TANPA gaduh, harga beras rata-rata naik tipis 1% dalam sebulan terakhir. Sejumlah pedagang di Jabodetabek mengakui jika kenaikan harga beras ini sudah terjadi di tingkat petani. Apa penyebabnya?
YUSKA APITIYA AJI ISWANTO
[email protected]
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), raÂta-rata harga beras medium di seluruh Indonesia pada 10 SepÂtember 2015 sebesar Rp 10.272/ kg, sedangkan pada Minggu(11/10/2015) tercatat Rp 10.387/kg, naik Rp 105 perkilo. Dwi Andreas, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) mengingatkan Pemerintah Pusat untuk mewaspaÂdai kenaikan harga beras di penguÂjung tahun ini jika impor beras meÂdium tak dilakukan. Dia pun sangsi jika Bulog akan menggunakan beras premium untuk menjaga stok beras nasional. Pasalnya, jika langkah itu diambil, Bulog akan menderita keruÂgian besar.
Ketua Persatuan Pengusaha BeÂras dan Penggilingan Padi (Perpadi) DKI Jakarta Nellys Soekidi mengungÂkapkan, harga beras sedikit naik akibat mahalnya pasokan beras dari Perum Bulog ke PIBC. Beras dari BuÂlog tersebut pengadaannya mengguÂnakan skema komersial, dibeli oleh Bulog dengan harga di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) seÂhingga harganya sudah tinggi ketika sampai di PIBC.
Bulog biasa melakukan operasi pasar ke pasar termasuk PIBC. “Kan Bulog belinya mahal, di hulunya sudah naik. Misalnya Bulog beli Rp 8.500/kg, di pasar sudah berapa?†ujar Nellys di Jakarta, Minggu (11/10/2015).
Meski harga cenderung naik, piÂhaknya memperkirakan bahwa paÂsokan beras ke PIBC masih normal hingga akhir tahun ini, belum diperÂlukan tambahan pasokan dari imÂpor. PIBC selama ini menjadi salah satu barometer perberasan di IndoÂnesia. “Saya sudah lihat langsung ke daerah. Kalau sampai November-DeÂsember ini pasokan masih cukup,†tuturnya.
Tetapi, pemerintah perlu meÂwaspadai adanya defisit pasokan beÂras di awal 2016 jika hujan tak kunÂjung turun sampai akhir Oktober ini. Sebab, musim tanam akan terganggu jika intensitas hujan masih sedikit di Oktober, dampaknya ialah minimÂnya panen di Januari-Februari 2016. “Impor beras adalah kewenangan pemerintah. Tapi kalau sampai akhir Oktober ini belum musim hujan, paÂsokan di awal tahun depan bisa terÂganggu,†pungkasnya.
Sebagai pembanding, rata-rata harga beras nasional per 16 Maret 2015 sebesar Rp 10.433/kg. Harga berÂas medium rata-rata nasional masih di bawah Rp 10.000/kg di Februari 2015.
Harga rata-rata beras secara nasiÂonal pada 1 Februari 2015 mencapai Rp 9.629 per kg, atau terendah selaÂma hampir satu bulan terakhir JanuÂari-Februari 2015. Kemudian pada 10 Februari tercatat mulai ada kenaikan harga menjadi Rp 9.789 per kg. PunÂcaknya pada 18 Februari, harga beras secara nasional Rp 9.837 per kg.
Terpisah, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, menilai, kondisi beras masih kondusif. Hanya, kata dia, akan sedikit mengalami kenaiÂkan. Soal stok, dia bilang, masih aman. “Kita harus catat, PemerinÂtahan ini tinggal 10 hari lagi genap 1 tahun. Dan kita belum pernah sekaliÂpun impor beras. Saya pikir ini perlu dicatat sebagai prestasi yang baik,†tegas Amran, Minggu(11/10/2015).
Amran juga membanggakan prestasi produk pertanian lain yang sudah mulai diekspor karena produksinya berlebih di Indonesia.
Padahal, dengan melakukan ekspor, menjadi bukti bahwa seÂbenarnya negara sangat mampu melakukan produksi untuk menÂjangkau pasar luar negeri sekaligus memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri. “Saya selalu ditanya Pak kapan impor beras? Tapi orang kok nggak pernah tanya, Pak apa yang sudah kita ekspor? Asal tahu saja, kita sudah ekspor kacang ijo, mangÂga, nanas . Jagung juga 600 ribu ton kita sudah ekspor,†tegas dia.
Salah satu daerah produsen beÂras di Jawa Barat, yakni Tasikmalaya, juga mengalami kesulitan.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kota TasikmaÂlaya, Yuyun Suyud, mengakui jika harga gabah dan beras dari petani memang dinaikkan akibat dampak kekeringan yang berkepanjangan. “Tingginya harga gabah kering giling disebabkan jumlah produksi hasil panen pada musim panen triwuÂlan tiga relatif sedikit atau memang mengalami penurunan. Ini meruÂpakan dampak dari kekeringan yang berkepanjangan sehingga banyak lahan padi yang tidak bisa dipanen,†katanya.
Menurut Yuyun, berkaitan denÂgan seluruh permasalahan terseÂbut, maka harga beras di pasaran diduga akan mengalami kenaikan. Ia menjelaskan, bila harga gabah di tingkat petani mencapai angka Rp 5.600 per kg, maka harga beras di pasaran bisa lebih tinggi dari Rp 10.000 per kg. “Selain karena hasil produksi yang menurun akibat banÂyak lahan yang gagal panen, keputuÂsan para petani untuk sengaja tidak melempar gabahnya ke pasaran juga menjadi penyebab sedikitnya gabah kering giling yang beredar,†ujarnya.
Berdasarkan data stok beras di gudang Bulog, per akhir September 2015, \1,1 juta ton beras medium dari total stok beras yang mencapai 1,7 juta ton. Sementara sisanya adalah beras premium.
Wahyu, Direktur Pengadaan BuÂlog, menyebutkan bahwa sejatinya Bulog perlu stok beras medium lebih banyak. Pasalnya, selain menyalurÂkan program beras sejahtera (rasÂtra), Bulog juga harus menggelar opÂerasi pasar jika harga di pasar mulai bergejolak sementara keran impor belum dibuka.
Saat ini Bulog hanya bisa meÂnyerap beras jenis premium yang harus dibeli Bulog dari petani di atas HPP. Seolah tak punya pilihan lain, Bulog akan menyerap beras premiÂum ini sebagai stok beras nasional selama kebijakan impor beras hanya sekadar wacana.
Bulog pun memasang target bisa menyerap 900.000 ton dalam tiga bulan ini sehingga stok beras preÂmium bisa mencapai 1,5 juta ton di akhir tahun. “Kalau sampai Februari 2016 masih kemarau, opsi pemerinÂtah memang harus mengimpor beÂras,†ujarnya. (*)