggu perkem­bangan lebih lanjut dari harga minyak dunia. “Mereka ingin menunggu beberapa saat apakah tren penurunan harga minyak ini akan berlanjut sampai ke depan atau nggak. Saat ini memang belum serta mer­ta akan terjadi penurunan produksi secara langsung,” tutupnya.

Sementara itu, harga minyak dunia kembali anjlok 3% tercatat pada Senin (25/1/2016). Padahal, Jumat (22/1/2016) lalu, harga minyak sempat meroket 23% hingga ke level US$ 32/barel. Penurunan harga minyak ini akibat kelebihan pasokan, salah satunya dari Irak yang mengumum­kan produksinya berlimpah. Penurunan harga minyak ini memangkas keuntungan perusahaan-perusahaan di dunia.

Minyak mentah jenis Brent LCOc1 yang merupakan acuan harga minyak dunia tercatat turun hingga 93 sen ke level US$ 31,25/barel atau merosot 3% dari harga pada penutupan Jumat (22/1/2016) pekan lalu, ketika harga Brent melonjak 10%. Sementara itu, minyak AS jenis CLc1 juga turun menjadi USD 1,2/barel, lebih ren­dah dari sebelumnya yang mencapai USD 31,17/barel.

Kementerian Perminyakan Irak me­nyebutkan, produksi minyak Iran hari ini mencapai rekor tertinggi sejak bulan De­sember 2015. Wilayah bagian Tengah dan Selatan Iran telah memproduksi minyak mentah sebanyak 4,13 juta barel/hari. “Irak kelebihan pasokan minyak,” kata Hans Van Cleef, Ekonom Senior Energi di ABN Amro, Senin (25/1/2016). “Kelebihan pasokan akan terus menekan pasar karena harga murah,” katanya.

Faktor fundamental masih akan mem­pengaruhi pasar minyak. Harga minyak di­mungkinkan masih akan menurun.

Gubernur OPEC Indonesia men­gatakan, diperlukan dukungan antara Organisasi Negara Pengekspor Minyak untuk mengambil langkah-langkah untuk menopang harga minyak agar tidak terus merosot.

Meski demikian, Sekretaris Jenderal OPEC Abdullah al-Badri mengatakan pada acara terpisah di London, ia melihat tanda-tanda bahwa harga minyak akan membaik. Dia juga mengatakan, OPEC dan anggota non-OPEC diminta bekerja sama untuk mengatasi kelebihan pasokan dalam rangka untuk menopang harga min­yak agar tidak terus anjlok.

BACA JUGA :  Tape Ketan Ternyata Miliki Banyak Manfaat untuk Kesehatan, Simak Ini

Ketua Saudi Aramco mengatakan di sela-sela konferensi yang berbeda, harga minyak pada akhirnya akan menyeim­bangkan pada tingkat yang moderat kare­na permintaan terus meningkat.

Perusahaan Minyak Goyah

Harga minyak memang turun cukup tajam sejak tingkat tertingginya pada Juni 2014 lalu. Perusahaan minyak mulai goyah keuangan. Tahun lalu, di Amerika Serikat (AS), ada 42 perusahaan pengeboran min­yak didaftarkan bangkrut. Kondisi ini ma­kin parah pada tahun ini.

Menurut sejumlah ahli, krisis minyak saat ini mirip dengan kondisi di 1986 lalu, di mana ada 27% perusahaan minyak yang tak sanggup membayar utang alias default.

Sementara di Desember lalu, ada 11% perusahaan minyak yang tak sanggup membayar utang alias berstatus default, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar 0,5% jumlahnya. Tahun depan, jumlahnya bisa naik dua kali lipat. Tak heran, bank-bank besar di AS saat ini mulai mencadan­gkan uangnya untuk mengantisipasi ketidaksanggupan perusahaan minyak membayar utang-utangnya.

Untuk diketahui, perusahaan minyak meminjam banyak uang saat harga minyak berada di atas USD 100/barel. Perusahaan ini yakin bisa membayar utangnya, bila minyak sudah didapat. Namun sekarang, harga minyak hanya sekitar USD 30/barel. Pusinglah perusahaan minyak membayar utang-utangnya. “Faktanya, tak ada yang membayangkan harga minyak akan jatuh di bawah USD 100/barel seperti saat ini. Banyak orang membuang-buang uangnya karena berpikir harga minyak tidak akan turun,” kata Analis Mike Lynch, Senin (25/1/2016).

Pada hari terakhir di 2015, Sift Energy – sebuah perusahaan migas asal Houston – menjadi perusahaan pengebor ke-42 yang didaftarkan bangkrut. Perusahaan terse­but kesulitan membayar utang senilai USD 1 miliar, atau sekitar Rp 14 triliun. Karena pendapatannya jatuh 70% tahun lalu.

Banyak pihak menilai, saat ini ada perang minyak antara Arab Saudi dan AS. Arab merasa tersaingi oleh shale oil yang banyak diproduksi AS. Karena itu, Arab memacu produksinya dan menekan harga hingga murah. Sekarang tinggal adu kuat saja, siapa yang bisa bertahan dengan har­ga rendah seperti saat ini.

Tampaknya perusahaan AS yang akan keluar dari bisnis ini. Negara OPEC tidak punya banyak pemain kecil seperti di AS. Karena, di OPEC biasanya pemerintah yang mengontrol produksi minyak. (*)

============================================================
============================================================
============================================================