AMBRUKNYA harga minyak dunia mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengkaji ulang harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri. Kementerian mengakui harga BBM jenis Premium dan Solar yang dijual di SPBU saat ini, yaitu Rp 7.050/liter dan Rp 5.650/liter, sudah di atas harga keekonomian.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Berdasarkan data KementÂerian ESDM, harga BBM jenis Premium sudah di bawah Rp 4.000/liter sejak akhir DeÂsember 2015. Harga keekoÂnomian bensin Premium mencapai titik terendahnya pada 19 Januari 2016, yaitu Rp 3.150/liter.
“Kalau dihitung per hari ini memang (harga keekonomian BBM) lebih murah dari yang kita jual. Ada 1 titik pernah Rp 3.150/liÂter di 19 Januari 2016. Sampai hari ini di bawah Rp 4.000/liter sejak akhir Desember 2015,†kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, Wiratmaja Puja, di Gedung Migas, Jakarta, Senin (22/2/2016).
Namun, harga Premium dan Solar tidak bisa segera turun karena pemerintah menetapkan harga setiap 3 buÂlan, berdasarkan harga rata-rata BBM pada 3 bulan sebelumnya. Misalnya harga BBM yang ditetapkan untuk Januari-Maret 2016, ditetapkan berdasarkan rata-rata harga BBM pada Oktober-Desember 2015.
Saat harga keekonomian lebih rendah, Pertamina memang menikmati ‘kelebihan’ dana dari hasil penjualan Premium dan Solar. Tetapi saat harga keekonomian lebih tinggi dibanding harga jual yang ditetapkan, Pertamina harus menanggung ‘kekuranÂgannya’ sampai diganti pemerintah di taÂhun berikutnya.
“Kita tidak menghitung (harga BBM) per hari per bulan, kita mengambil rata-rata 3 bulan lalu. Kelemahannya tentu saat harÂga tinggi sekali, Pertamina harus menangÂgung,†tutur Wirat.
Kelebihan dana hasil penjualan BBM dikelola oleh Pertamina dan akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di akhir tahun. Kelebihan tersebut tidak boleh dinikmati oleh Pertamina, tetapi harus diguÂnakan untuk menalangi selisih antara harga keekonomian BBM dengan harga BBM yang ditetapkan pemerintah ketika harga keekoÂnomian sedang melambung tinggi.
“Masih dikelola Pertamina semua keleÂbihannya. Di akhir tahun akan diaudit oleh BPK sehingga BPK menghitung kelebihan atau kekurangan sekian. Kalau lebih akan digunakan tahun depan, kalau kurang ditÂambah negara,†Wirat menjelaskan.
Rendahnya harga keekonomian BBM ini diperkirakan masih akan berlanjut sepanjang tahun sehingga Pertamina memÂperoleh kelebihan dari penjualan BBM jenis Solar dan Premium. “ICP (Indonesian Crude Price/harga minyak Indonesia) di US$ 30-40/barel, harga minyak masih di sekitar-sekitar itu,†kata dia.
Harga BBM belum berubah karena baru ditetapkan perubahan awal Januari lalu dan masih berlaku sampai Maret, baru akan ditetapkan lagi pada April. Penurunan harga BBM saat ini juga baru akan mempengaruhi harga di April-Juni. “Harga BBM ini ada periÂodenya dan ditetapkan pemerintah, bukan harga pasar. Yang kita jual Januari-Maret adalah rata-rata 3 bulan sebelumnya. Kalau harga BBM sekarang lagi turun, ini rata-rata di 3 bulan sebelumnya. Tentu ada positifÂnya, kita harus konsisten,†kata Wirat.
Wirat menambahkan, pemerintah juga tak mau buru-buru menurunkan harga BBM, karena efek jangka panjangnya justru merugikan masyarakat. Setiap kali harga BBM naik, harga barang-barang melonjak. Tetapi ketika harga BBM turun, harga baÂrang-barang tak ikut diturunkan. Jika harga BBM sekarang diturunkan, dan suatu saat harus naik lagi, masyarakat harus menangÂgung harga barang-barang yang lebih maÂhal dari seharusnya. “Saat harga BBM turun harga barang tidak turun, tapi waktu naik harga barang melonjak naik. Jadi kita jaga di tengah-tengah untuk menjaga kestabilan perekonomian,†Wirat memaparkan.
Alasan lainnya adalah untuk menjaga stabilitas perekonomian, memberikan kepastian pada dunia usaha. “PertumbuÂhan ekonomi kita di 2015 sampai hari ini termasuk yang paling stabil, hanya India dan China yang di atas kita. Kita menjaga kepastian dan kesejukan dunia usaha denÂgan membuat harga BBM tak seperti roller coaster,†imbuhnya.
Penetapan harga yang tidak serta merÂta mengikuti harga pasar ini, juga membuat harga BBM di Indonesia lebih stabil, tidak ikut turun saat harga di pasaran dunia anÂjlok, tapi juga tak langsung naik begitu harÂga minyak dunia meroket. “Kalau misalkan harga minyak suatu hari naik, nanti harga kita tetap stabil. Jadi tidak bisa (harga BBM Indonesia) dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura hari ini,†tandasnya.
Sementara itu, pengusaha minyak dan gas di Indonesia kini juga mulai terseret. Pemerintah diminta segera memberi kepasÂtian terkait dengan jebloknya harga minyak dunia, yang berdampak pada memerahnya bisnis penunjang minyak dan gas bumi.
Berdasarkan data Kamar Dagang Industri Indonesia, ongkos produksi minyak di IndoÂnesia rata-rata USD 29 per barel, lebih tinggi dari sejumlah negara lain. Ongkos produksi minyak di Rusia sebesar USD 17,2, Iran USD 12,6, Uni Emirat Arab USD 12,3, Irak USD 10,7, Arab senilai USD 9,9, dan Kuwait yang hanya USD 8,5 per barel. Sedangkan, negara dengan ongkos produksi termahal yakni IngÂgris senilai USD52,5, Brasil USD48,8, Kanada USD41, Amerika Serikat USD36,2, dan NorÂwegia USD36,1 per barelnya.
Wakil Ketua Kadin bidang Energi dan Migas, Bobby Gafur Umar, mengatakan renÂdahnya harga minyak tak hanya memukul perusahaan migas. Industri penunjang sepÂerti penyedia jasa migas melalui konsultan, pengeboran hingga infrastruktur berupa pipa juga merasakan dampak yang sama.
Perusahaan migas melakukan efisiensi berupa pengurangan dan penundaan keÂgiatan. Kadin minta pemerintah segera memberikan kepastian usaha melalui keÂbijakan yang bisa menyelamatkan industri hulu migas. “Perlu ada kebijakan untuk membantu para pelaku usaha migas agar bisa bertahan dari minimnya investasi baru dan eksplorasi migas,†ujarnya dalam jumÂpa pers di Pabrik Pipa PT Bakrie Pipe IndusÂtries, Bekasi, Senin (22/2/2016).
Kendati harga terpaksa dikurangi, perÂmintaan tetap surut. Pasalnya, meski menÂgalami perlambatan ekonomi, China memiÂliki kapasitas berlebih dari sisi pipa besi dan baja. Sebagai gambaran, dari harga semula USD 1.700 hingga USD 1.800 per metrik ton, kini hanya bisa dijual maksimal USD 700. (*)